Bab 30

Ada satu aturan pengecualian bagi seorang suffer yang tidak banyak diketahui. Yaitu, semua ingatan yang telah terhapus dan keberadaan yang menghilang, dapat kembali jika manusia biasa menyadari eksistensi mereka. Hal yang sama terjadi pada Jisung. Mengenai pria itu yang menghilang saat terakhir kali berhadapan dengan Jisoo dan semua hal tentangnya yang terhapus dari ingatan orang-orang, tiba-tiba kembali seperti semula.

Jisung—dalam tubuh Jimin—berdiri tegak di depanku. Bibirnya menarik senyum, sebelah tangannya tampak digips. Sekilas, ia terlihat baik-baik saja. Hanya terdapat luka itu di tangannya.

"Kau?"

"Iya, ini aku. Park Jimin."

"Bagaimana kau bisa ada di sini? Kalian kok bisa bersama?"

Taehyung, pria itu menatapku untuk beberapa detik sebelum akhirnya tak sabar memelukku. Dia datang. Dengan kehangatan ini, aku yakin ia kembali ke sisiku. Aku agak kesal padanya, tetapi biarlah momen ini kami berdua yang menikmati. Aku sangat merindukannya selama seminggu berada di penjara.

"Ke mana kau?! Kenapa tidak mengunjungiku sama sekali?"

"Maaf, aku minta maaf."

Aku memukuli lengannya. Sial, sulit untuk membenci pria ini. Aku terlena begitu didekap olehnya. Pelukan ternyaman yang aku rasakan selain dari keluargaku. Termasuk orang tuaku, paman, dan juga Hamin.

"Aku menemukan banyak perubahan sejak kau bangun dari koma. Meskipun aku nyaris percaya pada tuduhan Jisoo terhadapmu, aku ingin sekali menepisnya. Dan kebetulan, di saat yang sama, notifikasi muncul dari ponselku. Kau ingat alat perekam yang diam-diam kita sembunyikan di tas Jisoo? Alat itu masih aktif."

Alat perekam yang aktif, secara otomatis bekerja dan menyalurkan hasil rekaman suara melalui ponsel Taehyung. Dari sanalah, Taehyung menemukan kebenaran dari perkataanku. Ada orang lain di lokasi kejadian selain aku dan Jisoo, yaitu Park Jimin.

Taehyung membawa rekaman itu ke kantor polisi. Atas kewenangan pihak berwajib, digeledahlah apartemen Jisoo untuk yang kedua kali. Di sana, tepatnya di dalam kamar mandi, mereka menemukan tubuh Jimin yang tak sadarkan diri. Rahasia ini hanya aku dan Jisung yang tahu, bahwa kembalinya ia ke dunia adalah berkat Taehyung yang mendengarkan rekaman percakapan saat kejadian itu terjadi.

Aku merasa lega. Dengan begini, aku bisa bebas, kan?

Namun tak semudah itu. Hasil tes kejiwaanku keluar di hari yang sama. Sesuai dugaanku, poinnya cukup besar dan itu menunjukkan aku mengalami tanda-tanda depresi dan kecemasan. Aku panik ketika mengetahui hal itu. Aku takut, orang-orang akan tetap menudingku dan menyalahkanku atas segalanya dengan mengatasnamakan gejala penyakit tersebut.

Ketika aku mulai gelisah, Taehyung menggenggam tanganku. Ia berjanji, akan menemaniku sampai akhir. Berada di sisiku, mendukungku dan selalu mempercayaiku. Hatiku pun perlahan mulai tenang.

"Ingat Sohyun, kita memiliki anak. Kita akan merawat Hamin bersama-sama, menjadi orang tua terbaik untuknya dan memulai rumah tangga kita dari nol. Ayo, kita wujudkan itu. Bukankah itu menjadi impian kita ke depannya?"

"Kau benar. Aku harus kuat, aku harus bebas dari sini supaya bisa mencapai semua itu."

Dan tak terasa, hari-H sidang pun berlangsung. Aku mendapatkan seorang pengacara yang mau menerima pembelaanku. Lagi-lagi berkat Taehyung. Jika ia tak menemukan rekaman itu, mungkin aku akan kalah di persidangan dan membuat nasib Sohyun lebih buruk.

"Saudari Jisoo, benarkah Anda berencana untuk membunuh Saudari Sohyun, adik kandung Anda sendiri?"

"Sudah kubilang, aku tak melakukannya. Tetapi dia! Dia yang berusaha membunuhku, lihat luka ini!"

Jisoo tetap mengelak, padahal bukti-bukti sudah terkumpul dengan jelas. Sampai kapan kau akan bersikap bodoh, Kim Jisoo?

"Bagaimana dengan bukti rekaman yang ditemukan oleh polisi? Apa Anda ingin mengatakan sesuatu terkait bukti itu?"

Jisoo sempat menatap ke arahku. Mengintimidasi. Aku yakin, ia kehilangan kata-kata. Tetapi, rasa bencinya justru semakin besar. Cukup melihat dari ekspresi wajahnya, seolah-olah ia akan tanpa ragu membunuhku di depan ruang sidang dan disaksikan banyak orang sekaligus.

"Bukti itu pasti editan. Sekarang ini era digital, apapun bisa diperoleh dengan uang. Teknologi pun canggih."

"Lalu, bagaimana saksi yang dibawa oleh Saudari Sohyun?"

Kim Jisoo diam tak bergerak. Tampak pupilnya gelisah, ia menelan ludah beberapa kali dan terus memainkan jari-jemarinya di atas pangkuan. Keringat dingin terlihat mengucur dari keningnya. Semua orang senyap. Mama dan Papa yang duduk di belakang Jisoo seolah menantikan kesaksian wanita itu.

"Saudari Jisoo? Apakah ada yang ingin Anda katakan?"

"Saksi itu juga pasti palsu. Mereka bisa membayar siapapun, kan? Orang akan mudah tergiur dengan uang."

"Kalau begitu, Saudara Park Jimin. Anda sebagai saksi, apakah menerima pernyataan dari Saudari Jisoo?"

"Saya menolak. Mengenai rekaman itu, semuanya adalah benar. Jika diperbolehkan, saya—sebagai saksi—akan menjelaskan semua yang telah terjadi dari awal."

Jimin berdiri dengan tangan yang digips. Menatap lurus ke depan, memberikan keyakinan pada hakim atas kebenaran kasusku. Awak media tak menyia-nyiakan momen ini. Bagi mereka, liputan kali ini akan menghasilkan respon yang bagus dari masyarakat. Berita mengenai kasus yang menimpa Jisoo dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan secara besar-besaran. Dunia sosial dan hiburan akan dibuat heboh. Beberapa flash kamera tanpa henti berkedap-kedip, membuatku terganggu.

"Seminggu yang lalu, saya datang ke apartemen wanita itu dengan tujuan untuk memutus kesepakatan."

Aku menayakan pada Jisung semalam. Apakah ia benar-benar akan memberitahukan semuanya? Karena begitu ia membuka suara, identitasnya akan terbongkar. Identitasnya sebagai dokter palsu dan keterlibatannya dalam rencana Jisoo untuk menyakitiku.

Rasanya, aku sudah hampir berhasil membalaskan dendam adikku Jinyoung. Besok adalah kesempatan satu-satunya bagiku untuk menjatuhkan wanita itu. Meskipun, itu akan menyeret namaku juga. Tapi tidak masalah, Yooseul. Keadilan ini, kau sudah menantikannya begitu lama. Penderitaan Sohyun harus terbebas dengan segera.

Memang aku mengharapkan keadilan tiba. Tetapi, tak bisakah jika kami berdua menikmatinya bersama? Tanpa melukai satu sama lain. Hanya berakhir dengan kebahagiaan.

Mungkin di matamu keadaan ini merugikan bagiku, tapi kau tidak tahu.  Tidak semua kebahagiaan itu berakhir dengan senyuman. Rasa sakit, hinaan, atau kebencian, juga bagian dari kebahagiaan seseorang. Terutama bagiku, orang yang memiliki banyak salah terhadap Sohyun. Aku merasa bahagia bisa menjadi salah satu orang yang berjasa dalam memberi Sohyun kebebasan yang ia impikan.

Mengingat kalimat Jisung, aku pun tanpa ragu membiarkannya bersaksi secara jujur dan menyeluruh. Benar, ini adalah hari yang telah lama Sohyun impi-impikan.

"Seorang wanita bernama Jisoo itu telah meminta saya untuk melakukan hipnotis, mencuci otak saudari Sohyun dan membuat mentalnya semakin tertekan. Dengan menanamkan ingatan-ingatan palsu, wanita bernama Jisoo itu berharap kehidupan adiknya dapat lebih menderita hingga medorong sang adik untuk mengakhiri hidup."

Seisi ruang pengadilan heboh. Terutama dari kalangan wartawan, dan tak lupa, kedua orang tua Sohyun.

"Apa yang kau bilang? Omong kosong!!"

Jisoo bereaksi. Ia tak terima Jisung terus memojokkannya.

"Tenang, Saudari Jisoo. Saksi belum selesai bicara. Silakan dilanjutkan."

"Kami bertemu bahkan sebelum Nona Sohyun menikahi suaminya, Kim Taehyung. Selama bertahun-tahun ia meminta saya untuk melakukan pekerjaan kotor itu. Dan saya terpaksa melakukannya karena diancam."

Ini dia, Jisung akan mengungkap identitas palsunya.

"Saya, sebenarnya hanya seorang karyawan kantoran biasa yang kebetulan tertarik dengan dunia kedokteran, terutama yang berhubungan dengan kejiwaan seseorang."

Jisung bukan orang yang semacam itu karena faktanya ia merupakan seorang psikiater sebelum dia meninggal. Sebagai Jimin, ia karyawan biasa, titik. Cuma sampai di situ, tetapi untuk membuat hakim dan yang lainnya percaya, maka ia menambahkan sedikit kebohongan di latar belakangnya dengan mengaku ia tertarik dengan psikoterapi.

"Saya berhasil membantu banyak orang untuk lepas dari beban mental dan kejiwaan mereka, yang itu artinya, saya melanggar hukum dengan membuka praktik secara ilegal dan berpura-pura menjadi psikiater."

"Jadi, Anda selama ini membuka praktik ilegal dan Saudari Jisoo secara kebetulan mengetahuinya sampai akhirnya melibatkan Anda dalam rencananya?"

"Benar. Kira-kira sudah sekitar tiga tahun. Dan saya sempat berhenti melakukan pekerjaan itu saat mendengar kondisi Nona Sohyun yang kritis dan koma di rumah sakit. Tetapi tak lama kemudian, Jisoo meminta saya untuk melanjutkan hipnotis itu lagi."

"Bagaimana Saudari Jisoo? Apa ada sanggahan?"

Jisoo tak bicara. Mukanya kelihatan pucat. Mama yang memperhatikan jalannya persidangan, terlihat cukup syok dengan kesaksian yang Jimin berikan.

"Mana mungkin saya melakukan itu? Saya menyayangi adik saya, Anda bisa menanyakan kepada kedua orang tua kami. Mama, kau tahu kan, Sohyun adalah adik yang paling kusayangi?"

Jisoo, tidak ada untungnya kau menjilat Mama. Bukti yang aku punya lebih kuat dari pembicaraan kosongmu.

"Iya, Pak Hakim. Kami mengenal anak kami, tidak mungkin Jisoo melakukan itu kepada adiknya. Dari kecil, mereka saling menyayangi."

Kasihan sekali Mama Sohyun. Ia menjadi korban kebohongan putrinya sendiri. Ia tidak tahu, bagaimana selama ini Jisoo menghancurkan mental Sohyun, adiknya, hingga berkeping-keping. Membuat Sohyun kehilangan sebagian jiwanya, menghapus kebahagiaannya dan hanya meninggalkan rasa sakit dan penyesalan yang seharusnya tidak dia dapatkan.

Papa hanya diam menonton. Tetapi dari mimik wajahnya, aku dapat menebak bahwa ia mencoba untuk memahami dan menganalisis situasi. Sejauh yang Sohyun beritahukan melalui ingatannya, papanya adalah orang yang sangat rasional dan intel. Meskipun sangat disayangkan, dengan mudahnya papa termakan omongan Jisoo selama ini.

"Baiklah, karena Anda masih bersikeras menolak bukti-bukti yang ada, kami akan mendatangkan saksi kedua."

Saksi kedua?

"Saksi kedua, silakan memasuki ruang persidangan."

***

Tbc

🎉🎉🎉

Happy new year, all!! Maaf telat ^^

Double up ya, swipe-swipe!!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top