9

WULFER bergerak mengikuti dengung.

Mungkin akan terdengar aneh bila Wulfer harus menjelaskan bagaimana inderanya bekerja kepada seseorang. Batu mulia, tembaga, emas, serta logam atau material sejenisnya memiliki dengung dan aromanya sendiri yang amat samar namun dapat tertangkap oleh inderanya. Berbeda dengan bebatuan, atau tanah, atau kayu yang nyaris 'sunyi', dengung dan aroma dari material-material itu bervariasi tergantung jenis, kemurnian, dan lokasi.

Yang paling dikenali Wulfer adalah dengung dan aroma yang berasal dari perak. Dia harus mengenalinya karena perak adalah kelemahan terbesarnya.

Maka, seharusnya, menemukan ruangan yang pastilah dipenuhi segala jenis bebatuan maupun logam berharga bukanlah pekerjaan yang terlalu sulit.

Mansion misterius Vasser memiliki begitu banyak kelok, lorong-lorong kosong, serta pintu-pintu yang tertutup. Tetapi jarang sekali terdapat jendela, sehingga Wulfer tidak dapat sembarang melongok untuk memastikan kalau-kalau dia melewati ruangan yang penting.

Sembari mengendap-endap untuk menghindari patroli penjaga, Wulfer berusaha menghapal rute yang dilaluinya dan bertanya-tanya dalam hati bagaimana keadaan Rutger sekarang. Dengan tubuh sebesar itu, tentu akan lebih sulit menyembunyikan diri. Ditambah, pria itu tidak memiliki indera luar biasa peka seperti dirinya.

Wulfer mempelajari ciri-ciri Batu Darah dari beberapa ilustrasi yang terdapat di buku milik ayahnya, namun itu masih belum cukup. Sebelum keberangkatan mereka, Wulfer mengorek lebih detail mengenai wujud batu itu dari Rutger. Deskripsi yang diberikan Rutger didasari informasi yang diperolehnya melalui dokumen-dokumen dan jurnal yang ditemukannya di dalam kantor letnan atasan Lijsbet.

Batu Darah--menurut penggambaran Rutger--menyerupai gundu seukuran buah kenari, dengan permukaan yang mulus tanpa cacat. Tetapi ada yang membuat Rutger sedikit bingung. Menurut pria itu, di dalam jurnal yang ditemukannya di kediaman sang letnan, dia menemukan catatan tambahan mengenai warna batu tersebut.

'Merah pada saat dipakai. Hitam pada saat tidak aktif.'

Apakah Wulfer harus menjarah saja semua batu bundar mencurigakan yang berwarna merah dan hitam?

Wulfer mengacak rambutnya frustasi. Sejuta kekhawatiran berkecamuk di benaknya.

Bagaimana bila Rutger tahu lebih banyak, tapi bertindak licik dan memberitahu Wulfer sesedikit mungkin agar membingungkan? Bagaimana jika pria itu memutuskan untuk mengambil batu itu sendiri dan melarikan diri? Bagaimana bila cerita soal Lijsbet hanyalah sesuatu yang dikarang-karangnya?

Wulfer merasakan amarah dan ketakutan bercampur dan perlahan menggelegak memenuhi dirinya, namun dia berusaha menguasai diri. Misi nekat ini adalah keputusannya. Bagaimanapun hasil dari seluruh tindakannya malam ini, dia harus menghadapinya.

Aku harus fokus.

Setelah rasanya bermenit-menit menyusuri lorong-lorong yang remang-remang dan bergerak semakin jauh ke pusat mansion, Wulfer menghentikan langkahnya dan bersembunyi di balik pilar besar tak jauh dari salah satu pintu kayu. Dari pintu itu, menguar dengungan dan aroma yang paling pekat, bercampur dan sulit dikenali, pertanda ada banyak material di dalam ruangan di baliknya. Ada dua orang penjaga yang berdiri di depan pintu. Tetapi penampilan mereka berbeda dengan para penjaga berseragam hitam yang sedari tadi terlihat.

Kedua penjaga laki-laki itu terlihat necis, dengan setelan gelap dan penampilan rapi. Berperawakan kurus dan tinggi, serta memiliki kulit dan warna rambut yang pucat. Bagi Wulfer, mereka terlihat hampir-hampir seperti jika seseorang meniupkan tepung ke seluruh kepala mereka.

Dan mereka berbau... aneh.

Wulfer menunggu dengan gelisah.

Tiba-tiba, salah satu dari penjaga itu menaikkan hidungnya ke udara.

"Kau mencium itu?" tanyanya pada rekannya yang berdiri di sebelahnya.

"Mencium apa--"

"KEBAKARAN!"

Satu orang penjaga berpenutup mulut berlari-lari panik ke arah mereka, "Kebakaran di penjara!"

"Apa?!"

"Para budak meloloskan diri! Kami butuh seluruh bantuan!"

"Kita perlu membereskan ini sebelum Vasser tahu..."

Wulfer mengawasi ketiga orang itu berderap pergi menuju sumber kericuhan di mana terlihat asap hitam tebal membubung tinggi ke langit malam. Di tengah suara-suara teriakan dan tembakan di kejauhan yang tertangkap pendengarannya, Wulfer berlari keluar dari persembunyiannya menuju pintu yang kini tak berpenjaga.

Dia mengeluarkan jarumnya dan mengutak-atik lubang kunci, kemudian menyadari sesuatu yang ganjil.

Wulfer mencoba membuka pintu itu dan mendapatinya tak terkunci. Di dalam ruangan yang tak terlalu besar itu, terdapat berderet-deret rak terbuka yang menyimpan benda-benda bernilai luar biasa. Lukisan, perhiasan, senjata, aksesoris, topeng, pakaian, kain, buku, patung, hingga peti-peti besar yang entah menyimpan apa lagi...

Dua penjaga itu bukanlah orang biasa, Wulfer menyimpulkan dalam hati. Tidak ada alasan yang lebih masuk akal lagi bila Vasser berani meninggalkan ruangan sepenting ini dalam keadaan tak terkunci hanya dengan penjagaan dua orang.

Hitam atau merah. Hitam atau merah.

Wulfer berjalan dengan cepat menyisiri rak-rak itu, berusaha mengandalkan pengetahuan minimnya mengenai penampilan Batu Darah. Dia memeriksa kotak-kotak kecil yang tertutup, hiasan-hiasan batu pada pedang, kalung, anting, apapun... namun tak menemukan yang menyerupainya.

"Tidak ada di sini." Wulfer mencengkeram rambutnya frustasi, sembari masih berkonsentrasi mendengarkan suara sekecil apapun dari luar. Dia panik, kehabisan waktu, tangannya terbakar beberapa kali karena tak sengaja menyentuh barang yang terbuat dari perak, dan batu itu tak bisa ditemukannya. Tidak ada cara lain selain mencoba menemukan batu itu pada saat lelang berlangsung...

Bunyi derap samar yang bergerak mendekat tertangkap telinga Wulfer. Dengan gesit, Wulfer menyelinap keluar ruangan, menutup pintu dengan perlahan dan berlari menuju sudut yang terlindungi bayangan persis ketika sosok dua orang pucat itu kembali muncul di ujung koridor dengan langkah-langkah cepat.

Wulfer berlari meninggalkan bagian mansion itu untuk kembali menuju ruangannya, jantungnya bertalu-talu karena akumulasi kepanikan dan ketakutannya. Bila batu itu tidak pernah di sini, bukankah semua ini sia-sia saja? Sejak awal kenapa aku begitu bodoh dan tanpa perencanaan?!

Seluruh penjaga untungnya tengah terfokus pada kebakaran yang terjadi sehingga Wulfer tidak berpapasan dengan siapapun. Ketika akhirnya dia mencapai pintu yang dikenalinya, Wulfer menyerbu masuk dan mendapati ruangan itu kosong melompong.

Wulfer meraung marah, menyadari ini sudah lewat cukup jauh dari waktu yang mereka janjikan. Jika orang itu tidak kembali...

Pintu ruangan terbuka dengan berisik.

Itu adalah Rutger.

"Rutger!" gelenyar kelegaan merambati diri Wulfer melihat pria itu kembali dengan selamat. Namun Rutger tidak sendiri. Dia kembali sambil memapah seorang wanita yang kelihatannya setengah pingsan. Wanita itu terlihat kurus, mengenakan pakaian compang-camping dan memiliki kulit gelap, perawakannya seperti orang pribumi.

"Kau menemukannya?" tanya Wulfer dan Rutger nyaris bersamaan.

"Aku menyusup ke ruang penyimpanan namun nihil." Wulfer menyahut lebih dulu.

Rutger membaringkan wanita itu di satu-satunya kursi di ruangan itu dan menggeleng muram, "Aku malah menemukan ruangan berisi binatang-binatang mengerikan hasil eksperimen. Aku berani bersumpah sekilas melihat macan kumbang berkepala monyet sebelum buru-buru menutup pintunya karena mereka mulai berteriak-teriak dengan berisik..."

"Siapa dia?"

"Dia salah satu budak yang terlalu lemah untuk melarikan diri dari kebakaran. Aku sudah memberitahu mereka semua untuk segera kabur sebelum apinya menyebar. Mereka melakukannya, tapi yang satu ini--"

"Apa tidak bisa cari ruangan kosong saja untuk dibakar?!"

"Bagaimana bisa setelah aku tak sengaja menemukan penjara itu! Sekalian saja selamatkan mereka!"

Wulfer menggeram gusar sambil meremas-remas jam sakunya, sementara Rutger menyadari bahwa wanita budak itu mulai tersadar dari pingsan.

"Kau baik-baik saja? Butuh minum?" Rutger menghampirinya.

"Meester... meester... kalian... harus lari..." wanita itu berujar serak dan lemah dalam bahasa pribumi.

"Apa?" Rutger mengernyit.

Wanita itu memegangi lehernya, terdapat bekas luka tusuk di situ, kulit di sekitar luka-luka itu menghitam dan mengeriput, "Dia... dia merajai mereka."

"Apa yang kaubicarakan?" Wulfer ikut berlutut di sebelah wanita itu dan menyadari bau manis memusingkan menguar dari tubuhnya. Tetapi Rutger tampaknya tidak menciumnya. Wulfer menutupi hidungnya, merasa mual.

"Meester harus membunuh saya..." wanita itu mencengkeram kerah baju Wulfer.

"Apa...?"

"Se-sebelum..."

Tiba-tiba, pandangan wanita itu berubah menerawang. Dia mendongakkan wajahnya ke atas. Mengendus.

Kemudian dia menatap Rutger.

Wanita itu perlahan bangkit dari kursi, lalu tiba-tiba menerjang Rutger hingga pria itu terjengkang ke belakang dan menghantam kerangkeng.

"APA YANG KAULAKUKAN?!" Rutger memberontak dari cengkeraman tangan-tangan kurus dan pucat milik si wanita, "Menyingkir dariku!"

"Butuh... darah..." wanita itu berbisik parau seraya menatap dengan penuh nafsu ke arah leher Rutger, sebelum dia membuka mulutnya dan taring-taring tajam bermunculan.

Sembari menahan rasa mual, Wulfer menarik paksa wanita itu hingga terlepas dari atas Rutger dan memeganginya dari belakang. Tetapi dengan kekuatan mengejutkan, wanita itu berhasil lepas dari genggaman Wulfer dan berbalik menerkamnya.

"Wulfer!" Rutger berusaha memisahkan si wanita yang sekarang tengah menindih Wulfer dan mencekiknya, namun sungguh mencengangkan melihat kekuatan pria besar itu tak ada gunanya melawan kekuatan si wanita. Wanita itu berteriak-teriak dan mengayunkan tangannya dengan liar hingga cakarannya mengenai lengan Wulfer yang terangkat untuk melindungi wajah.

Dengan berang, Wulfer mendorong wanita itu hingga menubruk dinding di belakangnya. Si wanita kembali bangkit dan menerjang seperti orang kesetanan.

Wulfer mengerahkan seluruh konsentrasinya untuk merubah diri menjadi separuh serigala. Dia dapat merasakan separuh wajahnya bermetamorfosis, sebelah lengannya membesar menyerupai yang dimiliki wujud monster penuhnya... dia mengeluarkan cakarnya dan menerkam. Keduanya terbanting ke lantai. Sebelum wanita itu sempat berdiri, Wulfer mengunci pergerakannya dan akhirnya berhasil memutar lehernya hingga berbunyi krek.

Keadaan sunyi senyap. Si wanita terkulai, tampak tak bernyawa.

Rutger mematung syok.

Namun beberapa saat kemudian, wanita itu kembali tersadar.

"Apa-apaan?!" Rutger menyeret dirinya mundur dengan ngeri ketika wanita mengeluarkan suara lengkingan marah dan kembali berusaha menyerang.

Wulfer menghantamkan tubuh kurus si wanita ke dinding dan mencekik lehernya. Wanita itu menggelinjang dan memberontak, memukul dan mendorong berusaha meloloskan diri, namun sia-sia.

Wanita itu terus menjerit-jerit dan berusaha menggigit wajah Wulfer. Taring-taring tajam dan mengerikan memenuhi mulutnya. Wulfer tak kuasa lagi mengendalikan emosinya, dia menghunuskan cakar-cakar panjangnya hingga menembus jantung milik si wanita.

Wanita itu mengeluarkan jeritan panjang kesakitan yang membuat Rutger menutupi kedua telinganya. Kemudian matanya yang terbuka membeku, seluruh tubuhnya melemas dan ambruk ke lantai, tak bergerak lagi.

"Kau... kau membunuhnya." Rutger berujar gemetaran.

"Dia mencoba menghabisimu, jadi... terima kasih kembali." rutuk Wulfer, terengah. Dia berjalan mundur dan merogoh jam sakunya, berusaha merubah dirinya kembali... tetapi gagal. Dia memandangi tubuh wanita itu yang perlahan berubah menghitam, seperti gosong.

"Darah..." ujar Rutger perlahan, mengulang perkataan yang diucapkan wanita itu ketika mencekiknya, "... dia bilang dia butuh darah."

Wulfer berjengit kesakitan. Dia mengamati luka cakaran di lengan monsternya yang mengalirkan darah segar. Mengapa lukanya belum menutup?

Dahi Wulfer terkernyit. Otaknya mulai menyusun kepingan-kepingan hal misterius yang diketahuinya. Pencarian Batu Darah. Pembunuhan Lijsbet dan sang letnan. Budak yang berperilaku seperti makhluk haus darah...

Mungkinkah...?

Seluruh kejadian itu membuat Wulfer lengah. Tiga orang penjaga bersetelan dan berpenampilan pucat telah muncul di ambang pintu. Mereka menyaksikan mayat budak yang tergolek menghitam di tanah, Rutger yang terduduk tak berdaya, serta Wulfer yang berwujud setengah monster, berada di luar kerangkeng, dan terbebas dari rantainya.

Lagi-lagi, bau manis itu.

"O-oh... syukurlah! Syukurlah kalian datang!" Rutger merangkak ke arah para penjaga itu dan mulai melolong panik, "Tiba-tiba saja wanita gila itu muncul entah dari mana dan menyerangku! Aku tidak akan selamat andai saja bocah monster itu tidak mondobrak kerangkengnya dan membunuh wanita itu!"

Entah sejak kapan mayat si wanita telah hancur menjadi serpihan-serpihan abu, menyerupai arang yang sudah dipakai terlalu lama. Herannya, tak ada satupun penjaga yang terlihat kebingungan atau mempertanyakan pemandangan itu. Dengan sigap, mereka menarik Rutger berdiri dan melemparkan rantai kepadanya.

"Ikatkan itu ke tangan monstermu." perintah salah satu penjaga yang berambut pirang berkuncir.

Rutger menggumamkan maaf pelan seraya mengikatkan rantainya ke kedua tangan Wulfer, yang cukup sulit dilakukan karena ukuran tangan monsternya berbeda dengan tangan normalnya.

"Kalian ikut kami. Lelang akan dipercepat karena... sedikit kecelakaan yang terjadi." jelas Si Pirang pada Rutger sambil menatap sisa-sisa abu si wanita, "Dia hanya salah satu barang yang berhasil kabur. Tidak perlu khawatir."

Wulfer merasa beruntung karena para penjaga itu tak repot-repot memeriksa kondisi gembok dan rantai yang dilepas dengan rapi. Seharusnya dia kembali ke dalam kerangkeng sebelum penjaga datang menjemput.

Kini skenarionya berantakan.

Rutger menatap Wulfer was-was, seolah berusaha mengiriminya pesan tanpa kata.

Aku punya firasat buruk soal ini.

🌒

A/N:

So, Rutger's back.

Bagaimanakah rencana acak adul Wulfer akan berujung?

Leave votes and comments, jangan lupa kunjungi seri cerita Leanders lainnya!

Leanders Series:
1. Asmosius: The Master of Rats by Ralorra
2. Wulfer: The Black Snout by me :)
3. Eberulf: The Black Fang by Azza_Fatime
4. Debora: Vervloekte Hand by Aesyzen-x
5. Ignicia: Girl From Hell by ZiviaZee

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top