18. The Other Truth

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Jaemin termenung dibalik kursi kerjanya seraya menatap selembar kertas yang ada di tangannya. Selembar kertas dengan tulisan nomor telepon negara Jepang. Bahkan Jaemin sudah mengetik nomor itu di ponselnya tapi untuk menyentuh tombol panggil, Jaemin belum mau.

Kejadian kemarin saat dia berseteru dengan Lia kembali terlintas di kepalanya. Dia berkali-kali mengembuskan napas berat. Lalu tatapannya beralih pada pintu masuk karena Haechan dan Renjun datang ke mansionnya.

Jaemin sengaja mengundang mereka supaya dia tidak sendirian dan supaya Jaemin bisa menerima saran dari teman-temannya.

“Ryujin bilang kau dan Lia bertengkar, benar?” sahut Haechan seraya beranjak duduk dengan santai di sofa.

“Sepertinya putus,” balas Jaemin lalu meraih ponselnya dan duduk di samping Renjun. “Lia bilang kita tidak bisa bersama lagi. Jadi, ya sudah. Lia juga kecewa karena orang tuanya meninggal akibat insiden berpuluh tahun silam yang melibatkan perusahaanku sewaktu masih dipegang ayahku.”

“Oh ya, katanya kemarin waktu acara tahunan itu kalian bertemu di lokasi, ya?” tanya Renjun yang langsung diangguki oleh Jaemin.

Bukannya simpati, Haechan malah tertawa. Dia memperbaiki posisi duduknya dan menatap Jaemin dengan senyum mengejek.

“Aku tidak percaya seorang Na Jaemin bisa bersikap sewajar ini setelah putus dari Lia. Bertengkar saja semua benda pecah belah di mansion ini akan jadi korbannya. Bagaimana jika putus? Mungkin mansion ini akan dibakar.”

“Iya, ya. Jangankan bertengkar, Lia tidak membalas pesannya saja dia jadi uring-uringan.”

Jaemin tidak membalas ejekan dari kedua kawannya itu. Dia memilih memperlihatkan secarik kertas itu pada mereka. Padahal hatinya sedang bergejolak.

“Nomor telepon yang ada di dalam lembaran perjanjian yang dibuat ayahku dengan pihak Jepang itu. Aku juga tidak tahu apa tujuannya tapi ayahku pernah bilang bahwa jika aku bertanya padanya maka semua kecurigaan bisa terjawab.” Jaemin juga langsung membuka menu panggilan dan bersiap memanggil nomor itu. “Akan ku coba, semoga masih bisa.”

Haechan dan Renjun mengangguk paham lalu mereka duduk dengan tenang tanpa suara seraya Jaemin yang mulai menyentuh panggil.

Panggilannya berdering cukup lama, hingga Jaemin pikir mungkin saja pihak sana tidak mau mengangkat panggilan dari nomor asing. Lalu di akhir harapan..

“Ya, halo?”

“Halo, saya Na Jaemin. Anak dari Na Jaehoon. Saya CEO Asia Pasific Group yang sekarang. Saya menemukan nomor ponsel ini di dalam lipatan perjanjian kerja yang dibuat ayah saya dengan Tuan Lee Donghae beberapa tahun silam.”

“Ya, saya Lee Donghae. Ketua mafia Jepang yang membuat perjanjian kerja dengan Tuan Na Jaehoon beberapa tahun silam.”

Haechan dan Renjun langsung membekap mulut masing-masing. Hampir saja bersuara saking terkejutnya mendengar pengakuan orang itu. Mereka bagai orang kesurupan yang tidak bisa diam karena sangat terkejut. Tapi mereka tetap menjaga suapaya suara mereka tidak terdengar.

“Begini.. Tuan. Tujuan saya menghubungi karena dulu ayah saya pernah bilang, kalau suatu saat saya curiga akan sesuatu maka saya bisa menghubungi nomor ini untuk menjawab semua kecurigaan saya. Jadi..”

“Kau mau bertanya apakah aku membunuh ayahmu atau tidak, Na Jaemin?”

Haechan dan Renjun kembali melotot kaget sambil membekap mulut masing-masing saat Lee Donghae langsung menyela ucapan Jaemin. Pertanyaannya langsung to the point bahkan Jaemin juga sempat terkesiap mendengarnya.

“I-iya, Tuan.”

“Aku dan ayahmu adalah teman baik. Dulu, ayahmu menyarankan supaya kita membuat perjanjian kerja agar bisnis kita berjalan lancar tanpa adanya pihak yang iri, agar bisnis kita terjadwal dan agar kita mendapat keuntungan yang setara. Ayahmu sering mengunjungiku ke Jepang, membawakanku banyak makanan khas Korea karena aku tidak lagi tinggal di Korea. Selain bisnis barang terlarang ini, aku dan ayahmu juga punya bisnis lain yang legal. Jadi, di antara kita tidak pernah ada rasa iri karena penghasilan kita bukan hanya dari pengedaran barang ilegal itu. Tidak ada alasan kenapa aku harus membunuh ayahmu, Na Jaemin.”

“Jadi..”

“Siapa yang memberitahumu bahwa aku pelakunya?”

Jaemin sempat geming dan menatap kedua temannya itu. Mereka berdua berkata katakan saja yang sejujurnya tapi tanpa suara.

Setelah memantapkan hatinya, Jaemin mengambil napas sejenak.

“Jung Pilho, dulunya dia adalah tangan kanan ayah saya. Orang yang sangat ayah saya percayai. Dia yang memberitahu saya kalau anda pelakunya.”

“Dia pelakunya.”

Jaemin menghela napas berat dan memegangi kepalanya yang mendadak pusing.

“Aku memang menerka tapi sebelum itu ayahmu sering curhat padaku kalau orang kepercayaannya terlihat berubah. Ayahmu bilang padaku bahwa orang kepercayaannya semakin hari terasa semakin mencurigakan. Ayahmu sudah bersamanya sejak dulu jadi dia pasti bisa merasakan perubahan sikapnya walaupun kecil. Tapi aku tidak bermaksud membuatmu curiga padanya, aku hanya memberitahumu apa yang pernah ayahmu bilang padaku.”

“Saya memang curiga padanya karena akhir-akhir ini banyak sekali masalah yang datang. Mulai dari masalah perusahaan hingga masalah bisnis kita. Dan beberapa bukti yang saya temukan mengarah padanya. Itu sebabnya, saya mencoba menghubungi anda untuk bertanya. Karena dulu, dia yang memberitahu saya bahwa anda pelakunya. Waktu itu saya masih dilanda kesedihan dan kekalutan, itu sebabnya saya percaya dengan mudah bahwa anda pelakunya. Bahkan saya sempat ingin membalas dendam pada anda. Jadi, maafkan saya, Tuan.”

Tuan Lee terkekeh di seberang, dia bisa memaklumi tindakan Jaemin karena masih terbilang muda.

“Tidak apa-apa. Kau tidak perlu meminta maaf. Aku malah menunggumu untuk menghubungiku karena aku kehilangan kontak ayahmu setelah dia meninggal dunia. Aku juga masih ragu apakah bisnisnya jatuh ke tanganmu atau orang kepercayaannya, itu sebabnya aku tidak muncul lagi setelahnya.”

“Iya, terima kasih, Tuan. Sekarang, aku bisa mengambil keputusan bagaimana baiknya. Tapi..”

“Tapi, apa?”

“Kalau misalkan aku ingin meminta bantuan suatu saat, apa anda bersedia membantuku?”

Tuan Lee langsung terkekeh, mendengar bagaimana hati-hati dan polosnya Jaemin saat ingin meminta bantuan padanya.

“Tentu saja, aku pasti akan membantumu. Hubungi langsung ke nomor ini jika mendesak. Jangan sungkan, Na Jaemin. Atau kalau kau mau, kau bisa meminta bantuan pada anakku. Dia saat ini ada di Seoul, sedang jalan-jalan dan menghabiskan waktu luang.”

“Iya, terima kasih, Tuan.”

“Aku akan mengirimkanmu kontaknya. Hubungi saja dan bilang bahwa kau mengenalku, dia pasti akan membantumu. Kalian seumuran, jadi pasti akan cepat akrab.”

“Baik, Tuan. Sekali lagi terima kasih.”

Saat panggilan terputus, Jaemin langsung melemas. Kecurigaannya sudah terbukti, walaupun Tuan Lee juga menerka, tapi semua pernyataan Tuan Lee tentang kedekatan Tuan Lee dengan ayahnya cukup membuatnya percaya.

Haechan dan Renjun langsung berteriak heboh, berteriak sekeras-kerasnya karena tidak menyangka bahwa sebenarnya ayah Jaemin dan ketua mafia Jepang itu berteman.

“Sumpah? Woah, aku merinding. Ya Tuhan.” Renjun memperlihatkan bulu tangannya yang berdiri.

It’s confirmed, Jae. Sekarang bangun dan pikirkan rencanamu selanjutnya. Tidak ada waktu untuk menyesali semuanya. Bangun dan balas perbuatan mereka.” Haechan menarik tangan Jaemin supaya laki-laki itu bangun.

“Aku..”

Suara ketukan pintu membuat mereka terdiam, tak lama Bibi Kim muncul dengan raut wajah khawatir. Dia masuk dan mendekat ke arah Jaemin.

“Kenapa, Bi?”

“Tuan, di luar ada pihak kepolisian. Ingin bertemu dengan Tuan.”

Sontak mereka bertiga saling tukar pandang lalu Jaemin mengangguk dan mengikuti Bibi Kim keluar.

“Perlu ditemani?”

“Diam saja.”

Dengan langkah tenang, Jaemin melangkah menuju ruang tengah dan langsung berhadapan dengan tiga orang yang memberitahu dirinya dari pihak kepolisian.

Entah apa maksud dan tujuannya, yang pasti perasaan Jaemin tidak enak. Tiga orang itu langsung berdiri dan menyunggingkan senyuman pada Jaemin.

“Ada apa?”

“Anda akan ditahan oleh pihak kepolisian terkait pengedaran barang ilegal seperti narkoba, senjata ilegal, dan barang terlarang lainnya. Kami membawa serta surat penahanannya..” salah satu dari mereka memperlihatkan lembaran surat penangkapan di depan Jaemin. “Anda bisa tetap diam dan menyewa pengacara lalu sekarang ikut kami ke kantor polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut.”

Kaget bukan main, tapi Jaemin berusaha tetap tenang di depan mereka. Bahkan dia sudah bisa menebak siapa pelakunya.

“Berikan saya waktu sebentar, ya.”

“Ya, kami akan menunggu di sini.”

Tanpa banyak perlawanan dan bantahan, Jaemin segera beranjak lalu kembali ke ruang pribadinya. Bibi Kim yang menguping dari arah dapur terlihat khawatir tapi yang dikhawatirkan malah terlihat baik-baik saja.

Begitu Jaemin masuk, Haechan dan Renjun langsung berdiri. Berharap tidak ada yang terjadi tapi dari raut wajah Jaemin sepertinya ada yang terjadi.

“Pak Jung mulai bertindak. Aku ditahan atas tuduhan pengedaran barang ilegal dan sekarang harus ikut ke kantor polisi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Mereka membawa surat penahanannya.”

“Sialan, si tua itu ternyata berani juga melaporkanmu.” Haechan mengusap wajahnya kasar. “Apa memangnya yang dia inginkan?”

“Dia menginginkan Asia Pasific Group. Ya, hanya itu alasan kenapa dia bisa bertindak sejauh ini. Tapi aku tidak akan pernah membiarkan perusahaan yang dirintis ayahku dari nol itu jatuh ke tangannya.”

“Lalu sekarang bagaimana?” tanya Renjun. “Kalau sampai semuanya terbukti dan kau dijatuhi hukuman maka semua asetmu akan ikut disita bahkan kau akan dimintai denda.”

“Aku akan ikut ke sana, aku harus memastikan semuanya lebih dulu. Kalian diam saja dan jangan lakukan apapun, maksudku biarkan aku yang bertanggung jawab atas masalah ini supaya semuanya tidak merembet ke mana-mana.” Jaemin menepuk pelan bahu Haechan dan Renjun. “Ah, ingat apa yang ku minta kemarin. Lakukan secepatnya sebelum Pak Jung bertindak.”

Renjun mengangguk paham. “Lia, bagaimana?”

Pertanyaan Renjun sukses membuat langkah Jaemin terhenti, padahal sedikit lagi dia akan meraih kenop pintu.

“Biarkan saja.”

“Kau tidak serius putus dengannya, kan?”

“Lia menganggapnya serius karena aku sempat emosi dan membentaknya. Apalagi aku bilang tidak akan pernah meminta maaf dan memohon lagi padanya. Tapi aku memang sengaja, itu lebih baik, karena aku tidak mau dia terlibat dalam masalah ini. Nanti, kalau semuanya sudah selesai, aku akan kembali padanya dan meminta maaf lalu memohon.” Jaemin tersenyum tipis. Sesal karena membentak Lia kemarin masih tersisa. Tapi apa yang bisa dia lakukan sekarang, dia tidak mau Lia tahu.

“Bagaimana kalau nanti Lia punya pacar karena kau terlalu lama pergi?”

“Maka aku akan menyeretnya supaya kembali padaku. Kalau tidak mau, pacarnya yang akan aku habisi. Aku akan memohon, bila perlu bersimpuh supaya dia memaafkanku,” ujar Jaemin dengan senyum sinisnya.

Dia melanjutkan langkahnya lalu melambaikan tangannya sebelum menghilang di ambang pintu. Haechan dan Renjun terlihat khawatir tapi melihat Jaemin yang dengan santainya menanggapi masalah ini, mereka jadi tidak khawatir lagi.

“Bantu aku mengurus semuanya. Aset Jaemin tidak sedikit.”

“Iya.”

Setelah Jaemin dibawa pergi oleh pihak kepolisian, barulah Haechan dan Renjun keluar. Mereka memberitahu Bibi Kim supaya tidak khawatir karena Jaemin pasti akan baik-baik saja. Tapi tetap saja yang namanya khawatir, ya khawatir. Apalagi Bibi Kim sudah bersama Jaemin sejak dulu.

*

Pak Jung tersenyum lebar saat anak buahnya mengabari kalau Jaemin sudah ada di kantor polisi. Ketukan jarinya pada meja kerja, tepatnya meja kerja milik Jaemin yang ada di perusahaan, terdengar menggema di ruangan.

Hampir semua dewan direksi sudah ada dalam genggamannya termasuk para karyawan. Kini, rencana besarnya sudah dilakukan. Dia hanya perlu menunggu kehancuran Jaemin.

“Kau sudah bersamanya sejak dulu. Apa kau tahu sesuatu tentang kelemahan Jaemin? Sesuatu yang bisa menjadi kelemahan terbesarnya? Ya, kira-kira yang langsung bisa membuatnya tunduk dan memohon pada Ayah?” tanya Pak Jung pada Sungchan yang kini sedang duduk di sofa.

“Kak Lia,” jawab Sungchan. “Kelemahan terbesar Kak Jaemin adalah Kak Lia.”

Mendengar itu, Pak Jung langsung tersenyum tipis. Dia langsung meraih ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Bawa Choi Lia padaku.”

“Baik, Tuan.”

**

Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata jadi di bawa santai aja, jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.

©dear2jae
2022.03.12 — Sabtu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top