15. Something Changes

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Pak Jung membanting pintu ruang kerja pribadi yang ada di rumahnya dengan keras. Bahkan Sungchan sampai terlonjak kaget di ruang tengah. Wajahnya merah padam menahan emosi yang meluap-luap. Vas bunga kecil yang ada di atas meja menjadi sasaran kemarahannya, vas bunga itu melayang hingga mengenai tembok samping pintu. Beruntung, Sungchan yang baru masuk tidak terkena lemparannya.

“Ayah..”

“Kita ubah rencana.”

“Bagaimana?”

“Tadinya Ayah berencana untuk mengadu domba antara mafia Jepang itu dan Jaemin. Supaya mereka berdua berseteru dan akhirnya saling serang, atau paling parahnya saling bunuh. Lalu bisnis barang-barang ilegalnya bisa jatuh ke tangan Ayah kalau Jaemin mati. Tapi sekarang, kita ubah rencana..” ujarnya dengan sorot mata yang tajam. “Kirim semua foto yang kau punya ke pihak polisi. Pastikan di sana ada Jaemin serta bukti lainnya. Gertakan yang kemarin tidak membuahkan hasil, dia tetap sombong di depan Ayah.”

Sungchan sebenarnya tidak pernah setuju dengan semua yang dilakukan ayahnya. Dulu, mereka tidak punya apa-apa dan Tuan Na sudah berbaik hati membantu mereka. Sungchan masih ingat jasa-jasa keluarga Jaemin padanya. Sayangnya, apa pun akan dilakukan demi uang dan kekuasaan.

“Lalu?”

“Ayah akan membuat Jaemin hancur dengan bisnis barang ilegal itu. Lalu nantinya, perusahaan Asia Pasific Group akan jatuh ke tangan Ayah.”

Ouh, senyuman Pak Jung bahkan lebih menyeramkan dari hantu.

“Ayah yakin perusahaan itu akan jatuh ke tangan Ayah?”

“Pemegang saham terbesar adalah Jaemin, sisanya milik beberapa dewan direksi, dan tentunya Ayah. Rata-rata, semua dewan direksi maupun karyawan yang lain memihak pada Ayah. Jadi, jika sesuatu terjadi padanya maka tidak sulit untuk mengambil alih perusahaan.”

“Masih rata-rata, Ayah. Belum semua.”

“Maka dari itu, Ayah akan membuat imagenya buruk di kalangan karyawan maupun khalayak umum.”

Sungchan hanya bisa berdoa supaya ayahnya bisa sadar sebelum merealisasikan semua rencananya. Dia tidak ingin terlibat tapi jika membantah, dia juga tidak sanggup dipukuli terus menerus.

“Ayah.. Apa Ayah tidak merasa menyesal terhadap apa yang Ayah lakukan pada Paman Na dan Bibi Han?” tanya Sungchan. Sebenarnya itu pertanyaan yang sensitif karena Pak Jung bisa saja murka tapi Sungchan hanya ingin ayahnya tahu, kalau dia juga tahu tentang semua perbuatan kotor ayahnya.

See, saking akrabnya keluarga Pak Jung dan Tuan Na. Sampai-sampai Sungchan memanggil orang tua Jaemin dengan sebutan Paman dan Bibi.

“Keluar sebelum Ayah memukulmu.”

“Mereka tidak bersalah tapi Ayah malah membuat mereka kecelakaan dan mereka akhirnya meninggal. Apa Ayah tidak kasihan melihat Kak Jaemin sendirian? Selama ini Paman dan Bibi sudah banyak membantu Ayah tapi kenapa balasan Ayah begitu kejam?”

Dahi Sungchan terluka karena Pak Jung melemparinya dengan asbak kayu yang ada di atas meja. Bahkan darahnya menetes.

“Tutup mulutmu. Kalau perusahaan itu jatuh ke tangan Ayah maka Ayah akan menjadikanmu CEOnya, Jung Sungchan!”

“Aku tidak mau menduduki jabatan itu jika cara mendapatkannya kotor.” Sungchan beranjak dan keluar dari ruangan ayahnya. Meninggalkan Pak Jung dengan emosinya yang kian meluap.

Pak Jung kemudian menatap satu bingkai kecil yang ada di atas meja kerjanya. Bingkai berisi satu buah fotonya bersama Jaemin.

Jaemin tak henti-hentinya menangis saat mendapat kabar tentang kecelakaan orang tuanya. Dia yang baru saja lulus kuliah harus dihadapkan dengan banyaknya permasalahan orang dewasa.

“Pelaku pembunuhan orang tuamu adalah rekan kerjanya sendiri. Motifnya iri, itu sebabnya mereka melakukan hal kotor ini untuk menyingkirkan ayahmu.”

“Siapa mereka, Paman? Tolong bantu aku membalas semua perbuatan mereka. Aku bersumpah akan membalasnya, dan akan membunuhnya.”

“Mafia Jepang, pelakunya mereka.”

“Baik, Paman. Aku akan selalu mengingatnya.”

Pak Jung tersenyum sinis seraya meraih bingkai foto itu lalu melemparnya ke dalam tong sampah.

“Bodoh, aku bahkan tidak pernah tahu siapa mereka. Memang, ya, orang yang sedang kalut lebih mudah untuk dipengaruhi.”

*

“Bagaimana?” sahut Renjun seraya meletakkan tiga kaleng minuman soda di atas meja. “Pak Jung sempat bilang bahwa dananya tidak apa-apa kalau dicampur. Tapi lihatlah, tim audit tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan yang jelas. Bayangkan, bagaimana jadinya kalau aku tidak sempat memisahkan laporan keuangannya? Mungkin sekarang kau sudah diperiksa dan ditanyai dari mana sumber uang lainnya berasal.”

Jaemin membuka kaleng sodanya kemudian meneguknya. Pikirannya masih berkecamuk, entah ingin percaya atau tidak. Padahal bukti sudah terlihat sedikit demi sedikit. Dia begitu menghargai Pak Jung sebagai seseorang yang setia terhadap keluarganya sejak dulu. Berawal dari sopir pribadi Tuan Jaehoon hingga menjadi orang kepercayaan nomor satu.

Ada satu bukti jelas yang sudah dia kantongi perihal kejanggalan kematian ayahnya serta hubungannya dengan mafia Jepang itu. Tapi Jaemin hanya ingin mengumpulkan bukti lebih banyak lagi.

“Apa Haechan belum kembali?” tanyanya seraya menyodorkan satu kaleng minuman dingin di depan Lia. Tentu saja setelah dia membukanya.

Saat ini, mereka sedang memanggang daging di halaman belakang mansion. Sepulang Lia dan Ryujin bekerja, mereka langsung datang ke mansion Jaemin.

“Belum,” jawab Renjun yang mulai menyandarkan punggungnya di kursi.

“Ke mana lagi kau menyuruhnya pergi? Kenapa pacarku tidak kembali sampai sekarang?” Ryujin menujuk Jaemin dengan sumpit yang ada di tangannya. “Awas ya, kalau sampai pacarku terluka.”

Jaemin dan Lia terkekeh melihat kemarahan Ryujin. Setelah marah-marah, dia kembali fokus memanggang dagingnya sambil sesekali memakannya.

Sementara itu, Jaemin menarik tangan Lia dan mendudukkannya di pangkuan. Suasana ramai tapi Jaemin tidak seperti biasanya. Lebih banyak terlihat murung dan itu tak luput dari perhatian Lia.

Sentuhan tangan Lia pada pipi, membuatnya sadar dari lamunan. Jaemin mendongak sedikit. “Ada masalah?” tanya Lia lagi, siapa tahu kali ini Jaemin ingin berbagi dengannya.

Jaemin menggeleng lalu tersenyum tipis. “Tidak ada,” jawabnya, karena Jaemin tidak ingin membuat Lia ikut memikirkan masalah saat ini.

Renjun berdeham keras seraya melempar sampah kaleng ke tong sampah dengan keras. “Semoga Haechan lama. Serius, kalau sampai anak itu datang dan langsung bermesraan dengan Ryujin, woah, bisa-bisa aku sendirian,” teriaknya karena menyindir Jaemin dan Lia yang kini malah sibuk berdua.

Ryujin hendak menimpali tapi tidak jadi ketika mendengar suara Haechan. Sepertinya urusannya sudah selesai. Segera saja dia berlari dan menyambut Haechan lalu memeluknya dengan erat.

Shit!” gumam Renjun yang memilih untuk kembali memejamkan matanya dari pada melihat teman-temannya bermesraan.

“Jun, carilah pacar. Nanti aku akan memberikanmu jatah libur satu minggu dan nikmati saja waktu itu. Cari pacar,” sahut Jaemin dan Renjun membalasnya dengan acungan jari tengah.

Haechan bergabung bersama mereka setelah sejenak melepas rindu dengan kekasihnya. Walaupun hanya berpisah beberapa jam saja.

Tatapan Jaemin terlihat berharap saat ini tapi Haechan hanya membalasnya dengan senyum tipis.

“Sayang, ada yang harus ku bicarakan dengan mereka. Bisakah kau ke sana dulu bersama Ryujin, hm?” pinta Jaemin lalu Lia mengangguk dan turun dari pangkuan Jaemin kemudian menyusul Ryujin yang sudah kembali duduk di depan pemanggangan.

Haechan beranjak duduk, Renjun segera mendekat hingga kini mereka duduk saling berhadapan. Sejenak, Haechan menatap kedua perempuan itu untuk memastikan mereka tidak dengar.

“Benar,” ujar Haechan pelan yang langsung membuat Jaemin memijit pelipisnya. “Dugaanmu bahwa Pak Jung yang memanggil tim audit memang benar, Jae.”

“Kau sudah memastikan tidak ada yang tahu tentang dirimu yang tadi pergi mencari informasi?” tanya Renjun.

Haechan mengangguk. “Aku bertanya pada bagian informasi. Apakah tim audit yang datang tempo hari ke kantor Asia Pasific Group terjadwal atau ada yang meminta. Dia bilang ada yang meminta, atas nama Jung Pilho.”

“Sudah terkonfirmasi 100%, itu memang Pak Jung,” timpal Renjun. “Lihat, kita bicara dengan bukti, Na Jaemin. Kau patut curiga padanya karena banyak hal janggal yang sudah ada buktinya. Sungchan yang salah memberi informasi lalu tim audit yang tiba-tiba datang tanpa pemberitahuan sehari sebelumnya dan yang paling mengejutkan adalah kiriman foto ke kantor polisi kemarin. Itu jelas Sungchan.”

Kepala Jaemin mendadak pusing. Masalah yang dihadapinya semakin rumit, apalagi dia belum menemukan titik terang tentang mafia Jepang itu dan langkah yang harus dia ambil nantinya.

Jaemin masih belum mau percaya tapi buktinya jelas. Pak Jung dulu sangat baik padanya dan keluarga. Kenapa sekarang malah membalasnya dengan pengkhianatan. Bahkan Jaemin masih ingat dengan jelas bagaimana setianya Pak Jung pada keluarganya. Walaupun ayahnya sering pergi pagi-pagi, Pak Jung selalu siap sedia.

Kini, tersisa satu hal yang dapat membuktikan kecurigaannya tentang Pak Jung selama ini. Ya, Jaemin hanya perlu memastikannya. Yaitu secarik kertas yang ada di dalam berkas perjanjian ayahnya dengan mafia Jepang itu. Pasti ada alasan kenapa ayahnya meninggalkan secarik kertas.

“Lia,” sahut Renjun ketika mereka sedang menyantap daging panggangnya yang sudah jadi. Lia menoleh. “Ikat saja rambutmu kalau gerah. Kita tidak akan berkomentar dengan kissmark yang ada di lehermu.”

Lia tersedak lalu yang lainnya tertawa. Jaemin segera menyodorkan air di depan Lia dan melempar tatapan dinginnya pada Renjun.

“Jun, pengelihatanmu tajam sekali.” Haechan terkekeh.

“Diam dan nikmati saja makanan ini, jangan banyak berkomentar!” desis Jaemin yang kembali mengundang tawa.

Haechan berdeham pelan. “Lalu, bagaimana rencanamu selanjutnya? Bagimana dengan mafia Jepang itu? Hal itu belum menemukan titik terang, Jae.”

“Bahasnya nanti saja,” sahut Jaemin karena masih ada Lia dan Ryujin yang bersama mereka. Bukan ingin menyembunyikan tapi Jaemin tidak ingin Lia tahu dan malah ikut kepikiran.

“Karena ada aku, ya?” tanya Lia. “Memangnya kenapa kalau ada aku? Kau takut aku tahu masalahmu? Walaupun aku tahu, aku juga tidak akan ikut campur. Aku juga ingin tahu, setidaknya kalau aku tahu, aku tidak akan sering merecokimu seperti ini dengan meminta party kecil-kecilan untuk sekadar healing.”

Keinginan untuk party kecil-kecilan ini adalah permintaan Lia. Sebenarnya dia ingin menghibur tapi sepertinya masih banyak hal yang harus dibahas Jaemin dan teman-temannya. Jadi, Lia merasa bersalah sebab Jaemin jadi tidak leluasa.

Lia beranjak dan meraih tas selempangnya. “Aku pulang, ya. Kalian bisa lanjut bicara. Aku tidak marah, aku hanya ingin memberimu ruang untuk bicara dengan leluasa.”

Lia tidak bermaksud merajuk, tapi Lia hanya ingin Jaemin membagi masalah dengannya. Walaupun Lia tidak dapat membantu, tapi Lia ingin Jaemin menjadikannya tempat berkeluh kesah seperti sebelumnya. Setidaknya Lia bisa memberi pelukan penenang jika memang dibutuhkan.

Jaemin menahan tangan Lia yang hendak pergi lalu melempar tatapan tajamnya pada si biang kerok Haechan.

“Aku tidak akan membahas apa-apa dengan mereka sekarang. Jadi, duduk diam sebelum aku marah dan tidak membiarkanmu keluar dari sini.”

“Aku mau pulang, mau istirahat.”

Cengkraman Jaemin semakin kuat dan itu membuat Lia meringis.

“Sakit!” Lia berusaha melepaskan tangannya. “Kenapa kau jadi emosi begini? Aku tidak apa-apa, aku hanya ingin pulang.”

Tidak ada yang berani buka suara, bahkan Haechan kembali meletakkan daging yang tadi hendak dimakan karena tidak berani mengunyah.

“Kenapa kau jadi sering merajuk seperti ini, sekarang?” suara Jaemin meninggi, benar-benar tinggi hingga Lia tersentak kaget.

“Aku tidak merajuk, Na Jaemin.” Lia menghempaskan tangan Jaemin dengan keras. “Kau berubah. Ah, dari dulu memang berubah, ya. Dulu kau sering bercerita padaku tentang apa yang kau alami, tentang masalahmu, bahkan tanpa aku minta. Sekarang, tidak lagi. Kau tidak pernah mau membagi masalahmu denganku. Kalau kau takut aku akan ikut campur, tenang saja, aku tidak akan melakukannya. Pak Jung juga tidak suka, kan, aku ikut campur. Kau tahu, aku hanya ingin menjadi seseorang yang selalu ada untukmu ketika kau merasa lelah dan jenuh. Memberimu pelukan hangat untuk menenangkanmu jika kau butuh. Akhir-akhir ini kau terlihat lelah tapi kau tidak mau bercerita padaku jadi aku juga tidak tahu bagaimana harus bersikap padamu. Jadi, ya sudah, kalau memang ingin seperti ini. Silahkan. Aku tidak akan memaksamu untuk bercerita lagi. Maaf karena terlalu ingin tahu.”

Penuturan panjang Lia diakhiri dengan linangan air mata. Selain karena sakit hati karena dibentak, Lia juga merasa sakit hati karena merasa Jaemin tidak membutuhkannya lagi. Lia tidak akan ikut campur, Lia hanya ingin memberinya sedikit semangat jika memang butuh.

**

Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata jadi di bawa santai aja, jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.

©dear2jae
2022.03.06 — Minggu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top