01. Introduce

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Sky Senior High School, salah satu sekolah elit negeri yang ada di kota dan termasuk jajaran sekolah bergengsi. Sejak awal masuk di sana, Na Jaemin berhasil menjadi idola hanya dalam sekejap karena latar belakang keluarga serta ketampanan yang dia miliki. Bukan hanya itu, tapi Jaemin bisa dengan cepat beradaptasi dengan teman-temannya karena sikapnya yang humble. Tidak membeda-bedakan teman berdasarkan latar belakang. Mau mereka kaya atau di bawah rata-rata, kalau sudah sekelas maka mereka adalah teman.

Lalu, apa yang membuat sekolah gempar yaitu saat Jaemin mentraktir teman-temannya di kantin sekolah. Siapa memangnya yang tidak tahu Jaemin, seorang anak pengusaha kaya raya yang perusahaan milik ayahnya pernah masuk jajaran perusahaan paling berpengaruh.

“Kalian ambil saja apa yang kalian mau, nanti aku yang bayar.”

Sangat enteng memang mengatakannya karena bagi Jaemin, hanya dengan helaan napas saja orang tuanya sudah mengerti kalau dia mau uang. Kartu kredit tanpa batas, bahkan di usia yang masih sangat muda Jaemin sudah punya black card.

Walaupun datang dari keluarga berada, Jaemin tidak pernah menyombongkan dirinya sendiri. Yang dalam artian akan berkoar-koar mengatakan pada khalayak ramai bahwa dia kaya, tidak, Jaemin tidak begitu. Jaemin hanya memanfaatkan apa yang dia punya untuk hal yang baik. Seperti mentraktir teman-temannya.

“Apa ayahmu tidak pernah melarangmu menghamburkan uang?” tanya Haechan, si tukang usil yang ada di kelas.

Kata anak-anak, jangan berurusan dengan Haechan karena akan membuat kepala pusing dengan kelakuannya.

“Tidak, ayah tidak pernah melarangku melakukan apa yang aku mau. Lagi pula aku memakainya untuk membelikan kalian makanan, jadi untuk apa ayah marah.” Jaemin meraih gelas jusnya lalu meneguknya.

Kadang, kelas lain iri terhadap kelas Jaemin karena kata mereka, mereka ingin ditraktir juga. Makanya, banyak dari mereka yang berlomba-lomba untuk mendekati Jaemin supaya dianggap teman. Tapi Jaemin tidak terlalu merespon sebab Jaemin tahu maksud mereka.

Pernah juga, Jaemin mengajak teman-temannya untuk bermain game di warnet dan menyewa warnet itu sehari full. Hal itu mereka lakukan di hari libur ya, bukan hari sekolah dan membolos kemudian mengabaikan pelajaran.

“Jae, kau serius menyewa seluruh tempat ini untuk kita?” tanya Haechan lagi yang masih belum mau beranjak duduk.

“Tanya saja pada petugasnya kalau kau tidak percaya,” sahut Jaemin.

Bahkan yang lebih mencengangkan lagi adalah mereka dilayani dengan makanan dan minuman. Mulai dari snack ringan sampai ramen yang identik dengan warnet.

Jaemin tidak melakukan semua itu untuk mencari perhatian sebab dari SD sampai SMP pun, Jaemin sering melakukannya yaitu mentraktir teman-temannya, mangajak teman-temannya bermain game di warnet.

Bicara tentang perhatian, dari orang tuanya saja sudah cukup. Walaupun sama-sama sibuk tapi mereka selalu meluangkan waktu untuk Jaemin dengan quality time kalau weekend. Sebisa mungkin mereka tidak bekerja kalau weekend supaya punya waktu bersama Jaemin karena Jaemin juga anak tunggal.

Lalu pernah juga saat kelas Jaemin punya tugas kelompok, Jaemin mengajak mereka untuk mengerjakannya bersama-sama dan Jaemin membooking satu kedai makanan seharian penuh. Belajar sambil makan dengan santai.

“Jae, terima kasih, ya,” sahut si ketua kelas. Namanya Renjun, laki-laki itu mengacungkan dua jempolnya pada Jaemin sebagai tanda terima kasih.

Jaemin hanya membalasnya dengan anggukan kepala seraya beranjak duduk untuk mulai mengerjakan tugasnya juga.

“Kalau kau bosan di rumahmu, hubungi aku saja. Aku siap menjadi teman bermainmu seharian penuh. Aku juga mau menginap di rumahmu, tinggal di sana pun aku rela. Ku dengar kau anak tunggal, jadi kau mungkin akan kesepian kalau sendiri,” bisik Haechan dengan mengangkat sebelah alisnya.

“Mau jadi pembantu? Kebetulan rumahku sedang butuh satu orang pembantu di bagian dapur.”

“Tidak, terima kasih.”

Jaemin termasuk anak yang dimanja oleh orang tuanya sebab apa pun yang dia inginkan, selalu dituruti. Jaemin juga dibebaskan untuk bergaul dengan siapa saja tanpa memandang kasta. Bagi Jaemin, berteman dengan siapa saja tidak apa-apa. Selama mereka memberi positif vibes padanya.

Datang dari keluarga berada dan berpengaruh, bukan berarti Jaemin akan berlaku semaunya terhadap orang-orang. Justru sikap sopan santunnya diajari oleh orang tua sebab Jaemin sering diajak untuk menghadiri acara resmi.

Untuk kelakuan, Jaemin tidak termasuk ke dalam golongan anak-anak yang bisa disebut nakal dan suka berkelahi lalu sering bolos sekolah, tidak. Karena latar belakang keluarga yang terbilang terpandang, Jaemin jadi lebih menjaga sikap dan sifat supaya keluarga tidak terkena imbasnya.

Enam bulan berlalu dan semester satu dilewati begitu saja. Nilai akademik Jaemin terbilang cukup bagus walaupun tidak mendapat juara kelas. Ketika itu, Jaemin berencana untuk mengajak teman-temannya berlibur ke villa mewah milik keluarganya.

Bahkan Jaemin sudah memberitahu ayahnya tentang rencana itu dan ayahnya pun sudah menyetujui. Jaemin hanya perlu memberitahu teman-temannya nanti.

“Sepertinya aku harus pergi membeli sepatu,” gumam Jaemin saat menatap sepatunya yang kotor di bagian ujung depan karena tak sengaja menginjak bungkus cokelat di kantin sewaktu istirahat tadi. Hanya bekas cokelat sedikit saja tapi Jaemin sudah berencana mengganti sepatunya.

Selesai membasuh tangannya di kamar mandi, Jaemin keluar dengan langkah pelan karena rencananya setelah ini dia akan mengabari teman-temannya.

Di lorong menuju kelasnya, yang kebetulan sedang sepi, Jaemin hanya berpapasan dengan satu orang perempuan yang sepertinya hendak pergi ke toilet sepertinya. Awalnya tidak ada hal yang aneh sampai ketika Jaemin mendengar gumaman perempuan itu. Suaranya kecil tapi telinga Jaemin berhasil mendengarnya dengan jelas.

“Tabunganku memang masih ada. Tapi sepertinya tidak akan cukup untuk beberapa bulan ke depan. Hm, sepertinya aku harus menerima tawaran kerja paruh waktu dari Pak Lee dan akan mulai berhemat ke depannya.”

Seketika, Jaemin menghentikan langkahnya dan berbalik lalu menatap perempuan itu sampai benar-benar hilang di persimpangan lorong. Gumaman yang terdengar menyedihkan untuk berhasil membuatnya termangu.

“Choi Lia, kelas B. Itu artinya kelasnya ada di sebelah kelasku,” gumam Jaemin lagi yang sempat menatap name tage perempuan yang bernama Lia itu. “Aku dengan mudahnya menghamburkan uang sedangkan gadis itu masih memikirkan kelangsungan hidupnya ke depan. Apalagi uang itu adalah uang orang tuaku. Miris.”

Namanya Lia, masuk ke sekolah elit Sky Senior High School karena beasiswa berprestasi yang dia dapatkan dari pihak sekolah. Latar belakang keluarganya hanya kelas menengah ke bawah dan saat ini Lia tinggal bersama neneknya yang sudah tua karena orang tuanya sudah meninggal sejak Lia masih kecil.

Awalnya Lia minder karena yang masuk ke sekolah itu hanya jajaran anak-anak terpandang dan kaya raya. Tapi Lia meyakinkan dirinya bahwa dia datang ke sekolah untuk mencari ilmu, untuk belajar, bukan untuk mencari sensasi serta pengakuan dari orang-orang.

Setiap hari sepulang sekolah, Lia selalu bekerja paruh waktu untuk membantu perekonomiannya bersama nenek yang hanya bekerja sebagai pedagang kecil-kecilan di pasar. Hidup seorang diri bersama nenek membuat Lia bisa mandiri dan tidak manja sejak kecil. Lalu, hasil kerjanya bisa dia tabung sebagian dan dia sisihkan untuk bekal ke sekolah.

“Apa hari ini kau bisa ikut dengan kita? Nanti sore ada festival di alun-alun kota.”

“Maaf, aku tidak bisa. Aku harus bekerja. Kalian saja yang pergi, jangan lupa difoto lalu kirim padaku supaya aku bisa melihatnya nanti.”

Kalau diajak bermain oleh teman-temannya, Lia selalu menolak karena memang Lia harus pergi bekerja paruh waktu.

Pulang sekolah jam empat sore, lalu bekerja sampai jam delapan malam, setelah itu Lia bisa pulang ke rumah dan mulai mengerjakan tugas kalau ada. Saat tugas selesai, kalau nenek memasak, Lia bisa langsung makan. Tapi kalau nenek kurang sehat, Lia akan memasak sendiri terlebih dahulu.

Lia sama sekali tidak pernah mengeluh kenapa nasibnya sangat tidak beruntung. Baginya, Tuhan sudah mengatur nasib manusia sedemikian baik. Jadi, kalau tidak terlahir dari orang tua yang kaya maka Lia bisa bekerja dengan giat supaya nanti anaknya tidak akan bernasib sama sepertinya.

Melihat bagaimana teman-temannya yang lain bisa dengan mudah mengeluarkan uang, tidak membuat Lia iri. Kadang, kalau ingin berhemat maka Lia akan membuat bekal dari rumah supaya di sekolah tidak belanja dan uangnya bisa Lia tabung.

“Kelas sebelah ditraktir lagi oleh Jaemin. Kemarin, mereka disewakan satu kedai makanan untuk belajar kelompok. Ah, aku iri. Aku juga ingin punya teman seperti Jaemin,” gumam salah satu teman sekelas Lia.

“Dia siapa? Maksudku, apakah dia anak orang yang super kaya karena aku sering mendengar anak-anak yang lain membicarakannya.”

Oh my god, Lia.. Dia itu anak salah satu pengusaha kaya raya ibu kota. Kau tahu istilah kerennya? Anak tunggal kaya raya. Setiap hari mentraktir teman sekelasnya makanan di kantin. Kemarin menyewa warnet sehari penuh dan masih banyak lagi. Bahkan dari yang aku dengar, sudah ada beberapa kakak kelas dan teman senangkatan kita yang menyatakan cinta padanya. Tapi, Jaemin menolak.”

Lia hanya mengangguk kecil sebagai respon dari celotehan panjang temannya tentang Jaemin.

“Apa kau tidak berniat mendekatinya? Siapa tahu nasibmu beruntung nantinya.”

“Mana mungkin dia menyukai perempuan miskin sepertiku. Kau ini ada-ada saja.” Lia malah tertawa. Sangat-sangat tidak mungkin seorang anak tunggal kaya raya menyukainya. “Kalau anak sepertinya, pasti jodohnya tidak jauh-jauh dari anak teman ayahnya yang sama-sama pengusaha. Kebanyakan, seperti di drama-drama, mereka akan dijodohkan. Semua hidupnya sudah diatur.”

Fokus Lia saat ini adalah belajar dengan giat supaya sampai kuliah nanti bisa mendapat beasiswa. Belum ada pemikiran untuk menjalin hubungan apalagi terlibat dalam suatu hubungan yang serius. Lia juga sadar diri, mana mungkin orang berkelas akan jatuh cinta pada perempuan sepertinya.

Walaupun ada beberapa orang yang berasal dari kalangan menengah ke bawah di SMA Sky, tapi di sana tidak pernah ada laporan pembullyan terhadap sesama siswa. Mereka menghormati satu sama lain dan menjalani hari-hari dengan tenang.

Selama ini Lia juga masih aman-aman saja hingga suatu ketika hidupnya berubah drastis setelah Jaemin datang entah dari mana dan karena apa. Hidup Lia yang awalnya tenang dan tentram menjadi kacau karena banyak mendapat kebencian sebab Jaemin mendekatinya.

“Mereka menyeramkan kalau masalah laki-laki dan orang yang disukai. Mereka lebih menerima kalah saing dalam hal akademik dari pada percintaan. Kau memang tidak di bully secara verbal dan fisik tapi dari tatapan mereka saja kau bisa tahu kalau kau sedang dimusuhi. Kemarin aku memang menyuruhmu mendekati Jaemin tapi sekarang aku menyarankanmu untuk menjauhinya sebelum hidupmu tidak tenang karena dimusuhi,” ujar temannya yang waktu itu menyarankannya untuk mencoba mendekati Jaemin.

“Aku tahu dan aku tidak akan meladeninya. Tapi, mungkin ceritanya beda lagi ya kalau aku adalah anak orang kaya?” Lia tertawa miris. “Menyedihkan sekali hidup ini.”

**

Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata jadi di bawa santai aja, jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.

©dear2jae
2022.02.02 — Rabu.

Notes— beberapa part awal adalah cerita singkat gimana mereka ketemu sampe pacaran.

💟

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top