22. The End of 'Us'
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
Sesuai permintaan Lia kemarin, hari ini Jeno pergi mengantar dan menemaninya ke kantor polisi untuk berkunjung.
Padahal dia akan bertemu dengan Jaemin, tapi kenapa Lia malah gugup dan detak jantungnya jadi dua kali lipat. Bahkan Lia sampai harus menghirup udara perlahan dan memgembuskannya supaya detak jantungnya normal lagi. Apa mungkin karena status mereka kini sudah berubah? Menjadi sepasang mantan kekasih? Mungkin.
Tapi, lebih tepatnya Lia gugup karena belum tahu bagaimana Jaemin akan menyambutnya. Apakah dengan sebuah senyum ataukah wajah datar yang terkesan dingin? Entah. Hubungan mereka sudah berakhir dua minggu yang lalu.
Lia tidak apa-apa, maksudnya, bukan dia yang meninggalkan tapi Jaemin. Itu artinya, janji Lia untuk selalu ada di sampingnya sudah ditepati hanya saja laki-laki itu yang memilih untuk pergi.
Detak jantung Lia semakin cepat saat kini mereka sudah sampai. Sebelum keluar dari mobil, Lia berkali-kali mendoktrin dirinya supaya tetap tenang. Bagaimana pun respon yang dia dapatkan nanti, terserah. Lia hanya ingin mengunjungi Jaemin dan memastikan bahwa dia baik-baik saja.
“Ayo,” suara Jeno menginterupsi ketika Lia termenung sejenak. Lia mengangguk dan mengikuti langkah Jeno.
Setelah memberitahu maksud dan tujuan mereka, mereka diarahkan untuk menunggu di balik kaca besar sebagai pembatas.
Selagi menunggu Jaemin keluar, Lia benar-benar dilingkupi rasa gugup dan detak jantung yang semakin berpacu. Bahkan tangannya sedikit bergetar. Jeno yang melihat itu langsung menggenggamnya.
“Tidak apa-apa, jangan gugup. Santai saja,” bisik Jeno pelan dan Lia mengangguk kecil sebagai jawaban.
Tepat pada saat itu, Jaemin muncul. Tatapannya tak luput dari perlakuan kecil Jeno pada Lia yang langsung membuatnya tersenyum tipis. Jaemin beranjak duduk sementara Lia masih menunduk, dia belum mampu mengangkat kepalanya untuk menatap Jaemin saat ini. Terlalu sedih, kalau mereka saling tatap kemungkinan Lia hanya akan menangis. Apalagi ekor matanya sedikit menangkap bahwa Jaemin mengenakan pakaian tahanan.
Tak dapat dipungkiri, Jaemin begitu senang melihat kedatangan Lia. Itu artinya, masih ada sedikit kepedulian untuknya dari Lia. Tapi Jaemin juga malu dalam satu waktu, karena malah muncul dengan keadaan yang tidak ingin Lia lihat. Dengan keadaan yang selama ini menjadi ketakutan terbesar Lia.
Lia mengembuskan napas sejenak lalu perlahan mengangkat kepalanya dan akhirnya pandangan mereka bertemu. Jaemin langsung membuang muka dan mengumpat dalam hati saat melihat kondisi mata Lia yang bengkak.
“Kau memang brengsek, Na Jaemin,” batinnya dalam hati, mengumpati dirinya sendiri karena menyebabkan Lia menangis.
Sementara Lia, air matanya ingin menetes lagi saat melihat Jaemin yang langsung memalingkan wajahnya. Tidak ada senyum seperti yang Lia harapkan. Yang ada hanya raut wajah datar setelahnya.
“Mau apa?” pertanyaan itu sukses membuat Lia tertegun. Selain karena suara Jaemin terkesan dingin, Jaemin juga menunjukkan wajah datarnya. “Mau ke sini pamer pacar baru, ya?”
Hatinya mencelos. Lia menangis, lagi. Bahkan Jeno melayangkan tatapan tajamnya pada Jaemin. Mempertanyakan kenapa bisa dia bertanya seperti itu pada Lia.
“Aku.. Aku..” suara Lia tidak bisa keluar dengan sempurna karena isak tangisnya. Jeno mengelus pelan punggung Lia. “Aku ke sini ingin mengunjungimu. Tapi kenapa responmu seperti itu?”
“Hm, terima kasih.”
Kali ini, Jeno yang berharap tidak ada kaca pembatas di antara mereka. Dia ingin memberikan Jaemin pukulan saat ini. Pukulan supaya laki-laki itu sadar dan tidak lagi bersikap dingin pada Lia yang sudah mengunjunginya.
“Putus denganku, kau langsung punya pacar ternyata. Hebat, ya.” Jaemin tersenyum tipis. “Selamat, ya. Kau bilang datang ke sini untuk mengunjungiku tapi malah sekalian membawa pacar barumu. Apa itu artinya kau ingin mengenalkannya padaku? Memberitahuku bahwa ada seseorang yang sudah mengisi harimu setelah kita putus?”
Sakit, Lia memilih untuk kembali menunduk seraya terus menangis. Sesak rasanya tapi Lia tidak bisa menghentikan air matanya.
“Bisakah kau mengucapkan kalimat lain alih-alih kalimat yang membuatnya sakit hati dan menangis?” celetuk Jeno akhirnya.
Jaemin membalas ucapan Jeno dengan senyum tipis. “Apa itu keterlaluan? Aku hanya bertanya. Dianya saja yang cengeng dan mudah menangis.”
Sungguh, Lia tidak sanggup lagi untuk menatap Jaemin. Kata-katanya terus membuat air mata Lia menetes.
“Dari dulu kau juga tidak setuju dengan pekerjaan sampingan yang aku lakukan sampai terus-terusan memintaku berhenti. Sekarang, kau lihat sendiri apa yang terjadi padaku. Harusnya kau datang sendiri jika memang ingin mengujungiku. Tapi kenapa malah membawa pacar barumu. Secara tidak langsung kau memang ingin memamerkan bahwa ada yang lebih dariku, ya? Ada yang lebih baik dariku?”
“Kau keterlaluan!” desis Jeno.
“Oy, pacar barunya Lia.. Diam saja jika kau tidak tahu apa-apa.”
“Stop!” Lia menyela dengan suara seraknya. Dia mengusap kasar air matanya dan menatap Jaemin dengan tajam. Matanya semakin bengkak, hidungnya kembali merah, dan sesegukannya masih terdengar. “Aku ke sini ingin mengunjungimu. Ingin tahu keadaanmu, ingin tahu apakah kau baik-baik saja atau tidak. Aku khawatir padamu. Tapi kenapa kau malah bersikap seperti ini? Bersikap seolah aku yang salah padahal kau sendiri yang ingin pergi. Kau sendiri yang bilang waktu itu bahwa kau tidak akan menemuiku lagi untuk meminta maaf. Dan ya, aku anggap semuanya selesai. Kenapa sekarang kau malah menuduhku dan memojokkanku seolah aku yang paling salah?”
Ketahuilah bahwa hati Jaemin rasanya nyeri. Melihat wajah sembab itu, mata bengkak itu, suara serak dan sesegukan itu membuat hatinya terkoyak. Rasanya menyakitkan melihat perempuan yang begitu dia cintai menangis karenanya.
“Maafkan aku, sayang. Maaf, aku sudah membuatmu menangis. Maaf, sayang. Maaf.”
“Kau salah, kau memang salah. Dari awal kau yang salah. Kau tahu, aku tidak suka dikekang, aku tidak suka terlalu diatur olehmu. Kau bersikap seolah tahu semuanya tentangku padahal yang kau lakukan hanya melarangku melakukan apa yang ku mau. Itu sebabnya, aku tidak mau memberitahumu masalahku yang kemarin karena aku tidak mau kau ikut campur. Aku muak diatur-atur.” Jaemin dengan suara tegasnya berhasil membuat Lia terdiam seketika. “Ah, kau pasti senang ya melihatku ada di sini sekarang? Kau senang ya aku dapat balasan karena perbuatanku?”
Lia kembali menunduk dan tersenyum miris. Entahlah, dia tidak bisa mendeskripsikan bagaimana rasa sakit yang dia rasakan saat ini.
Sungguh, Lia tidak ingin berdebat. Jaemin menodongnya dengan berbagai tuduhan yang sama sekali tidak benar. Bagaimana mungkin Lia senang melihatnya ditahan. Justru Lia ingin memeluknya dan memberi semangat. Sayangnya, sambutan yang Lia dapat malah berbanding terbalik dengan harapannya.
“Maaf kalau selama ini kau merasa dikekang. Kenapa kau tidak memberitahuku dari dulu supaya aku tidak bersikap berlebihan? Tapi, terlepas dari itu semua.. Aku menyayangimu, itu sebabnya aku bersikap berlebihan karena tidak ingin kehilanganmu seperti ini. Maaf, mulai sekarang aku tidak akan mengganggumu lagi. Karena memang kita sudah selesai.” Lia tersenyum tipis dan beranjak. “Semangat, Na Jaemin. Kau pasti bisa.”
Lalu begitu saja, Lia berbalik dan keluar lebih dulu. Sedangkan Jaemin langsung menunduk karena air matanya sudah tak dapat dibendung. Laki-laki itu menangis.
“Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu. Kau ingin aku melindunginya, ingin menjaganya untukmu. Tapi kenapa di saat dia datang dengan hati yang tulus, kau malah membuatnya hancur?”
“Aku ingin membuatnya membenciku.”
Jeno mengerenyitkan alis bingung. “Maksudmu?”
“Kau tahu, semalam suntuk aku berpikir bahwa kasus yang menimpaku saat ini tidak ringan. Sudah bertahun-tahun, segala jenis barang terlarang, hingga senjata yang tidak boleh diperjual belikan..” ujar Jaemin pelan lalu menatap Jeno dengan serius. “Begini, anggap saja hukuman maksimalnya pidana mati. Aku dan Lia itu tidak punya siapa-siapa lagi, kita saling bergantung sama lain dan saling membutuhkan. Tapi melihat kasus yang aku alami sekarang, membuatku ragu apakah aku bisa kembali dalam keadaan utuh padanya atau malah sebaliknya, dalam keadaan tidak bernyawa karena hukumannya. Itu sebabnya aku memilih menjadi brengsek supaya Lia membenciku, supaya Lia tidak bergantung lagi padaku. Ya, walaupun pada dasarnya Lia memang mandiri.”
“Tapi tidak dengan cara membuatnya menangis seperti tadi, brengsek! Selama tiga hari kemarin Lia sudah menangis dan mengurung diri di aprtemennya. Tidak mau beraktifitas dan makan karena tahu kau ditahan. Dan sekarang kau malah menambah bebannya? Brengsek memang!” desis Jeno.
Jaemin menghela napas lirih. “Aku tidak punya cara lain. Terima kasih karena sudah membawanya kemari, aku bisa menyampaikan semua padanya tadi.”
“Tapi kalau kau mati maka Lia akan lebih sedih lagi. Kau pikir dia akan bisa melupakanmu begitu saja setelah apa yang kau lakukan padanya? Memori tentangmu akan semakin mengendap di kepalanya jika kau mati dan kematianmu akan menjadi pukulan yang besar baginya.”
“Itulah fungsinya dirimu sekarang. Kau bisa dengan bebas mendekatinya, mengajaknya pacaran, dan apapun yang ingin kau lakukan dengannya. Buat dia menyukaimu, buat dia jatuh cinta padamu supaya dia melupakanku.”
Jeno mengusap wajahnya kasar dan menggelengkan kepalanya, sangat tidak menyangka Jaemin akan menyerah seperti ini.
“Kalau kau pikir aku menyerah, kau salah, Lee Jeno..” seolah membaca pikiran Jeno, Jaemin langsung menebaknya. “Aku tidak menyerah, hanya saja aku sudah tidak punya pilihan. Semua bukti sudah lengkap, semua asetku disita, aku hanya tinggal menunggu sidangnya. Sidang keputusan hukuman yang akan aku dapatkan.”
“Kau masih bisa mengajukan banding nantinya.” Jeno memberi saran.
Jaemin menggeleng. “Sepertinya tidak akan berhasil. Yang aku lakukan itu sangat fatal. Sudah dari lama, saat masih dipegang ayahku hingga sekarang. Kau tahu, orang yang mengedarkan narkoba seberat gram saja hukumannya bisa bertahun-tahun. Bagaimana denganku yang sudah sampai pada hitungan beribu kilogram atau ton?”
Jeno ikut pusing memikirkan masalah ini. Padahal dia hanya ingin membantu saja tapi kenapa malah ikutan pusing.
“Pergilah, Lia pasti menunggumu. Aku masuk dulu. Jangan datang lagi, aku tidak mau menerima kunjungan sampai hari sidang.” Jaemin beranjak dan kembali ke selnya.
Dan setelahnya, sepi menyelimuti, hening melingkupi. Jaemin menangis di sudut ruangan dengan kedua kaki ditekuk dan wajah yang ditenggelamkan di antara kedua kakinya. Sakit, semua tubuhnya terasa sakit dan nyeri.
Dulu, dia meminta untuk selalu ada di sampingnya. Karena dia tidak bisa hidup tanpa Lia. Lia itu dunianya, segala-galanya. Tapi keadaan memaksanya untuk melepaskan perempuan itu. Keadaan memaksanya untuk meninggalkan Lia.
“Lia tanpaku, dia masih bisa hidup. Tapi aku tanpanya, aku tidak akan bisa hidup,” gumam Jaemin diiringi helaan napas lirih. “Jadi, jika aku dijatuhi pidana mati, Lia mungkin akan sedih tapi sedihnya tidak sampai berlarut-larut.”
*
“Kau mau ke ma..”
“Pulang. Aku mau pulang.”
Lia langsung menyela sebelum Jeno mengakhiri pertanyaannya. Helaan napas Lia terdengar begitu lirih di tengah keheningan mereka di dalam mobil.
Sejak keluar dari kantor polisi, Lia sudah berhenti menangis. Tapi matanya masih bengkak, bahkan menjadi lebih bengkak lagi. Lia lelah, dadanya juga semakin sesak kalau terus menangis.
“Maaf.”
“Kenapa?”
“Karena aku ikut masuk dan mantanmu mengira aku adalah pacarmu. Mungkin dia kesal makanya bicara begitu padamu.”
Lia menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Lagi pula aku dan dia sudah tidak ada hubungan lagi. Padahal aku ingin datang dan memberinya semangat lalu menegaskan bahwa aku akan selalu ada di sampingnya. Menemaninya, dan tidak akan meninggalkannya bahkan dalam keadaan terendahnya sekalipun. Tapi ternyata respon yang aku harapkan sangat jauh dari ekspektasi. Ternyata dia tidak menyukai perhatianku yang berlebihan.”
“Siapa tahu dia sengaja. Siapa tahu dia bicara begitu dengan maksud dan tujuan?”
Serius, Jeno baik. Bahkan dia masih ingin memberi pemahaman pada Lia bahwa Jaemin punya maksud dan tujuan.
“Entahlah, tapi dia seperti mengatakannya dari hati yang paling dalam. Itu artinya, aku dan dia selesai. Kita selesai.”
Jeno membuang muka dan menghela napas kesal. Dia tidak mau memberitahu Lia tentang ucapan Jaemin yang tadi karena dia tidak mau Lia sedih dan menangis lagi.
**
Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata jadi di bawa santai aja, jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.
©dear2jae
2022.03.16 — Rabu.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top