27. Wrong Way

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Jeno menyodorkan satu botol air minum pada Lia yang tutupnya sudah dibuka. Lia segera meraihnya lalu meneguknya hingga tersisa setengah. Walaupun Renjun sudah menjelaskan perihal hari ini, perihal kenapa Jaemin mengganti kepemilikan perusahaan maupun mansionnya. Tapi Lia masih saja kaget.

“Kalian juga..” Lia menunjuk Jeno, Renjun serta Haechan secara bergantian. “Kalian saling kenal?”

“Begini, Lia.. Intinya Jaemin sudah memprediksi dan bisa menebak apa yang diinginkan oleh Pak Jung selama ini yaitu perusahaan Asia Pasific Group. Itu sebabnya Pak Jung melaporkan Jaemin atas tuduhan pengedaran barang ilegal supaya Jaemin jatuh. Makanya, Jaemin langsung menyuruhku mengubah kepemilikan mansion atas namamu supaya tidak disita. Juga perusahaan ini yang akhirnya tidak jatuh ke tangan Pak Jung karena sudah atas namamu.” Renjun kembali menjelaskannya dengan pelan pada Lia.

“Sekarang, Jaemin sudah miskin. Dia gembel dan tidak punya apa-apa lagi. Semuanya milikmu, Lia,” sahut Haechan yang mengundang tawa. “Rekeningnya juga, jangan dikembalikan pada Jaemin.”

Lia menatap Haechan seraya meminta penjelasan lebih. Rekening apa yang dimaksud? Seingatnya, dia tidak pernah meminta pada Jaemin untuk dibuatkan rekening. Apalagi meminta uang untuk rekening pribadinya. Lalu, apa?

“Jaemin membuat rekening atas namamu di tiga bank yang berbeda. Semua uangnya sekarang ada di sana. Bahkan uang yang ada di rekening Jaemin yang disita sekarang, sebagian sudah dialihkan ke rekening atas namamu itu. Itu sebabnya pihak polisi tidak bisa mendeteksi ke mana aliran dananya karena rekeningnya atas namamu,” jelas Renjun lagi yang semakin membuat Lia terkejut sampai dia menutup mulutnya keheranan. “Jaemin menariknya lalu akulah yang melakukan transaksi ke rekening itu supaya tidak ada jejaknya.”

Lia geleng-geleng kepala. “Sejak kapan? Kenapa aku tidak tahu?”

“Sejak awal sepertinya, sejak dia mengambil alih usaha ayahnya itu. Kata Jaemin, untuk jaga-jaga siapa tahu ada kejadian yang tidak diinginkan maka uangnya bisa selamat. Begitu..” Renjun si serba tahu karena memang dia yang membantu Jaemin dari awal bersama Haechan. “Jaemin memang tidak mau memberitahumu karena tahu kau pasti akan marah. Katanya, minta maafnya nanti saja kalau memang ketahuan.”

Setelah mendengar penjelasan itu, Lia malah menangis. Entahlah, terlalu terkejut dan tidak bisa berpikir apa-apa karena perbuatan Jaemin itu. Lia akui Jaemin cerdas, sangat cerdas sampai bisa memikirkan detailnya.

Sedangkan semua orang jadi panik karena melihat Lia menunduk dan menangis.

“Jun, kau yang membuatnya menangis. Jadi, kau yang akan mendapatkan tendangan dari Jaemin nantinya,” sahut Haechan dengan tawa renyahnya.

Lia langsung mengangkat kepalanya dan menatap Haechan. Masih dengan keadaan mata yang basah.

“Serius?”

“Iya, tanya saja Mark. Dia pernah mendapatkan satu tendangan di tulang keringnya karena sudah mengatakan hal tidak berguna padamu waktu acara tahuanan itu.”

Tatapan Lia kini beralih pada Mark yang duduk di seberang. Meminta penjelasan dari apa yang didengarnya barusan.

Mark mengangguk pelan dengan senyum tipis. “Iya, waktu kita kembali ke kantor. Tuan Jaemin sangat marah padaku dan ya.. Begitu. Oh ya, aku juga mau minta maaf padamu. Aku tidak bermaksud berkata begitu.”

“Tidak, tidak.” Lia mengayunkan tangannya ke kanan dan kiri di depan Mark. “Tidak perlu minta maaf padaku. Nanti aku akan menegurnya supaya memperlakukan kalian dengan ba.. Ah, maaf, aku lupa kalau dia tidak mau diatur lagi olehku..”

Lia menunduk lesu.

“Tidak, Lia.” Jeno mulai angkat bicara, dia sudah tak tahan menyembunyikan semua kebenaran dari Lia. Sontak, Lia langsung mengangkat wajahnya. “Kau ingat hari itu, saat aku menemanimu ke kantor polisi untuk bertemu dengannya? Sebenarnya semua ucapannya hari itu disengaja. Dia tidak sungguh-sungguh. Dia hanya ingin kau membencinya karena dia memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi yaitu pidana mati. Dia ingin kau bisa tanpanya walaupun kau memang sudah mandiri. Ya, dia sengaja.”

Tangisan Lia semakin pecah. Kini, semua orang malah menujuk Jeno sebagai pelakunya.

“Sebenarnya, ayahku dan ayah Jaemin saling kenal. Lalu Jaemin meminta tolong padaku untuk menjagamu selagi dia ditahan. Itu sebabnya aku, ya, bisa dikatakan selalu ada saat bahaya mendekatimu. Karena memang itu permintaan Jaemin,” jelas Jeno lagi. “Aku juga kenal dengan Renjun dan Haechan karena kami pernah bertemu. Aku membantu mereka mengurus beberapa dokumen.”

Lia semakin mengeraskan tangisannya. Tidak peduli bagaimana bentuk matanya kini. Dia hanya kesal karena dia merasa menjadi orang yang paling bodoh sebab tidak tahu apa-apa. Juga merasa dibodohi.

“Jaemin pernah bilang, katanya dia punya tujuan kenapa sampai sekarang masih menjalankan bisnis itu. Tapi dia tidak mau memberitahuku. Apa kalian tahu? Apa dia sudah bisa mencapai tujuan itu sekarang?” tanya Lia sambil menatap mereka secara bergantian.

“Dia salah target. Awalnya dia ingin balas dendam dengan mafia Jepang yang diketuai oleh ayah Jeno. Karena meyakini bahwa ayah Jeno yang membuat orang tuanya kecelakaan. Tapi itu semua tipu daya Pak Jung. Pak Jung adalah pelaku sebenarnya dan dia juga yang mengarahkan Jaemin ke jalan yang salah. Memfitnah orang yang tidak bersalah dan sekarang mengambil kesempatan.” Renjun menjelaskan.

Lia tertegun dan sekilas menatap Jeno yang sepertinya tidak terlalu mementingkan hal itu.

“Sidangnya kapan?” tanya Lia dengan mata yang sudah bengkak.

“Lusa.”

“Antar aku ke kantor polisi. Aku mau menemuinya. Siapa saja, tolong?”

Jeno beranjak lalu mengulurkan tangannya dan Lia segera meraihnya kemudian mengikuti langkah Jeno.

“Gandengan tangan, ya?” ledek Haechan. “Kalau Jaemin lihat, kau habis Lee Jeno.”

“Terserah,” balas Jeno dengan senyum mengejek tanpa merasa takut sedikitpun.

Sepanjang perjalanan, Lia lebih banyak diam. Terlalu banyak hal mengejutkan yang dia dengar hari ini. Lia tidak habis pikir, bagaimana bisa Jaemin berpikir untuk membuat rekening atas namanya bahkan tanpa sepengetahuannya sampai hari ini. Mengubah kepemilikan mansion dengan cepat supaya tidak disita. Dan tentunya mengubah kepemilikan perusahaan Asia Pasific Group supaya tidak jatuh ke tangan Pak Jung.

Jeno hendak mengajaknya bicara tapi Lia sedang fokus ke arah jalanan. Jadi, dia memilih diam hingga kini mereka sampai di tempat tujuan.

Kali ini Jeno meminta pada petugas supaya bertemu di ruangan khusus. Supaya Jaemin dan Lia bisa saling bertemu tatap tanpa adanya kaca penghalang lagi.

Gugup, itulah yang Lia rasakan saat ini. Padahal sudah tahu yang sebenarnya kalau ucapan Jaemin tidak sungguh-sungguh tapi tetap saja rasanya gugup.

“Aku tunggu di luar, ya. Kalau selesai langsung saja ke mobil.”

“Iya.”

Lia masuk lebih dulu ke ruangannya dan menunggu Jaemin dengan duduk diam, tenggelam dalam pikirannya yang belum bisa jernih.

Detak jantungnya kian meningkat saat mendengar gagang pintu hendak dibuka. Dan begitu pintu terbuka yang langsung menampakkan Jaemin dengan pakaian tahanannya, Lia segera beranjak dari duduknya dan berlari kecil menghampiri Jaemin. Lalu memeluk Jaemin dengan erat seraya dirinya yang mulai menangis lagi.

Jaemin membalas pelukan Lia, mendekap pinggang perempuan itu dengan erat dan menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Lia.

“Maaf..” bisiknya pelan.

Kata yang selalu terucap dari mulutnya jika melakukan kesalahan. Tapi Lia tidak pernah mempermasalahkannya karena Lia masih punya segudang maaf untuknya.

Kali ini, Lia menggeleng pelan dan melepas pelukannya lalu mendongak, menatap Jaemin dengan matanya yang sudah sembab.

“Kenapa minta maaf? Kau tidak salah,” lirih Lia dengan isakannya.

“Aku salah. Banyak sekali kesalahan yang aku perbuat padamu, dari yang kau tahu sampai yang tidak kau tahu. Dari yang kau sadari sampai yang tidak kau sadari. Dari yang aku sengaja sampai tidak disengaja. Banyak.”

Lia menggeleng lagi. “Aku.. Aku sudah memaafkanmu. Jadi, jangan diungkit lagi.”

Jaemin mengangkat tangannya dan mengusap sisa air mata Lia yang masih di pipi. Lalu menuntun perempuannya itu untuk duduk. Mereka bersebelahan lalu Jaemin menghadap ke samping supaya bisa melihat wajah Lia dengan leluasa.

Tangan kanannya masih betah mengusap pipi kiri Lia. Belum ada pembicaraan setelahnya karena mereka saling tatap dalam diam. Tangan kirinya menggenggam tangan kanan Lia, mengusapnya pelan.

“Kenapa kau melakukannya?”

“Apa?”

“Semuanya.”

Jaemin tersenyum tipis dan menunduk sejenak. “Yang aku lakukan itu fatal. Bisnis itu ilegal, namanya juga ilegal, kalau ketahuan pasti akan jadi masalah. Aku hanya mempertimbangkan kemungkinan terburuknya kalau sampai ketahuan makanya aku membuat rekening atas namamu di tiga bank yang berbeda tanpa sepengetahuanmu. Sayang kalau uangnya musnah tanpa bisa dinikmati,” ujarnya dengan tawa.

Lia kesal karena di saat seperti ini, Jaemin malah bercanda dan tertawa. Satu cubitan melayang di lengan kanannya.

“Sekarang..” ujar Jaemin pelan seraya mengusap pelan rambut Lia. “Urus semuanya, ya. Mansion sudah jadi milikmu, perusahaan juga. Aku tahu kau sangat pintar, itu sebabnya dulu kau selalu langganan juara kelas. Jadi, kau pasti bisa mengurus perusahaan. Ada Renjun dan Haechan yang akan membantumu. Ada Mark juga, dia asisten kepercayaan. Pengacara Park juga. Ah, kalau mau kau juga bisa minta tolong pada Jeno.”

Lia lagi-lagi menggeleng, kali ini disertai dengan tangisan. Sampai Jaemin tidak tahu bagaimana mau menanggapinya. Sedih karena melihat perempuannya sedih, dan ingin tertawa melihat wajah berantakan Lia.

“Kenapa kau bicara seolah-olah akan pergi? Jangan bicara sembarangan.”

“Aku hanya memikirkan kemungkinan terburuknya, sayang. Kalau bisa, mulai sekarang kau harus belajar merelakan, mengikhlaskan, lalu pada akhirnya melupakan.”

Lia benar-benar kesal, disela tangisnya Lia menghujani lengan serta tubuh Jaemin dengan cubitan dan pukulan yang keras.

“Kau mau aku marah? Iya? Kau mau aku memukulmu lagi?!” teriak Lia di depan wajahnya. “Jangan bicara sembarangan, jaga bicaramu.”

“Kalau marah, pacarku lucu, yaa.”

“Na Jaemin!”

“Maaf.”

Jaemin hanya ingin mencairkan suasana. Dia hanya tidak ingin Lia ikut sedih dan menjadikan masalahnya kali ini sebuah beban. Inilah yang tidak dia inginkan, saat melihat perempuannya menangis karena dirinya, khawatir karena dirinya. Itu sebabnya dia tidak mau membagi semuanya dengan Lia.

Jaemin menghela napas dan merengkuh tubuh Lia lagi ke dalam dekapannya. Mengelus pelan punggung kekasihnya itu. Oh.. Tunggu..

“Kita.. Kita kembali bersama, kan, seperti dulu? Maksudku.. Kita, kita pacaran lagi? Tadi kau bilang kalau aku pacarmu. Iya?”

“Memangnya kita pernah putus? Waktu kita berpisah di lokasi itu, kau hanya bilang kita tidak bisa bersama lagi. Tidak ada kata putus. Jadi, ya sudah, kita memang tetap berpacaran, sayang.”

“Sidangnya lusa, ya?” tanya Lia masih dengan sisa sesegukannya.

Jaemin mengangguk. “Iya, datang ya. Aku ingin melihatmu untuk yang..”

“DIAM!” Lia menutup mulut Jaemin dengan tangannya. “Jangan dilanjutkan atau aku akan marah! Diam!”

Jaemin melepaskan tangan Lia dari mulutnya lalu menatap Lia dengan serius.

“Dengarkan aku, ya. Jangan menyela dan dengarkan saja.” Jaemin menggenggam kedua tangan Lia. “Aku mencintaimu, sama seperti saat aku pertama kali jatuh cinta padamu dulu. Tidak pernah berubah bahkan berkurang sedikitpun. Malah bertambah setiap harinya. Aku memutuskan untuk mengubah nama kepemilikan mansion dan perusahaan atas namamu karena aku ingin menyelamatkan asetku, serta membuat rekening tanpa sepengetahuanmu supaya kita punya tabungan masa depan. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, itu sebabnya semua hartaku aku alihkan atas namamu. Terakhir, aku hanya ingin memberitahumu, persiapkan dirimu dengan kemungkinan terburuk yang akan terjadi nantinya dalam sidang. Jangan menangis jika memang yang terburuk terjadi. Seperti yang aku katakan tadi, relakan, ikhlaskan, lalu lupakan. Jalani hidup dengan sebagaimana mestinya, jangan patah harapan. Temukan kebahagiaanmu, dengan siapapun itu. Kalau memang Tuhan berbaik hati dan hukumannya ringan, beryukur. Kita akan bersama lagi. Selamanya. Dan aku janji akan kembali menjadi Jaeminmu yang dulu.”

Menyesakkan mendengarnya tapi apa yang dikatakan Jaemin semuanya benar. Mau tidak mau Lia harus mempersiapkan diri dengan kemungkinan terburuknya.

“I-iya..” jawab Lia singkat dan kembali memeluk Jaemin dengan erat.

“Sekali lagi maaf karena aku tidak pernah mendengarkanmu dari dulu. Aku salah langkah, aku mengambil jalan yang salah dan akhirnya terjebak.”

“Iya, tidak apa-apa. Semua manusia pernah berbuat salah.”

Lia melepaskan pelukannya dan tersenyum ke arah Jaemin. Berusaha terlihat baik-baik saja walaupun sebenarnya belum bisa tenang. Padahal dia yang harusnya memberi semangat tapi kenapa dia yang dihibur.

**

Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata jadi di bawa santai aja, jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.

©dear2jae
2022.03.23 — Rabu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top