Musuh Baru

"Apa kalian tidak tahu kalau kalian menyerang rakyat yang tak berdosa?!" bentak Sonia. Pria yang dibentaknya membalas dengan sebuah tusukan kearahnya. Sang Animan menghindar dengan mudah, sebuah tinjuan juga didaratkannya ke wajah si pria tak penting.

Beberapa anggota Yellow Sect lain menerjang dari segala arah dengan pisau yang sama, tapi Sonia tidak sedikitpun khawatir. Malah, dia hanya menghela napas malas. Ketika mereka sudah dekat, sang AniOwl langsung terbang ke langit, membuat orang-orang gila itu menyerang satu sama lain.

Dari atas langit, Sonia bisa melihat kondisi kota Lindbeck yang tentu saja sedang tidak bagus. Manusia berlarian kesana-kemari, banyak gerobak yang dijungkirbalikkan, bahkan ada bangunan yang mulai terbakar. Meski kota itu tidak memiliki banyak kenangan indah padanya, tetap saja Sonia merasa sedih kota yang ditinggalinya selama beberapa tahun diporak-porandakan.

Dan sumbernya yang ada ditengah-tengah kericuhan, menengadah ke langit dengan tangan terbuka dan sebuah tablet batu terbang disisinya.

"Summoner?!"

"Aku, Dorno Doblaine, memiliki sebuah harapan. Ditengah-tengah kesedihan yang mendalam ini aku berdoa; berikanlah daku kekuatan untuk memberikan kedamaian. Datanglah kepada hamba, dan bukalah gerbang menuju neraka! [SUMMON THANATOS]!" Prasasti Dorno mengeluarkan sebuah ledakan raksasa yang berwarna hitam legam, mengubur kota Lindbeck yang penuh kericuhan dalam keheningan yang mencekam. Tak butuh waktu lama asap ledakan tadi menghilang, membuat semua orang di dalam kota Lindbeck semakin panik dan bingung. Tapi tidak bagi Dorno dan orang yang berada di sampingnya.

'Orang'-- kata yang tidak terlalu cocok jika diberikan kepada mahkluk yang berada di sampingnya. Memang, mahkluk itu memiliki wajah seorang pria yang bisa dikatakan 'pretty boy' dengan rambut hitam panjang ala emo. Tapi hanya itulah hal yang manusiawi baginya. Hanya ada sebuah jubah dimana sebuah tubuh seharusnya berada. Kedua tangannya juga terlihat, tapi jari-jarinya berbentuk seperti cakar naga dan berjumlah enam. Cakar-cakar hitam itu menggenggam sebuah sabit hijau metalik bermata pisau sebesar manusia purba. Di belakangnya, enam buah peti mati dengan motif seorang wanita yang menggendong bayi dihubungkan ke jubahnya dan satu sama lain dengan sebuah rantai yang selalu menitikkan darah.

Thanatos, sang dewa kematian rakyat Yunani, berhasil membuat seluruh orang yang melihatnya membeku dalam ketakutan.

Sayang sekali hal pertama yang dia lakukan adalah hal yang cukup konyol.

Mengantuk.

"Woi, bocah kampret, beri aku alasan yang bagus kenapa kau memanggilku. Mengurus semua orang mati adalah pekerjaan yang melelahkan dan aku sedang beristirahat ketika kau memanggil. Kau punya sepuluh detik sebelum aku mengirimmu ke pak tua Hades." Thanatos mengangkat sabitnya ke leher Dorno, dan sang pendeta Yellow Sect langsung berkeringat dingin. Sonia memutuskan untuk menyerang pada saat itu juga, kedua senjatanya dalam genggamannya. Tapi, ketika si AniOwl ingin menghunjamkan pisaunya kepada si pendeta yang tak melihatnya, sebuah peti mati muncul dibelakangnya lalu mengurung Sonia di dalamnya. Suara kayu yang digetok berulang kali dengan keras membuktikan kalau Sonia tidak menerima perlakuan itu dengan baik.

"Ha... Seorang gadis AniOwl. Budak kepada seorang Petualang Pemain, dan menggunakan perlengkapan senjata ciptaan Dewi Astrea meski berlevel rendah. Hmm? Tunggu... Oh, pantas saja. Ternyata si penjual budak itu," kata Thanatos kepada dirinya sendiri. Dorno, yang kepalanya masih  berada pada ujung sabit sang dewa kematian, membuka mulutnya untuk memberikan alasan. Namun, ketika ia ingin berbicara, mulutnya tidak berkompromi. Tak ada suara yang keluar dari tenggorokannya, membuat sang pendeta semakin ketakutan.

"Hei, keluarkan aku!" Sonia semakin kuat menggetok kurungannya, bahkan pisaunya juga ikut ia gunakan. Dirinya sudah terkurung bertahun-tahun. Baru beberapa hari bebas, malah dikurung lagi. Sonia benar-benar merasa murka dan takut. Mungkin si penjual budak memang pria yang baik, tapi dikurung dalam waktu yang lama bagi seorang AniOwl tidak jauh berbeda dengan neraka. Thanatos menggaruk-garuk kepalanya yang bahkan tidak gatal sedikitpun saking bingungnya memikirkan cara menenangkan si gadis.

"Tunggu sebentar, nak, aku sedang melihat riwayat hidupmu. Bentar lagi kelar. Hmm... Oh, jadi si bocah kampret ini memulai perang demi 'menghilangkan The Black Sect', ya? Dan tuanmu adalah anggota The Black Sect juga. Okelah." Thanatos menjauhkan sabitnya dari leher Dorno lalu mengeluarkan Sonia dari dalam salah satu peti matinya. Si AniOwl memberinya tatapan yang sanggup membunuh jiwa yang lemah dalam waktu singkat.

Thanatos hanya mengangguk, mengucapkan 'oke' dengan pelan sebagai respon.

Ketika Sonia ingin menyerang, seorang anggota The Yellow Sect berhasil menikamnya dari belakang pada sayapnya. Sontak ia berteriak kesakitan, tapi dengan cepat ia melemparkan salah satu pisaunya ke orang yang menyerangnya sebagai balasan. Pisau tersebut berhasil menancap ke dahinya, dan rintihan dari orang yang ternyata wanita itu memberinya cukup waktu untuk menarik senjata yang tertancap pada sayapnya, sebuah senjata yang dikenalnya dengan baik.

Sacred Ritual Knife.

"Oh? Hebat juga kau, nak." Sonia refleks ingin menyerang sang dewa kematian yang tepat berbisik di telinganya, tapi bagian tajam senjata hijau miliknya yang hanya satu senti jaraknya dengan lehernya membuatnya mematung. "Dan kau punya refleks yang baik. Tentu saja, klan Ululia terkenal sebagai salah satu klan AniOwl yang paling barbar. Tapi, jika kau pikir seorang gadis yang belum pubertas sepertimu bisa melawan dewa kematian yang hidup seratus miliar tahun lebih lama dari leluhurmu, aku akan mentaktirmu es krim."

"Kenapa... kau tak membunuhku? Bukankah itu tugasmu sebagai dewa kematian?" Tanya Sonia lirih. Sungguh, ketika ia menjadi budak Ringo, tak sedikitpun ia kepikiran akan berurusan dengan seorang dewa kematian. Benzenea? Oke, si Wyburn Minyak masihlah mahkluk hidup. Tapi dewa? Dewa adalah sesuatu yang jauh di atas mahkluk hidup. Hal-hal seperti akal sehat tidak berlaku bagi mereka.

"Otak orang yang memanggilku, Dorno Doblaine, sedang korslet. Jadi aku bersenang-senang saja. Tapi, yah..." Thanatos membawa Sonia terbang. Dari sana mereka bisa melihat kekacauan yang ditimbulkan The Yellow Sect; pemandangan yang sudah dilihat Sonia sekilas.

"Lihatlah tempat ini. Kekacauan, kepedihan, sebagainya, tercipta karena sekte si Cooal dibiarkan menjadi-jadi. Disana," tunjuk Thanatos ke arah timur. Pihak The Yellow Sect menginjak-injak seorang wanita yang memeluk anaknya yang masih bayi. Sonia berusaha semaksimal mungkin untuk tidak langsung melesat ke sana karena sabit si dewa kematian. "Lalu disana," tunjuknya lagi, kali ini ke arah sudut kota. Sonia sekali lagi bisa melihat kejadian keji yang diciptakan The Yellow Sect, dan mulutnya hanya bisa menganga melihat kejadian itu.

"Aku tidak tahu selera kalian Animan secara mendalam, tapi aku tahu terkadang manusia... memiliki insting hewani yang gila."

"Mereka... memperk--" Thanatos menutup mulut gadis itu dengan cepat. "Tidak. Jangan katakan. Kau masih anak-anak." Sonia mengangguk, dan sang dewa kematian melepaskan genggamannya.

"Kenapa kau menunjukkan hal ini? Aku tidak-- hah?" Ketika Sonia sedang berbicara, tiba-tiba saja ia berpindah, jauh dari genggaman Thanatos. Kali ini, ia digendong tuan putri oleh--

"Woi, Owen, turunkan dia. Gak usah banyak gaya." Owen langsung menurunkan Sonia. Ringo menatap budaknya tajam, lalu mengangguk pelan tanpa mengucapkan apapun. Sonia tak mengerti apa yang dilakukannya, tapi ia hanya mengangguk saja.

"Gak di Dunia Bawah, gak disini, masih saja ada orang yang bisa mengendalikan waktu. Here we go again." Thanatos menggaruk... jubahnya? Sebut saja begitu. Thanatos menggaruk jubahnya tanpa alasan yang jelas. Insting Sonia mengatakan ada sesuatu yang tersembunyi di situ, dan dia akan menuruti instingnya dengan baik.

"Tuan, apa perintahmu?"

"Kau bebas melakukan apapun yang kau inginkan saat ini."

...

Dewa kematian yang damai, Thanatos. Sebagai dewa kematian bangsa Yunani, selain para Ker, sudah menjadi tugasnya untuk mengirim mereka yang sudah mati ke hadapan Hades. Meski fisiknya yang tidak jauh berbeda dari monster, banyak jiwa yang merasa tenang berada disekitarnya.

Thanatos adalah dewa yang baik.

Sesuai namanya, ia selalu berusaha memberikan kedamaian pada mereka yang meninggalkan dunia, entah itu mendengarkan unek-unek mereka tentang kegagalan mereka, memberikan kata-kata yang menyegarkan hati bagi mereka yang menangis karena kematian mereka, apapun itu asalkan mereka mati dalam damai.

Yah, kecuali si Sisyphus brengsek itu, Thanatos pertama kalinya ingin menguliti seorang manusia karenanya. Dewa ataupun bukan, dirantai pada batu selama bertahun-tahun bukanlah pengalaman yang menyenangkan, apalagi para Ker terkadang mengejeknya ketika mereka lewat. Untung saja Hypnos datang secara berkala untuk bercerita dengannya, atau tidak dia bisa gila.

Sebagai seorang dewa kematian, terkadang ia harus menjelma di dunia mahkluk hidup untuk memberikan kematian yang damai; sebuah pekerjaan yang menyebalkan. Terutama karena bentuk manusianya-- menurut kata para gadis-- 'ganteng abis'. Oleh karena itu dia lebih suka kalau dipanggil oleh para Summoner.

Sayang, para Summoner selalu menyuruhnya untuk berperang, untuk melakukan hal yang dibencinya. Tidak, dia tidak benci kekerasan. Ia malah suka bertarung. Terkadang ia dan Ares saling bertarung sampai salah satu dari mereka pingsan. Kadang pula ia mengajak Izanami berkelahi agar cewek itu mengeluarkan penat karena Izanagi terlalu banyak menghidupkan manusia.

Tapi perang? Oh, kawan. Perang adalah neraka. Api yang membara melahap bangunan-bangunan, senjata bertebaran dimana-mana, mayat bertumpuk yang mengeluarkan bau busuk; hal-hal yang disukai para Ker. Mayoritas hal yang disukai wanita-wanita psikopat itu adalah hal yang ia benci dan perang termasuk di dalamnya.

Itulah mengapa ketika Dorno Doblaine, seorang pendeta yang mengabdi dalam nama Cooal, memanggilnya untuk menggemakan perang, dia harus menahan keinginannya untuk menyabit kepala si pendeta itu.

"Eits, hampir saja." Thanatos langsung selesai berangan-angan ketika naga yang tercipta dari sihir melesat kearahnya. Sihir Ancient, salah satu Advanced Job dari Wanderer. Jadi pria yang bernama Owen itu dulunya adalah Wanderer? Info yang penting baginya.

"[Time Lock]!" Thanatos menghela napas. Entah apa pikiran si Chronos tua brengsek itu membagikan kekuatannya kepada mahkluk hidup. Kematian adalah sebuah konsep yang terjadi apabila seseorang berhenti mengikuti waktu. Mereka yang bisa mengendalikan waktu sama saja lepas dari kematian selama kekuatan mereka masih berfungsi. Begitulah pengalamannya mengurus para pengendali waktu.

"Semoga kau menyukai hadiahku." Ribuan pisau tiba-tiba sudah mengelilingi Thanatos. Kali ini dia tak tahan untuk menenggelamkan wajahnya pada telapak tangannya. Oke, mungkin sihir bisa menyakitinya, tapi pisau? Apa dia tidak lihat kalau badannya tidak ada? Kenapa manusia-manusia-- oh ya, dan seorang Animan-- ini terkadang otaknya macet?

Pisau disekitarnya tiba-tiba bergerak sendiri, melesat dengan kecepatan yang hebat kearahnya. Merasa ingin pamer, sang dewa kematian menunjukkan kelihaiannya dengan sabitnya. Kedua tangannya bergerak dengan lemah lembut namun cepat, sabitnya berputar-putar layaknya tongkat mayoret. Setiap pisau yang terbang kearahnya terpantul dan hal itu tak akan berubah dalam waktu dekat. Pisau terakhir yang menerjang ia tahan menggunakan dua jarin.

Dewa kematian atau bukan, menghalau ribuan pisau yang terbang kearahnya dengan mudah membuatnya merasa keren.

"Tentu saja kau menggunakan pisau juga, Rogue." Dengan lincah Thanatos melepaskan pisau disela jarinya dan menangkapnha, lalu mengayunkannya ke samping tubuhnya. Benar saja, Sonia, dengan Skill menghilangnya, mencoba untuk menyerangnya secara diam-diam setelah dansa pribadinya. Sayang sekali, kepakan sayap nyamuk saja bisa ia dengar, apalagi kepakan sayap sebesar itu. Ditambah lagi ada bekas luka pada-- ah tidak, sayapnya sudah sembuh. Benar juga, tuannya adalah seorang Acolyte.

Thanatos melihat Sonia menghalangi serangannya dengan sepasang pisau kembar namun beda warna. Dia ingat kalau salah satu pisaunya menancap di kening seorang anggota The Yellow Sect. Thanatos menyempatkan dirinya untuk melihat wanita yang, tentu saja bukan petarung, mencoba menyerang Sonia dan gagal. Ah, nyawanya sudah lepas; para Ker memang sangat senang membawa jiwa orang-orang yang mati dalam perang. Thanatos mengucapkan doa singkat dalam batinnya agar semoga saja nyawa mereka yang mati dalam pertarungan ini bisa mendapat kedamaian.

Oh ya, bukannya ia sedang menahan seorang gadis, ya?

"Kau seorang AniOwl tapi tenagamu gak ada?" Sonia mendesis kearahnya. Ia hanya menggelengkan kepalanya lalu mendorong sang gadis dengan kuat. Terlalu kuat malah. Thanatos meminta maaf, walaupun tak didengarkan, karena sudah melemparkan Sonia seperti roket. Ah, tidak. Gadis itu tidak mati. Sebagai dewa kematian, terserah baginya apabila ingin membunuh sesuatu. Jika dia tidak ingin sesuatu mati, maka hal itu tidak mati. Ketika dia ingin memeriksa Sonia, suara baru memasuki telinganya.

"Dewa kematian Yunani, senang berjumpa denganmu." Thanatos langsung tersenyum bengis, mengalihkan fokusnya dari Sonia ke pendatang baru yang terbang lebih tinggi darinya. Jujur, Thanatos merasa kalau gadis itu terlihat keren ketika ia melihatnya. Dengan sayap yang membuka selebar mungkin dan matahari dibelakangnya, Sahaquiel benar-benar layak mendapat gelar malaikat agung.

"Jadi, dewa kematian damai melawan pangeran langit; Thanatos melawan Sahaquiel. Aku merasa bersemangat."

"Kak Sariel mengirimkan pesan padamu, Thanatos. 'Aku akan menghajarmu ketika kita bertemu lagi.' Tapi, kali ini aku yang akan menghajarmu duluan."

...

Sonia diterbangkan begitu saja. Dihadapannya. Dia benar-benar merasa muak. Kebanyakan pertarungan melawan mahkluk yang bukan manusia belakangan ini berakhir dengan kekalahan mutlak. Ya, pasti karena levelnya masih rendah. Pasti karena dia hanyalah seorang Acolyte.

"Hei, ini Sonia," tegur Owen tiba-tiba, si gadis Animan digendongnya. Sekali lagi, meski sudah dilemparkan seperti mainan, Ringo masih bisa merasakan napasnya.

"Kau beruntung mendapat Astrean Armor. Grit adalah skill yang luar biasa. Tapi..." Owen sendiri juga mengerti. Melihat seorang gadis yang masih belum dewasa seperti Sonia terluka secara berkala bukan pengalaman yang menyenangkan bagi segala pihak. Ringo pun mulai menggunakan skill penambah darah yang diketahuinya, meski jumlahnya tak banyak.

"Tapi, yah... Ayah berhasil memanggil bantuan, tapi aku tidak menyangka kalau salah satu dari Guild besar, apalagi Guild-nya Valen, yang akan datang membantu kita." Ringo mengangguk setuju. Ketika kabar penyerangan The Yellow Sect datang kepadanya, Ayah dengan cepat memanggil bantuan melalui chat pribadi. Pasti untuk menghalangi kebocoran informasi. Tapi tetap saja, memanggil Cosmic Flower seenak jidat...

Barong Garuda punya koneksi yang tak bisa dianggap remeh.

"Hei, Guild Forgotten," Nah, ini dia orangnya. "Aku berhasil memanggil bala bantuan dan memobilisasikan anggotaku untuk mengevakuasi para warga dan 'menghantam' semua anggota The Yellow Sect."

"Persis seperti perintahku." Ayah mengangguk. Ringo merasa puas. Akhirnya ada orang yang cukup hebat dalam lingkaran koneksinya. Jangkauannya meluas dengan cukup signifikan dalam waktu singkat. Dia pasti akan menggunakan koneksi ini suatu hari nanti.

Tapi tidak sekarang. Dorno masih pingsan ditengah-tengah teriknya matahari dan Thanatos pasti tak akan membiarkan seorang pun menyentuhnya. Meski Sahaquiel yang menjadi lawannya.

"Jadi? Kali ini apa rencanamu, Ringo?"

"Ayah, Job-mu apa?"

"Grim Reaper."

"Oke. EX Skill ada?" Sebuah anggukan. Mantap.

"Nah, ketika Thanatos ingin menyerang Sahaquiel, gunakan Astral Mode. Owen, spam pisau kearahnya dan juga sisipkan beberapa naga ngamuk. Aku akan menyembuhkan Sonia agar dia bisa ikut membantu kalian." Keduanya mengangguk, dan Owen sudah menghilang sebelum Ringo bisa berkedip. Ayah menghela napas, membisikkan 'Special Job sialan' pada dirinya sendiri yang sayangnya terdengar sang Acolyte. Yup, dia akan memberitahukan hal itu kepada Owen ketika waktunya pas.

"Baiklah, Sonia, waktunya... Sial, dimana si bego itu meninggalkannya." Benar juga. Sonia kan digendong Owen selama mereka berdiskusi. Apa mungkin si bodoh itu menggendongnya ke rumahnya?

"Halo, Ayah dari Barong Garuda. Sepertinya kami datang tepat waktu." Ringo menyeringai. Ia mengenal suara yang muncul dari balik tubuhnya. Terdengar lebih kalem, dan lebih tegas.

"Oh, Eleanor! Valen! Trash! Kalian sudah tiba! Perkenalkan teman baruku." Ayah brengsek. Senyuman jahilnya terlihat jelas bagi sang Acolyte. Apa si bodoh ini tak melihat situasi?! Bukankah dia adalah pemimpin Guild yang berencana menjungkirbalikkan Banehollow?!

"Hmm? Kakak, siapa ini?" Ringo berbalik. Tentu saja, tidak ada yang terkejut melihatnya. Wajahnya bisa ditiru dengan mudah. Pihak ZetaVirus kurang ajar.

"Aku Ringo dari Guild Forgotten." Akhirnya ada yang terkejut. Hari ini pasti akan menjadi hari yang sangat panjang.

...

AN: New character. Persona 3 player rise up.

Oke, jokes kesampingkan dulu. Aku memang sudah berencana untuk memunculkan Thanatos, tapi aku tidak tahu kapan waktu yang pas. Soalnya Thanatos ini jadi karakter penting untuk menjalankan Main Story-nya. Terlalu penting malah. Jadi mari kita lihat saja berkembangnya kemana ini XD

Maaf agak sore updatenya. Aku nggak main Persona 3 Portable, kok. Atau baca fanfic Touhou. Enggak, aku tidak melakukannya.

Jangan lupa vote, comment, dan krisarnya ya. Let your heart burn your way in Wyburn Online.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top