29. Day by Day

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Hari-hari berlalu, berjalan dengan sebagaimana mestinya. Lia mulai bersiap-siap untuk mengurus perusahaan serta aset lainnya, dibantu oleh Renjun dan Haechan, juga Mark. Mau tidak mau, Lia terpaksa berhenti bekerja di hotel walaupun gajinya tidak seberapa dibandingkan Jaemin, tapi Lia merasa nyaman bekerja di sana bersama Ryujin.

Sedikit tentang Ryujin, serta hubungannya dengan Haechan yang sudah kembali terjalin seperti semula. Penjelasan Haechan serta Renjun yang menjadi saksinya, langsung membuat Ryujin percaya setelah sebelumnya mengira Haechan menghilang karena selingkuh atau bosan padanya.

Karena Lia belum pernah menghadapi situasi yang mengharuskannya berhadapan dengan tumpukan berkas pekerjaan, dia jadi giat belajar saat ini. Renjun menjelaskannya secara perlahan, sementara Lia dengan tenang duduk sambil mendengarkan lalu mencatat jika ada point penting. Sedangkan Haechan malah menghilang entah ke mana. Katanya sih, kencan dengan Ryujin.

“Jun, kalau kau lelah menjelaskanku. Kita istirahat saja dulu. Kita pesan makanan, ya?” tawar Lia karena jam sudah menunjukkan pukul satu siang.

Renjun menyetujui dan merebahkan tubuhnya di sofa sambil menunggu Lia memesan makanan. Tapi sebelum itu, Jeno muncul dengan membawa dua kantong plastik berisi makanan.

“Aku bawa makanan karena tadi kau bilang akan belajar bersama Renjun. Makanya aku bawa banyak sekalian.” Jeno meletakkan kantong plastik itu di atas meja.

“Bagus kalau begitu. Kita tidak jadi beli.” Renjun segera membuka bungkusannya karena dia benar-benar lapar.

“Kau terlihat capek, Jun,” sahut Jeno.

Lia hanya fokus membuka satu persatu bungkus makanan yang dibawa Jeno dan menjejerkannya di atas meja supaya mereka bisa langsung makan.

“Tidak juga. Lia itu pintar jadi cepat mengerti. Aku hanya menjelaskan beberapa point penting tentang apa yang akan dia lakukan di posisinya itu. Kalau soal hitungan dan yang berkaitan dengan angka, jangan ragukan, Lia selalu langganan juara kelas dulu. Jadi, tidak susah untuk mengajarinya. Beda lagi kalau mengajari Haechan, kau akan butuh ekstra sabar.” Renjun terkekeh yang membuat Lia serta Jeno juga ikut tertawa. “Tapi.. Kenapa kau masih berkeliaran di sekitar ini padahal kau bilang akan segera kembali ke Jepang tempo hari?”

Jeno berdeham pelan. “Tidak jadi, sepertinya. Misiku sekarang adalah membuat Lia berpaling dari Jaemin supaya mau pacaran denganku. Kalau bisa sampai menikah. Selagi Jaemin tidak ada di sini, aku bisa leluasa.”

Bukannya marah, Lia malah tertawa. Baginya, itu hanya candaan Jeno saja. Renjun juga menanggapinya dengan tawa alih-alih kesal.

Good luck kalau begitu. Semoga Lia bisa berpaling,” sahut Renjun dan melanjutkan makannya.

Hari-hari berikutnya terus diisi dengan proses belajar Lia bersama Renjun. Kadang Mark juga yang menjelaskan beberapa point yang sering Jaemin lakukan saat mengurus tentang pekerjaan, kontrak, proyek dan segala macamnya.

Perihal Pak Jung, pria itu tidak lagi terlihat di kantor. Dia benar-benar menghilang tanpa berpamitan setelah sidang Jaemin tempo hari. Kalau memang masih bisa masuk bekerja setelah apa yang dia lakukan, rasa malunya benar-benar hilang.

Menghilangnya Pak Jung adalah salah satu alasan kenapa Jeno masih belum kembali ke Jepang. Karena belum bisa memastikan keberadaan pria itu. Belum bisa memastikan Lia aman darinya. Tapi sejauh ini, tidak ada tanda-tanda bahaya. Jadi, masih aman. Kalau sampai muncul dan melakukan sesuatu yang fatal, maka dia akan habis di tangan Jeno.

Lia biasanya mengunjungi Jaemin seminggu sekali. Kemarin, Lia lebih banyak sedih saat datang mengunjungi Jaemin sebelum sidang. Tapi sekarang, tidak ada kesedihan lagi. Lia selalu datang dengan wajah ceria, dengan senyum merekah. Seperti sekarang ini..

“Kau sudah makan?”

“Sudah tadi bersama Renjun dan Jeno. Jeno yang datang membawa makanan. Kita bertiga makan di ruangan. Karena aku masih belajar tentang urusan perusahaan bersama Renjun.”

“Aku ingin memelukmu tapi sayangnya tidak bisa. Setiap kau datang, rasanya aku ingin kabur saja karena aku benar-benar merindukanmu.”

“Tunggu tiga tahun lagi.” Lia tertawa kecil setelah mengatakannya, dia mendekatkan kursinya supaya lebih dekat dengan Jaemin walaupun mereka terhalang kaca. “Aku juga begitu, aku ingin memelukmu. Tapi ada kaca ini, jadi tidak bisa.”

Jaemin mengulas senyum kecil. Raut wajah Lia memang ceria, senyumnya tak pernah luntur dari wajah cantiknya. Tapi entah kenapa, Jaemin masih merasa bersalah pada perempuannya itu.

“Kau tidak malu punya pacar sepertiku?”

“Apa maksudmu?” Lia bertanya dengan raut wajah cemberut. Merasa tidak suka saat mendengar pertanyaan Jaemin.

“Aku tahanan, melakukan tindak kejahatan dan sekarang dipenjara. Memangnya kau tidak malu? Ku rasa semua teman-teman kita waktu SMA dulu sudah tahu karena berita ini menjadi topik hangat.”

Lia kesal, dia benar-benar kesal saat mendengar ucapan Jaemin. Padahal Lia tidak pernah menyinggungnya. Lia juga tidak keberatan. Tidak peduli apa kata orang, Lia tidak akan peduli.

“Aku hanya bertanya, aku penasaran apa yang kau rasakan saat melihatku memakai pakaian tahanan ini..” lanjut Jaemin saat melihat Lia yang terdiam. “Siapa tahu kau malu tapi tidak mau jujur.”

“Sebenarnya kau ingin bilang apa? Kau mau kita putus makanya menyinggung tentang hal itu, iya? Kau mau melihatku pacaran dengan orang lain, begitu? Kau rela melihatku pacaran dengan orang lain?” Lia mencerca Jaemin dengan nada tinggi. “Katakan, kau ya, yang mau putus?”

Jaemin panik dan mengayunkan tangannya ke kanan dan kiri. “Bukan begitu, sayang. Ya Tuhan, kau salah paham. Aku hanya bertanya tentang perasaanmu. Bukankah aku sudah bilang bahwa aku tidak akan bisa hidup tanpamu?”

“Ya sudah! Berhenti membahas hal itu lagi, aku tidak suka.” Lia mendelik sebal. “Dengar ya, Na Jaemin yang terhormat.. Aku tidak pernah mempermasalahkan siapa dirimu dan apa yang pernah kau lakukan hingga dipenjara seperti ini. Aku memang menyayangkan kau salah jalan, tapi semua itu sudah terjadi. Kau tahu, semua orang pasti pernah melakukan kesalahan. Begitu juga dengan dirimu. Kau hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Aku tidak apa-apa, aku tidak keberatan, dan aku tidak mempermasalahkannya. Aku hanya ingin kau baik-baik saja dan nantinya bebas dalam keadaan sehat. Sampai saat itu tiba, aku akan tetap menunggumu. Aku akan menunggumu kembali..”

Setelahnya, Lia langsung menunduk karena air matanya menetes.

“Sayang, maaf.”

“Makanya, jangan bilang begitu lagi kalau kau tidak mau melihatku menangis.”

“Iya, sayangku, iya. Maaf.

Lia memutar bola matanya malas dan mengusap air matanya. Kalau tidak terhalang kaca, maka sudah pasti Jaemin akan mendapat satu hadiah cubitan panas pada lengannya.

Selama mereka bertemu di ruangan itu walaupun ada kaca pembatas sebagai penghalang. Tapi ada petugas yang berjaga. Setiap kali Lia datang, petugas itu selalu menyapa dengan senyuman. Bahkan merasa iri mendengar percakapan antara Jaemin dan Lia yang menurutnya manis.

“Apa Jeno tetap menjagamu?”

“Kau yang memintanya?”

“Iya.”

“Aku harus banyak berterima kasih padanya. Dia baik sekali padaku. Dia banyak menghiburku saat kau tidak ada, dia juga sering menenangkanku saat aku panik karenamu. Dia sering membawakanku makan siang ke kantor. Intinya, dia sangat baik.”

Kini giliran Jaemin yang mendelik sebal dengan helaan napas kasar. Moodnya tiba-tiba memburuk saat mendengar Lia membanggakan orang lain di depannya.

“Bagaimana caranya menenangkanmu?”

Hm.. Waktu itu aku pernah menangis, Jeno memelukku. Kemarin saat sidang waktu aku gugup, Jeno menggenggam tanganku.”

Woah sialan. Dia sudah bosan hidup rupanya.” Jaemin menyeringai yang membuat Lia melotot tajam. “Katakan padanya, kalau nanti aku bebas maka aku akan mengajaknya duel. Hidup dan mati, terserah. Tidak ada yang boleh menyentuhmu kecuali aku. Aku tidak suka, aku tidak mau dan tidak pernah rela.”

“Jangan bercanda, ya!”

“Aku serius!”

Lia diam, dia tidak mau mendebat Jaemin lagi. Dia hanya menunjukkan senyum manisnya supaya Jaemin melupakan apa yang mereka bicarakan tadi.

“Sayang..”

Hm?”

“Janji ya, kau akan kembali menjadi Jaeminku yang dulu,” ujar Lia sambil menatap Jaemin dengan tatapan teduh. “Jangan pernah melakukan sesuatu yang berbahaya lagi. Jangan melakukan hal yang akan berakibat fatal, yang bisa merugikan dirimu lagi. Hm?”

Jaemin memejamkan matanya sejenak lalu perlahan mengangguk mantap. “Iya, sayang. Begitu aku bebas nanti, aku akan kembali menjadi Jaeminmu yang dulu. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang tidak kau sukai lagi. Aku janji. Serius, kali ini aku janji. Lagi pula, sekarang aku tidak punya apa-apa lagi, semua hartaku sudah jadi milikmu. Itu artinya, aku harus selalu patuh padamu. Kalau tidak, nanti kau mengusirku.” Jaemin terkekeh pelan.

Senyum Lia merekah, sangat senang mendengar ucapan Jaemin.

“Hartanya masih jadi milikmu. Bukannya kau hanya meminjam namaku saja supaya harta itu tidak jatuh ke tangan orang yang salah? Lagi pula, aku tidak akan bisa mengelolanya sendiri. Kau lebih bisa. Walaupun aku lebih pintar tapi yang lebih berpengalaman itu dirimu.”

“Iya, Nyonya yang lebih pintar dariku..” ledek Jaemin dengan tawanya yang juga membuat Lia tertawa kecil. “Tapi, kau tidak keberatan dengan Jaemin yang dulu?”

“Maksudmu?”

“Jaemin yang dulu itu manja, maunya disuapi terus kalau makan, maunya ditemani, maunya makan makanan yang kau buat sendiri, maunya dekat denganmu terus. Memangnya kau siap ditempeli terus 24 jam penuh?”

Lia mengangguk antusias setelah menyambut ucapan Jaemin itu dengan tawa.

“Iya, tidak apa-apa. Aku senang mengurus bayi. Bayi besar.”

“Sumpah, aku ingin mencubit pipimu. Tapi kaca sialan ini menghalangi,” gerutu Jaemin saat kedua mata Lia menghilang saat tersenyum. Merasa gemas pada kekasihnya itu.

Pipi Lia merona merah, dia menunduk untuk menyembunyikan rasa malunya karena ucapan Jaemin.

Hubungan mereka kini jadi lebih terasa seperti hubungan pada umumnya. Walaupun Jaemin masih mendekam dibalik jeruji, tapi Lia merasa Jaemin sudah berubah. Berubah menjadi Jaemin yang dulu, yang sering bicara manis padanya.

Tentang kejadian orang tuanya dulu, Lia sudah sepenuhnya lupa. Bahkan tidak mengungkit masalah itu lagi di depan Jaemin. Karena Lia mendoktrin dirinya bahwa semua itu adalah takdir Tuhan.

“Oh ya, masalah rekening itu, di mana kau menyimpan berkasnya?”

“Di brankas kecil yang ada di lemarimu itu.”

“Oh, pantas aku tidak tahu. Passwordnya saja kau rahasiakan dariku. Sampai aku berpikir kau menyimpan barang terlarang di sana.”

Passwordnya tanggal lahirmu. Buka saja, lagi pula itu bukan rahasia lagi.”

Lia mendelik sebal lagi karena passwordnya adalah tanggal lahirnya sendiri. Padahal Lia sempat ingin membukanya karena penasaran. Tapi tanggal lahirnya tak pernah terpikirkan karena dia pikir Jaemin akan menggunakan nomor acak.

“Sebentar lagi waktunya habis. Tapi aku tidak mau pulang, aku ingin menemanimu di sini.” Lia bergumam pelan.

“Pulang dan istirahat. Jangan sampai jatuh sakit karena terlalu lelah, ya. Ingat makan, ingat istirahat. Jangan paksakan dirimu untuk belajar terus menerus supaya cepat bisa. Perlahan tapi pasti. Lagi pula, ada Renjun, Haechan, Mark dan Pengacara Park yang bisa membantumu kalau belum paham.”

“Bisakah kau tanyakan pada petugasnya, apakah aku bisa menginap di sini? Aku akan menemanimu di dalam sel supaya kau tidak kesepian.”

“Ya Tuhan, Lia.” Jaemin tertawa. “Pulang cepat sebelum aku marah. Aku tidak kesepian dan tidak mau ditemani. Untuk apa kau ikut ditahan bersamaku. Ada-ada saja. Pulang sana!”

“Iya, iya. Aku pulang.” Lia beranjak dan melambaikan tangannya. “Nanti aku datang lagi, ya.”

“Hati-hati, sayang.”

“Iya.”

**

Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata jadi di bawa santai aja, jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.

Oke guys, see u 3 tahun lagi waktu Jaemin bebas, wkwkw..

©dear2jae
2022.03.29 — Selasa.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top