10 | lacoste
Seneng kagak w update tiap hari?
Atau mau seminggu sekali aja kayak Tax Included?
==========
Meski sempat terjadi huru-hara, liburan tidak berakhir buruk-buruk amat.
Sesuai rencana, selepas sarapan, yang lain masih sempat keliling Ubud sampai tengah hari, sementara Bimo dan Sabrina terpaksa tetap tinggal di villa. Sorenya, setelah mampir ke rumah makan yang diinginkan Sabrina, mereka semua kembali ke Canggu dengan badan capek tapi puas.
Hari Senin keesokan harinya berjalan normal seperti di minggu pertama.
Barulah di hari Selasa pagi, terjadi kehebohan lagi.
Tidak lain tidak bukan, diprakarsai oleh Sabrina Tanjung, pacar drama queen Bimo.
Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba terdengar jeritan dari kamarnya pada pagi buta.
Iis dan Zane sedang jogging. Bimo masih mandi. Jadilah Mail dan Agus yang kebetulan ada di dapur yang kemudian bergegas mendobrak kamarnya.
Sialnya, cewek yang bersangkutan nggak ada di kamar. Melainkan di kamar mandi.
"Kenapa? Jatuh kepleset?" Gusti bertanya cemas sambil menggedor-gedor pintu di depannya.
Tidak langsung ada sahutan, membuat suasana jadi agak mencekam selama beberapa saat.
"Eung ... Mbak Iis ada?"
Saat akhirnya Sabrina menjawab dan balas bertanya, baik Gusti maupun Mail langsung bisa menebak apa yang sedang terjadi.
"Pantes selama ini gue ngerasa kita jarang nyambung. Jadi lo baru puber sekarang? Baru dapat haid pertama, makanya panik?" Mail mendengus malas, teringat keponakannya di rumah, ketika mengalami hal yang sama dengan Sabrina saat ini. Bedanya, keponakannya sudah mulai haid di kelas enam SD.
Belum sempat kedua cowok itu pergi, pintu Sabrina sudah menjeblak terbuka duluan.
Sang cewek yang sudah berpakaian lengkap, dengan handuk membungkus kepala, keluar dari kamar mandi dengan muka merah padam. Tidak mau repot meladeni dua cowok di kamarnya, dia langsung keluar begitu saja. Nyaris bertabrakan dengan Bimo yang baru hendak masuk memeriksa keadaannya.
"Pagi-pagi teriak, ada apa, Sab?" Bimo bertanya kalem. Pada dasarnya cowok-cowok di rumah itu memang kalem-kalem, sih.
Sabrina yang merasa nggak mungkin menjelaskan masalahnya di depan Gusti dan Mail, kemudian mendekati pacarnya dan berbisik tepat di kuping.
"Oh ... ya udah, minta ganti jadwal aja." Bimo lalu menyahut solutif.
Tapi sayang, Sabrina tidak menyukai solusi yang ditawarkannya.
"Nanti aku nggak ada temennya dong, kalau ujian sendiri." Cewek itu merengut, sedih berlebihan seperti biasa.
"Ya mau gimana lagi? Masa nekat tetep masuk?" Bimo merangkul bahu ceweknya dengan sabar. "Selain khawatir tembus, emang nggak takut kram perut pas nyelem?"
"Bener kan gue bilang, lo baru dapet pertama, kan?" Mail sotoy.
Tapi nggak salah-salah amat, sih.
Meski bukan haid pertama banget, saat ini Sabrina sedang khawatir karena tamu bulanannya datang kecepetan, bertepatan dengan jadwal ujian selamnya. Siapa yang nggak jadi panik coba?
"Udah, udah ... nggak usah drama. Pake tampon atau menstrual cup kan bisa." Mail yang kayaknya lebih ahli ketimbang Sabrina, memberi solusi lain.
Sementara itu, Bimo dan Gusti yang nggak tahu menahu soal onderdil perempuan cuma bisa melongo.
"Nah itu, sarannya Ismail, kalau emang bisa, ya dicoba aja." Bimo mengangguk-angguk meski nggak ngerti.
Anehnya, Sabrina masih pasang muka panik.
"Aku bahkan nggak tahu bentuknya itu benda kayak gimana, Biiim ...." Sabrina malah mewek, yang membuat Mail ternganga dan Bimo jadi harus makin sabar menenangkannya. "Lagian, emang nggak apa-apa aku pake begituan? Yang dimasuk-masukin gitu?"
Mail mau meninggoy.
Kayaknya memang benar sih, yang diomongin Zane pagi-pagi saat di villa itu. Si Sabrina-Sabrina ini emang masih polos, belum pernah diapa-apain sama Bimo, dan nggak seharusnya Mail berkontribusi merusak otaknya.
"Tunggu Mbak Iis aja, oke? Tunggu Mbak Iis." Mail angkat tangan.
Tapi ternyata, Iis yang notabene nggak hobi olahraga air juga nggak punya alternatif lain. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan Sabrina soal aman nggaknya ABG tingting macam dia memakai benda-benda tersebut di atas, apalagi tips dan trik untuk yang baru pertama kali akan menggunakan.
"Gue bisa aja pergi nyariin tampon sekarang sebelum ngantor. Cara makainya bisa lihat di YouTube. Tapi soal lain-lainnya, gue juga nggak tau karena nggak pernah make, Sab." Iis berbisik dengan wajah prihatin.
Jujur, Iis sendiri yang umurnya sudah hampir 21, masih ngeri membayangkan harus memasukkan sesuatu ke dalam vagina dan membiarkannya berada di sana dalam jangka waktu cukup lama. Takut iritasi dan infeksi.
"Ckckck." Sekali lagi, Mail yang julid memasang wajah mencemooh kedua cewek jadi-jadian di depannya. "Gue telponin Regina, biar mampir ke sini sebelum berangkat kerja. Udah ya, case closed."
~
Iis bilang, Linggar sedang ada project di Denpasar dan berencana mampir menginap semalam di tempat mereka. Cowok itu akan menggunakan penerbangan sore dari Surabaya.
Sebagai teman yang baik, Zane kemudian menawarkan diri untuk menjemputnya sekalian sepulang kantor. Jadilah pagi ini dia bela-belain berangkat menggunakan mobil. Merelakan durasi perjalanan dari rumah ke kantornya jadi molor hampir dua kali lipat di titik-titik kemacetan.
Tapi rasa capeknya terbayar ketika dia tiba di rumah bersama Linggar sore menjelang petang, dan mendapati Iis tersenyum lebar, menanti mereka di depan rumah.
Yang namanya persahabatan memang aneh. Yang disamper gebetannya si Iis, yang repot Zane, tapi Zane ikut senang.
"Dah, kalau mau langsung pergi lagi, silakan pakai motor gue. Tapi nanti kalau mau makan seafood, dikira-kira porsinya, nanti asam urat lo kambuh lagi. Heran deh, cewek-cewek di sini, masih muda tapi badan udah jompo semua." Zane menepuk-nepuk puncak jilbab temannya dengan lagak sok bijak.
Iis mendengus bete, tapi mengiyakan juga tawaran Zane untuk meminjam motornya.
"Oiya, satu lagi." Zane menghentikan mereka sebelum benar-benar pergi. "Nanti lo tidurnya di atas, kamar tengah, sama gue ya, Nggar. Si Mail udah ada tamu tetap sekarang."
Selesai urusan dengan Iis, Zane langsung pergi mandi dan memesan makan malam.
Dia makan sendirian dan mengenaskan karena katanya Agus sudah makan duluan, sementara Bimo dan Mail nggak usah ditanya. Mereka adalah budak wanita.
Karena nggak ada kerjaan, nggak berselang lama setelah makan, dia berencana tidur. Linggar menyusul masuk kamar tidak lama setelahnya. Zane yang belum lelap menyembunyikan muka di balik bantal biar nggak diajak ngobrol.
Awalnya, keadaan aman-aman saja.
Tenteram.
Tidak sunyi, tentu saja, karena suara kendaraan lalu lalang di jalan depan rumah masih terdengar tidak ada putus-putusnya. Tapi, entah bagaimana, Zane kemudian mendengar suara-suara yang mengganggu.
Selepas suara-suara langkah kaki, suara kran kamar mandi, dan suara ngobrol pelan dari arah kiri-kanannya, perlahan-lahan Zane mendapat pengalaman yang paling tidak dia harapkan: ASMR kegiatan tidak senonoh teman-temannya. Suara-suara kecupan basah dari kamar Bimo dan desahan tertahan dari kamar Mail.
Zane bergidik sendiri.
Selain seperti mendapat sensasi menginap di Hotel Melati, posisinya yang saat ini berada sekasur dengan Linggar membuatnya mendadak kayak pasangan homo.
Saking merinding, akhirnya dia pilih mengendap-endap keluar kamar dan mengungsi ke sofa tamu!
~
Tidak sampai lima menit setelah Zane turun, meringkuk di sofa yang terlalu kecil untuk ukuran tubuhnya, sambil menyalakan TV dengan volume kecil, Sabrina ikut turun.
Awalnya, cewek itu berjalan nyelonong saja di dekatnya, lurus menuju dapur untuk mengisi tumbler. Barulah saat hendak masuk ke kamarnya dan Iis, cewek itu ngeh kalau TV-nya menyala dan ada orang di situ.
"Insom?" Dengan tidak tahu dirinya, cewek itu bertanya.
Zane berdecih dalam hati.
Sia-sia Zane menegur Mail tempo hari. Nggak tahunya cewek di depannya ini cuma berlagak lugu. Lagipula, bego juga Zane percaya ucapan Bimo, bahwa nggak ada yang perlu dikhawatirkan hanya karena dia membawa serta Sabrina tinggal bersama mereka semua, karena gaya pacarannya dengan Sabrina sama sekali nggak seperti yang dipikirkan orang-orang. Nggak seperti kata orang gundulmu, Bim! Awas aja anak gadis orang pulang nggak utuh lagi. Zane nggak mau ikut didamprat bapaknya!
"Mau dibikinin chamomile tea atau susu, gitu? Biasanya Mas Agus minta itu kalau lagi insom, dan lumayan manjur." Sabrina kembali bersuara.
Zane menggeleng dan memberi gestur supaya Sabrina cepat berlalu.
"Oke deh. Good night, Bang." Sabrina mengulas senyum untuk terakhir kali, tapi Zane sudah keburu eneg duluan membayangkan bibir manisnya yang dipake senyum itu habis diembat penuh nafsu sama Bimo.
Sementara itu, di kamar Mail, Regina dan sang pemilik kamar yang hampir dua minggu ini dekat dengannya, sebenarnya nggak lagi ngapa-ngapain.
Duduk berdua di sofa, menonton ulang John Wick Chapter 2 yang diputar dengan volume sangat kecil biar nggak mengganggu penghuni kamar sebelah. Cuma, memang ada beberapa adegan yang bikin Mail latah dan bereksperimen dengan bunyi-bunyian yang bikin Zane negative thinking.
"Inget nggak, waktu kita nggak bisa tidur dan ngerumpi di gazebo villa Zane Sabtu kemarin?" Meski Zane memintanya untuk tidak ngomong apa-apa ke Regina demi tidak membuat cewek itu hilang muka, Mail tetap mengatakannya. Soalnya, nggak ada alasan juga bagi Regina untuk malu. Yang ada Zane dan Sabrina yang kudu sungkem karena mikir yang enggak-enggak tentang mereka berdua!
"Yaa?" Tanpa mengalihkan perhatian dari Keanu Reeves, Regina menyahut.
"Zane bilang, malem itu Sabrina shock ngelihat. Dikira lagi ML."
"What?" Akhirnya Regina menoleh juga, dan kemudian keduanya tertawa. "Ada-ada aja."
"Kan?" Mail sampai kesusahan menahan tawa. "Ya kali, baru seminggu kenal langsung hajar, kesannya gue kok kayak buaya banget. Lagian, home run di gazebo tuh dipikir bokong nggak sakit, apa?"
Sekali lagi Regina tertawa. "Dirimu sih ... itu mulut emang minta dighibahin banget! Pasti Sabrina nethink gara-gara denger beatboxing kamu yang nggak banget itu."
Mail sampai sakit perut membayangkan ekspresi kaget Sabrina. "Emang dasar otaknya Sabrina aja yang mesum. Padahal kalau dia rada lamaan dikit ngupingnya, ketahuan juga kita cuma lagi paduan suara."
Regina nggak menyahut lagi sementara Mail lanjut nyerocos.
"Tapi tetep gilaan Zane, bisa-bisanya dia ngira gue ini exhibitionist."
Obrolan terhenti karena fokus sepenuhnya teralih kembali ke film yang sedang ditonton, meski kalau boleh jujur, Mail sudah hafal di luar kepala setiap dialog dan adegannya.
Setengah jam berselang, karena pegal, Mail memprakarsai mereka untuk pindah posisi, dari duduk bersila di sofa jadi rebahan. Mail menyandarkan kepala di lengan sofa sementara dia merengkuh Regina yang bersandar kepadanya.
Emang dasar Mail tukang modus. Seiring makin intens alur film yang ditonton, makin intens pula pergerakan yang menonton.
Mail mengecup pelipis Regina.
Regina cuma tersenyum tipis.
Mereka sudah pernah berciuman. Nggak cuma sekali. Jadi kalau hanya sekadar dikecup, sebenarnya nggak masalah untuknya. Juga ketika kemudian Mail memeluk makin erat dan mulai mengendus lehernya.
Napas Regina tertahan sesaat. Tangannya tanpa sadar bergerak menangkup belakang kepala Mail supaya tidak menjauh.
Selain topik obrolan yang nyambung, mereka memang sudah kelihatan akan nyambung juga dalam hal ini sejak awal.
Bukan rahasia umum, orang akan menarik orang-orang yang setipe dengannya. Dan Mail-Regina saling menemukan tepat seperti yang sedang mereka butuhkan: hubungan tanpa drama.
Sebelum film usai, kecupan dan sentuhan Mail sudah menjalar ke mana-mana, hingga Regina harus menjauhkan diri sebentar karena kewalahan.
"Honestly, I want you so bad that night." Regina berujar sambil susah payah mengatur napas. Mukanya sudah merah sekali. Badannya terasa panas, sepanas Mail yang juga masih merengkuhnya. "Tapi karena kamu nggak ada niat ke arah sana, ya udah. So it's only me, and would be a shame kalau aku yang minta."
Mail menautkan alis. Menggeleng-gelengkan kepala. "Don't think that way when you're with me, Regina. Juga, nggak ada cowok yang berhak bikin partnernya mikir kayak gitu. Ain't no dick that good."
Dan kemudian, sang cowok memajukan bibir untuk memagut kembali sepasang bibir yang telah basah di depannya. Regina melenguh ketika ciuman panjang dan panas itu kembali berpindah ke leher dengan ditingkahi hisapan-hisapan kecil.
"Regina ... I wanna make love to you right now."
#TBC
Tadinya w mau bikin kisah persahabatan ABG yang gemes-gemes, tapi gak jadi.
Lagian, Mail tyda mungkin dibikin gemes. Hahaha.
Cerita ini ratenya udah w ganti jadi mature ya, gengs. Tapi meski begitu, semua adegan yang berbau seksual ada kaitannya sama alur, jadi bukan fan service doang.
Tell me semisal terlalu vulgar, biar diedit.
Btw, buat yang masih bertanya-tanya siapa tokoh utamanya, masing-masing punya scene yang hampir sama banyak sih. Tapi kalau mau diurutin dari yang paling penting, mungkin jadinya gini: Mail > Sabrina > Zane > Iis > Gusti > Bimo.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top