Bab 2

Betapa malunya aku ketika tahu bahwa yang menjemputku bukanlah suami Sohyun melainkan Kim Hyunjin, adiknya. Jika aku tidak pandai mengendalikan ekspresiku, pasti aku sudah ditertawakan habis-habisan. Untunglah anak itu tidak berlama-lama di sini, setelah mengantarku ia langsung pamit pulang. Meskipun karakternya tidak aku sukai, boleh dikatakan ia tidak membuatku cukup terganggu. Hanya saja, sekarang aku penasaran, seperti apa wajah orang bernama Kim Taehyung itu?

Sewaktu aku memutuskan untuk berkeliling, tidak aku dapati satu bingkai pun foto dengan wajah suami Sohyun. Kebanyakan hanyalah piagam penghargaan, sertifikat, piala, yang semuanya bertuliskan atas nama Kim Taehyung. Sepertinya, pria itu sangat popular. Dan aku menebak, menjadi sutradara adalah profesinya. Begitu melimpah buku-buku tentang film di sini, tidak hanya itu, aku juga menjumpai satu almari yang full dengan naskah drama. Sayangnya, almari itu dikunci. Jadi, aku hanya bisa melihat sampul naskahnya dari luar.

Sekadar informasi, nama asliku adalah Yoon Yooseul. Aku gadis 21 tahun, yang sebentar lagi akan berusia tepat 22 tahun. Dulu aku tinggal bersama seorang paman dan juga adik sepupuku. Aku hanyalah gadis miskin biasa yang hidup dengan mengandalkan uang dari hasil bekerja di sebuah bakery yang terkenal seantero Daegu.

Walaupun hidupku sebelumnya sangat pas-pasan, tetapi aku bahagia karena dikelilingi oleh orang-orang yang menyayangiku. Dan juga, aku memiliki seseorang yang kucintai. Untuk pertama kalinya seumur hidupku, aku merasakan cinta. Sayangnya, itu pertama kalinya juga aku merasakan sakitnya patah hati. Sebelum aku meninggal, aku mendapati pria yang kusuka berselingkuh dengan wanita lain.

Ya, sejujurnya hubungan kami memang tidak masuk akal. Aku tidak pernah tahu, apakah pria itu menerimaku karena dia mencintaiku ataukah tidak. Dan terjawab sudah, saat malam itu aku memergokinya bersama wanita cantik di sebuah apartemen. Aku yakin ... mereka melakukan hubungan dewasa di dalam sana. Ah, aku benci memikirkan hal ini lagi. Aku ingin melupakannya, namun rasanya sulit. Jadi, ini ya yang dinamakan gagal move on? Aku terlalu mencintainya, hingga terasa berat untuk meninggalkannya.

Sudahlah, banyak hal yang perlu aku pikirkan dibandingkan cinta. Aku harus memastikan keadaan paman dan adikku. Setelah mereka tahu bahwa aku telah tiada, bagaimana, ya? Mereka pasti merasa sangat kehilangan. Aku juga merasa menyesal karena Tuhan harus mencabut nyawaku duluan. Padahal, aku harus merawat Paman Harang yang sakit-sakitan, dan membesarkan adikku yang masih berusia empat tahunan.

***

Sudah sekitar tiga harian aku tinggal di apartemen. Tidak ada seorang pun yang datang. Aku kesepian dan hanya telepon dari ibu yang menemaniku setiap malam. Dalam waktu ini, aku juga telah menyempatkan diri mengunjungi rumahku di daerah Dong-gu. Namun, kosong. Bibi yang menyewakan rumah itu mengatakan bahwa pamanku telah keluar dari sana karena lama menunggak biaya sewa.

Aku sempat kehilangan jejak. Bahkan, tetangga kami juga tidak ada yang tahu ke mana paman dan Hamin pergi. Aku hampir putus asa, tetapi aku tidak akan menyerah sampai aku menemukan mereka berdua.

Tak terasa, malam tiba dengan cepat. Pemandangan kota dari jendela kaca sungguh mengagumkan. Terkadang, aku duduk di balkon sambil menyesap secangkir teh yang masih hangat. Menenangkan diri sejenak dan merencanakan nasibku ke depannya. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Di tubuh Kim Sohyun ini, apa peran yang harus aku lakukan? Sementara, aku sendiri punya keluarga di luar sana, yang entah di mana keberadaannya. Lalu, jika bertemu paman dan Hamin, mereka pasti tidak akan percaya kalau aku masih hidup dan masuk ke tubuh orang lain. Sejak awal, ini memang tidak rasional.

Aku menghela napas, dan tampak kepulan udara berwarna putih melayang di hadapanku. Wajar, karena sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Cuaca di Daegu menjadi tidak menentu. Namun belakangan, curah hujan yang turun lumayan tinggi. Bagusnya sejak tadi pagi, awan mendung tidak muncul. Membuatku hari ini cukup puas karena masih bisa menatap langit malam yang cerah walau tidak dihias bintang-bintang.

Selesai dari balkon, aku menuju ke kamar dan mengistirahatkan diri. Hanya dalam beberapa menit saja, aku sudah terlelap. Mungkin karena terlalu lelah pergi seharian demi menemukan paman. Selain itu, aku tidak punya pekerjaan yang pasti.

Tepat dini hari, aku terbangun karena mendengar suara pintu apartemen yang terbuka. Aku sangat terkejut dan ketakutan. Bagaimana jika itu penjahat? Namun, bersamaan dengan datangnya kemungkinan negatif, aku juga berusaha meyakinkan diri dengan hal-hal positif lainnya. Bisa jadi itu suami Sohyun, kan? Yah, tetapi ... Hyunjin bilang kalau kakaknya sangat jarang pulang ke apartemen ini.

Lalu siapa yang datang?

Aku bangkit dari tempat tidur dan buru-buru menyalakan lampu. Aku keluar kamar untuk memeriksa keadaan. Sebelah tanganku sudah siap dengan teflon besi yang aku ambil kilat dari dapur.

Suara langkah kaki pun semakin jelas terdengar. Berderap dengan irama yang santai, namun terkesan mencekam. Aku bersembunyi di balik pantry, lebih detailnya aku berada di bawah meja makan. Tak lama kemudian, aku melihat sepasang kaki dengan menggunakan slippers berwarna abu-abu yang beberapa hari lalu aku lihat ada di rak dekat pintu utama.

Pemilik kaki itu bergerak menuju kulkas, dan aku mendengar suara air yang mengucur di dalam gelas, lengkap dengan tegukan-tegukan kehausan yang diciptakan oleh seseorang.

Aku menyimpulkan, orang ini adalah Kim Taehyung. Setelah yakin, aku pun keluar dari persembunyian dan menyapanya.

"Kau suamiku?"

Orang itu kaget dan tersedak oleh air putih yang barusan diminum. Ia terbatuk-batuk. Karena merasa bersalah telah muncul tiba-tiba, aku segera mengambilkan tisu dan meminta maaf padanya.

"Maaf, maaf! Aku tidak bermaksud mengagetkanmu!"

Ia pun menoleh ke arahku. Dan, hanya tiga kata ini yang langsung tersebut di kepalaku, "ah, dia tampan."

Tidak. Aku tidak senang dengan orang berwajah tampan sepertinya. Aku cukup memiliki trauma dengan melihat seseorang hanya dari tampang luarnya. Dan aku tidak akan mengulang kesalahan yang kedua. Sebelum aku jatuh pada postur tubuhnya yang menawan, aku melayangkan sebuah pertanyaan.

"Untuk apa kau datang ke sini? Bukannya kau tidak pernah menjengukku?" Aku bersikap seolah-olah Kim Sohyun yang sedang memarahi suami tidak bertanggung jawabnya.

Pria itu meletakkan gelasnya di atas meja dengan sangat keras. Sungguh, di matanya sama sekali tidak ada penyesalan. Yang ada hanyalah pancaran emosi yang seakan-akan ia terusik oleh kehadiranku.

"Hah," ia mengembuskan napas. "Sepertinya Hyunjin salah membawa tamu ke apartemenku," ungkapnya kemudian. Aku tidak tahu apa maksudnya berbicara begitu, tetapi yang jelas ... mukanya sangat menyebalkan untuk dilihat. Ada apa dengan ekspresinya yang sarkas itu? Melihat istrinya di sini, bukankah seharusnya ia bertanya bagaimana keadaan Sohyun?

"Malam ini, kau boleh sementara tidur di kamarku. Besok aku akan mengantarmu pulang," katanya sambil melanjutkan acara minumnya.

"Pulang? A-apa katamu? Aku tidak paham."

"Pulang, ke apartemenmu."

Aku memutar pandangan, sedikit tergagap. Anggap saja aku mengerti arah pemikirannya, namun, kenapa?? Kenapa kami harus tinggal di apartemen yang berbeda? Bukannya Sohyun dan pria ini adalah suami-istri? Apakah sebelumnya Sohyun juga tidak tinggal di sini? Aku pusing.

"Sepertinya, kau memang amnesia parsial. Kalau kau lupa, aku akan mengingatkan. Tempat tinggalmu bukan di sini," jelasnya dengan tanpa nada. Orang macam apa dia? Apakah Kim Taehyung aslinya memang pria sedingin ini?

Kalimatnya terdengar tenang, tetapi maknanya benar-benar kejam.

"Aku juga mengingatkan, bahwa kita adalah suami-istri. Tidak peduli sebelumnya aku tinggal di mana, tapi sekarang, aku hanya mau tinggal di sini."

Akhirnya, pria itu bereaksi. Meskipun hanya dengan pergerakan kecil, aku yakin, ia mengerti kemauanku. Pria itu berdiri menyandar kulkas dan melipat kedua lengannya di depan dada. Ia memiringkan kepalanya, menatapku tajam. Entah apa yang ia sedang pikirkan.

"Oke. Aku tidak akan memaksamu pergi, kau boleh tinggal di sini," responnya kemudian.

"Setidaknya sampai 24 jam ke depan," lanjutnya yang tidak aku pahami.

Tbc...

Happy wednesday semuanya! Tetap semangat menjalani hari. Cobaan yang datang menghampiri adalah sebuah ujian untuk mendapatkan masa depan yang lebih pasti.

Keep fighting!!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top