Progres

"MOHON TANDA TANGANI DAHIKU!!!"

"Gak."

"KUMOHON! KAU ADALAH IDOLAKU!"

"Buat apa aku menandatangani jidatmu itu, hah? Itu tidak akan terbawa ke dunia nyata." Owen menggaruk kepalanya kikuk. Sejak tadi ia berusaha untuk mendapatkan tanda tangan si pemain legendaris. Sementara Rachel dan Mesa hanya menganga mendengar ucapan Ringo. Mesa, karena dia pernah bertemu dengan si Acolyte dan tidak merekrutnya karena sibuk. Rachel, karena dia berteman dengan salah satu pemain yang paling terkenal di dunia nyata.

Sonia masih tidak mengerti apapun.

"Tuan? Boleh aku bertanya?" Sebuah anggukan. "Soal... 'White Dictator' ini. Aku masih tidak mengerti apa itu." Ringo menghela napasnya. Dia tidak tahu apa yang harus diucapkan kepada Sonia. 'Aku berasal dari dunia lain dan menjadi salah satu orang terhebat di dunia itu' bukanlah hal yang terdengar normal. Si Acolyte melirik Rachel dan Mesa, namun keduanya hanya menggeleng pelan.

"Singkatnya, aku dulu terkenal di... tempatku sebagai White Dictator. Dan mereka ingin merekrutku." Sonia mengangguk. Ringo tidak tahu apakah si gadis memang mengerti, tapi lebih baik kalau dia tidak bertanya. Besar kemungkinan kalau Sonia malah akan bertanya balik dan membuat Mesa semakin lama berada di rumah Owen.

Tidak boleh ada orang lain yang tahu harta milik si pengendali waktu.

"Jadi, tuan--"

"Sonia. Aku ada tugas untukmu. Melaporlah ke Guild mengenai misi membunuh mahkluk itu." Ringo mengedipkan matanya, memberikan kode kepada Sonia. Awalnya, si Animan hanya menatap tuannya kebingungan, tapi kemudian matanya berbinar lalu mengangguk.

"Aku pergi dulu, tuan!"

"Yop. Hati-hati." Semua pemain, selain Owen yang masih memikirkan strategi untuk meyakinkan Ringo memberinya tanda tangan, menatap Sonia yang berlari keluar. Si Acolyte lalu menepuk bahu partnernya saat berduel dan menatapnya serius.

"Tanda tangan bisa menunggu. Kita harus melanjutkan percakapan ini." Mesa langsung menegakkan posturnya, dan hilang sudah aura kikuk dari Owen. Keempat pemain menatap orang yang berada di sisi lain meja dengan tajam.

"Baiklah, kembali berbisnis. Apa bukti kalau kau memang White Dictator?"

"Satu, akulah orang yang menjadi penasehat tiga Guild terbesar di Dragun Online sekaligus. Dua, aku jugalah yang membuat ketiga Guild itu berperang dengan kedok 'The Last Artifact ada pada pihak lain'. Tiga, padahal akulah yang memegang benda itu." Mesa mengangguk, tapi wajahnya masih memancarkan kecurigaan. Inilah mengapa Ringo tidak mau menyebarluaskan identitasnya. Segala macam pertanyaan akan dilemparkan kepadanya.

"Kalau hal itu semua orang juga tahu. Ada hal yang lebih spesifik?"

"Ah, aku dulu pacaran dengan Green Revolutioner Valen." Ketiga pemain lain yang ada di ruangan itu langsung terbelalak. Ringo sendiri menyeringai sombong, merasa ada kebanggaan tersendiri ketika mengatakan hal itu.

"Rumor itu benar?!" Tanya Rachel. Ringo mengangguk mantap.

"A-ah.... Aku... tidak percaya kalau kau se-semudah itu mengatakannya, Ringo," kata Mesa terpotong-potong. Owen mengangguk setuju. Tapi Ringo tentu saja tidak peduli apa pendapat mereka. Jika mereka perlu bukti, itu bukti terbaik yang dia punya.

"Kenapa rupanya? Berita lama, kok." Ketiga pemain lainnya menghela napas berat. Salah satu misteri dari Dragun Online, yang mana terbawa ke dunia Wyburn, adalah hubungan antara Ringo dan Valen. Pada game sebelumnya, keduanya menunjukkan kombinasi Skill yang luar biasa kuat dan indah dibandingkan dengan Pillar Men lainnya. Bukan hanya itu, keduanya sering didapati berduaan pada berbagai tempat, kadang tertawa bersama, kadang sama-sama tersipu, kadang saling mengejek. Dan dengan entengnya, Ringo menuntaskan misteri itu.

"Berita lama dengkulmu! Kau tahu kalau misteri hubungan kalian itu salah satu dari Tujuh Keajaiban Dragun Online!" bantah Owen marah. Tapi Ringo lebih terkejut tentang apa yang dikatakan si pengendali waktu.

"Hah, apa? Apa-apaan itu?! Enak saja kalian membuat hubunganku dan Valen jadi semacam permainan!"

"EHEM." Mesa mendeham dengan kuat, membuat kedua pemain pria mengalihkan pandangan mereka. Tapi apa yang mereka lihat langsung menggelitik perut mereka.

"Pfft... apa-apaan ini, Mesa? Mukamu kok merah gitu?"

"Loh, Rachel? Demam, ya?" Dan keduanya pun tertawa terbahak-bahak. Tentu saja pihak wanita menatap sepasang pria dihadapan mereka jengkel.

"Owen, Ring--"

Suara Mesa tenggelam dalam tawa yang semakin liar.

"Diam!"

Mesa masih tidak diacuhkan. Ia pun menatap Rachel, dan bawahannya membalas. Entah apa yang mereka ucapkan dalam diam, entah apa yang mereka dapatkan dari pihak lain, keduanya mengangguk bersamaan lalu menarik napas dalam-dalam.

"DIAM KALIAN!"

Kedua anggota Guild Forgotten langsung membisu. Sekali lagi Mesa mendeham, tapi kali ini lebih pelan.

"Baiklah. Karena kau memang White Dictator, apakah kau mau bergabung dengan kami?"

"Tidak. Aku sudah punya Guild dengan pria ini," tunjuk Ringo ke Owen. Si pengendali waktu mengangguk. Mesa menutup wajahnya dengan tangannya sembari menggeleng. Guild yang hanya terdiri atas dua orang. Menciptakan sebuah Guild juga bukan perkara mudah. Butuh uang yang banyak agar menciptakan--

Tunggu, emangnya mereka berdua punya uang sebanyak itu?

"Hei, Owen. Apa Guild kalian sudah resmi?" Owen mengangguk. "Darimana kau mendapat uang sebanyak itu?" Kali ini, Owen tersenyum. Mesa sadar apa maksud dari senyumannya. Senyuman itu bukanlah senyuman kebahagiaan, bukan juga senyuman gila atau senyuman psikopat. Senyum itu adalah senyum yang digunakan oleh seorang pebisnis.

Si brengsek ini pasti sudah menunggu pertanyaan itu.

"Ah? Kau mau tahu? Mau tahu aja atau mau tahu banget?" Rachel dengan cepat menaikkan sebuah jarinya kepada Owen. Lebih tepatnya, yang berada diantara jari manis dan telunjuk. Yang punya rumah semakin melebarkan senyumannya. Mesa mendecak kepada bawahannya, dan Rachel langsung menyembunyikan tangannya. Ringo hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat semuanya.

"Baiklah. Karena Guild kalian sudah resmi, aku akan bertanya kepada kalian. Apakah kalian ingin membentuk [Alliance] dengan Guild kami?" Owen langsung menatap Mesa terbelalak, tapi Ringo hanya menajamkan tatapannya. Alliance, seperti namanya, adalah aliansi dari beberapa Guild. Guild-Guild yang berada dalam suatu Alliance bisa menyelesaikan Dungeon, Raid, dan sebagainya bersama dan membagi hasilnya. Dungeon yang merupakan tempat Grinding pribadi bisa dibagi bersama, dan Raid Boss yang sangat sulit ditaklukkan juga akan lebih mudah dihadapi. Tapi, mau bagaimanapun ceritanya, membuat suatu Alliance dengan Guild Barong Garuda memang menguntungkan mereka.

Jadi, kenapa Ringo benar-benar merasa ada yang salah?

"Kenapa kau mau beraliansi dengan kami?"

"Kau White Dictator. Apa kami perlu alasan lain?" Sebenarnya, Ringo memerlukannya. Tidak ada artinya mereka punya akses kepada kehebatannya jika--

Benar juga.

"Kalian ingin berperang?" Ringo sebenarnya tidak ingin ikut perang senjata jika pihak yang bermasalah dengannya hanya bermasalah dengan dirinya saja. Lake Drake hampir membunuh Sonia, dan perang yang dia buat di Dragun Online berawal dari Valen yang dihina secara terang-terangan di depan umum. Tak ada yang bisa membuat masalah dengannya tanpa terdeteksi.

Jadi, karena ia tidak punya masalah dengan pihak siapapun yang menjadi lawan Barong Garuda, anggukan Mesa hanya membuat Ringo merasa tidak enak badan.

"Dengar, jika kalian ingin berperang, itu terserah kalian. Tapi aku tidak ikut. Owen bisa menerima permintaan Alliance kalian, tapi aku tidak ingin ikut perang ini." Ada banyak hal yang membuat Ringo takut. Tentu saja, pengalamannya di Dragun Online dan dunia nyata telah mengajarinya untuk menemukan kejanggalan-kejanggalan yang bisa berujung fatal. Dan biasanya, kejanggalan itu membuatnya takut sehingga sulit bertindak. Bukan takut terhadap apa yang ada dihadapannya, tapi takut terhadap konsekuensi yang mungkin akan terjadi apabila mengambil pilihan yang salah.

Senyuman licik Mesa bisa ditambahkan pada salah satu kejanggalan yang ia jumpai.

"Kami mengerti. Tapi, kalian berdua harus bertemu dengan pemimpin kami terlebih dahulu untuk menerima Alliance ini." Ringo dan Owen langsung mengerti. Secara tidak langsung, Mesa meminta mereka datang ke markas Barong Garuda. Dari sisi manapun kalian melihatnya, kalian sendiri pasti tahu kalau ini adalah jebakan. Jika mereka menerima dan datang ke tempat Guild besar itu, Ringo dan Owen harus menerima permintaan Alliance Guild Mesa. Jika mereka menolak, ada kemungkinan di masa depan Barong Garuda akan mencari masalah dengan Guild kecil mereka.

Kedua pilihan tidak terlalu menyenangkan sebenarnya. Alliance akan membuat kedua Guild terhubung. Jika pihak Forgotten tidak melapor ketika diminta, Barong Garuda tinggal memutus hubungan dan menyerang mereka dari belakang.

Benar-benar pilihan yang menjengkelkan.

"Jadi, Ringo? Mau pilih yang mana?" Ringo terkekeh. Mesa bertanya kepadanya padahal bukan dia yang punya Guild.

"Kau tanya saja Owen. Dia Ketua Guild." Mulut Owen menganga selebar mungkin kearah Ringo. Sang Acolyte yakin mulut Ketua Guild-nya bisa mengimbangi mulut kuda nil yang mengantuk.

"Ah, ya. Jadi, Owen?"

"Er.... Beri aku satu hari?" Mesa mengangguk lalu berdiri dan meninggalkan rumah itu. Rachel sendiri hanya memandang atasannya pergi. Owen menghela napas panjang, kemudian menatap Ringo tajam. Si White Dictator tak memperdulikannya.

"Ayo, Rachel. Kita pergi." Pernyataannya tak diterima dengan baik oleh kedua orang lainnya. Owen langsung mengusut keningnya lelah, dan Rachel hanya menatapnya kebingungan. Ringo yang sekarang menghela napas.

"Aku yakin pilihanmu pasti penuh perhitungan, Owen. Rachel, kita disini mau mabar, jadi ayo mabar."

Beberapa saat kemudian tinggallah Owen sendirian di kediamannya dengan wajah geram.

...

"Ringo, maaf ya." Yang dipanggil mengalihkan perhatiannya dari barang-barang yang berada dihadapannya. Ringo, Rachel, dan Sonia yang baru saja kembali dengan uang yang cukup banyak, sedang jalan-jalan di pasar kota Lindbeck. Seperti biasa para Merchant meneriakkan yel-yel mereka, dan para pembeli melihat-lihat suvenir yang ada. Mereka bertiga sekarang ada di depan Merchant NPC yang menjual aksesoris perhiasan.

"Hah? Kenapa?" Tanya Ringo kebingungan. Rachel hanya menggeleng saja lalu memandang sekitarannya, membuat si Acolyte menatap Sonia yang melihat sebuah cincin dengan mata berbinar-binar namun wajah datar. Ringo terkekeh pelan.

"Pak, berapa harga cincin ini?" Si NPC yang terlihat seperti pemungut cukai itu hanya melirik sedikit dari koran (ternyata ada koran disini, pikir Ringo) yang berada ditangannya. Dia pun mengambil cerutu besar yang ada di mulutnya, menghembuskan asap yang mengepul, lalu menjawab,"Eh, 3000 Gold. Tapi pakaian kalian cukup bagus. Pasti harganya cukup murah untuk kalian."

"Baju ini hanya hadiah, tapi kami memang punya 3000. Bisa aku melihat Stats-nya dulu." Hanya sebuah anggukan kecil. Ringo tak habis pikir dengan sikap NPC yang satu ini, tapi yang namanya bisnis ya bisnis. Ia langsung membuka Stats cincin yang diinginkan Sonia.

[Elegant Scarlet Ring

Syarat: Pengguna adalah wanita

SP: +500

Deskripsi: Sebuah cincin merah menyala yang terbuat dari darah vampir pengendali takdir. Permata ruby pada cincin ini dikatakan terbuat dari bola mata vampir yang sama.

AGI: +20
INT: +20

Pasif khusus:
Vampirism: Setiap damage yang diberikan si pengguna akan menambah HP pengguna sebesar 10% dari damage tersebut.

Harga jual: 3000 G]

"

Deskripsinya gak ada akhlak," pikir Ringo. Dia menatap Sonia yang juga membaca deskripsi itu, dan si Acolyte tak bisa menyalahkan budaknya yang terlihat jengkel.

"Masih ingin membelinya?" Tanpa basa-basi Sonia mengangguk, dan Ringo memberikan uang yang sepadan kepada si Merchant. Sang penjual menerima uangnya tanpa memberikan perhatian yang berarti. Ringo sendiri mengambil cincin itu dengan kasar, merusakkan beberapa aksesoris lain yang ditampilkan. Tapi sang Merchant hanya menjentikkan jarinya dan voila, semua aksesoris yang ada kembali seperti semula kecuali cincin yang dibeli sang Acolyte.

Ringo bersumpah Merchant itu tersenyum puas sambil membaca korannya.

"Jadi, kalian sudah selesai?" Tanya Rachel. Ringo menggelengkan kepalanya. Ia lalu berjongkok di depan Sonia, menggenggam tangan kirinya dengan lembut dan memasangkan cincin merah darah itu ke jari manis budaknya. Rachel hanya bisa tersenyum kaku melihat keanehan situasi yang ada dihadapannya, sementara Sonia hanya melebarkan matanya. Tapi sayang, sayapnya yang mengepak kesana-sini tidak membodohi siapapun.

"Oke, sekarang kami selesai. Jadi, rencanamu yang sebenarnya mengajak aku... ikut bertualang denganmu apa?" Sejak Rachel meminta padanya untuk mabar, Ringo selalu memikirkan apa yang akan terjadi. Grinding bersama? Melawan Boss Monster? Mengikuti Raid? Menaklukkan Dungeon? Mencari informasi tentang Association of Monsters atau Benzenea? Atau jangan-jangan--

Tidak, itu hanya hormon kejombloannya yang bereaksi. Mana mungkin ada orang yang meminta hal itu.

"Yah, itu sih gampang. Tapi levelmu agak... eh, gitu."

"Woi, aku mengalahkanmu. Hanya dengan Skill penambah darah sementara kau make Job Lost Speller yang Cooldown-nya lebih cepat."

"Ah, benar juga. Kalau begitu berarti--"

Rachel pun mulai membisikkan rencananya kepada Ringo.

...

"INGATKAN AKU AGAR AKU TIDAK MENERIMA SARAN DARINYA LAGI, SONIA!" Ringo berteriak, kakinya berlari secepat yang dia bisa. Tangannya menggenggam Shipsbane Sword dengan erat. Disampingnya, Sonia terbang sembari berusaha untuk menyamakan kecepatannya dengan tuannya yang cukup lambat baginya. Rachel sendiri tertinggal, tapi si Lost Speller menyerang mahkluk yang membuat mereka lari terbirit-birit dengan rentetan Prominence Beam dan Blizzard.

Pertanyaannya: Apa mahkluk yang mengejar mereka?

[BOSS: Carnage Venus Lv. 76

HP: 9972 / 10746]

Ya, benar. Setelah selamat melawan Lake Drake dengan keberuntungan dewa, Ringo kembali mencoba keberuntungannya melawan Boss yang jauh lebih kuat. Hanya karena dia tidak ingin dipandang lemah oleh temannya setelah mengatakan dirinya adalah White Dictator.

Hal ini, sobat, akan sedikit menyakitkan.

Ringo sejak tadi terus menanyakan Damage yang dihasilkan Rachel kepada bunga brengsek itu. Jawabannya yang diterimanya tak pernah berubah, dan Ringo sendiri yakin tidak akan pernah berubah.

"Berapa Damage yang dihasilkan semua Skill-mu?!" Teriaknya melalui Voice Chat. Rachel membalas teriakannya, dan Ringo memutuskan untuk kabur dari sana bersama Sonia agar si Lost Speller sadar Boss Monster adalah mahkluk bajingan yang tidak bisa dilawan tanpa strategi meskipun levelnya lebih rendah.

Damage Rachel tidak pernah mencapai angka 2.

...

AN: Jujur, aku benar-benar gak tahu mau ngisi apaan. Rencananya, habis berdebat dengan Mesa langsung time skip keesokan harinya. Tapi aku pun mikir,'Eh, kan si Rachel ngajak mabar. Masa gak diladeni.' Tada, jadilah lawan Carnage Venus yang OP. Oke, mereka pasti lawan Carnage Venus suatu hari dengan benar. Tapi bukan sekarang.

Jadi, next chapter sudah gampang ditebak, debat antar Forgotten dengan Barong Garuda. Well, debat ya debat. Waktunya membuat hal ini se-absurd mungkin. Mungkin. Writer's Block sakit banget.

Jangan lupa vote, comment, dan krisarnya ya. Let your heart burn your way in Wyburn Online.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top