(c) Ours

{Alohaaa! Aku update lagi. Silakan tiggalkan jejak vote dan komentar kalian, ya. Soalnya berpengaruh banget buat semangatku menulis kisah Janu dan Karlee ini. Anyway, gimana kesannya yang udah baca special chapter 4? Boleh kasih kesan atau mau request scene special chapter untuk pasangan ini, hehehe. Happy reading!]

Seperti pagi biasanya, yang lebih dulu terbangun adalah Karleesha. Janu sudah pasti ketinggala untuk bangun pagi dan sibuk untuk meraba-raba sisi tempat tidur yang digunakan istrinya dalam kondisi kosong. Padahal, Karleesha adalah pihak yang paling sering mengeluhkan rasa lelah setelah bercinta, tapi herannya selalu bisa segar bugar bangun sangat pagi. Mungkin karena Janu memang menjadi pihak yang harus mau bangun ketika anak mereka terbangun dengan alasan menyusu atau ganti popok ditengah malam, makanya Karleesha bisa tidur lebih nyenyak dan bangun lebih pagi. 

Janu lebih dulu bangun untuk mandi, tidak ada kata untuk menunda mandi meski matanya masih begitu mengantuk. Hanya dengan mandi saja maka Janu akan bisa membuka matanya secara penuh dan bisa bergantian mengurus si kembar sebagai bantuan untuk Karleesha. 

"Iya. Mama tenang aja, aku nggak bakal lupa buat selametan. Aqiqah nanti urusan papanya anak-anak, nggak usah mbingungi begitu, sih, Ma."

"Iya, itu, kan waktu si kembar lahir kalian nggak langsung selametan buat kasih nama. Yaudah, nunggu apa lagi? Mama cuma kasih saran yang baik, loh. Kamu selalu aja sensi sama Mama, Karleesha." 

Janu bisa mendengar pembicaraan istrinya dengan mertuanya yang bingung sekali untuk Janu sebut namanya yang mana, Samantha atau Sri Ningsih? Walaupun Janu tetap akan memanggilnya 'Mama', tapi dia bingung jati diri yang mana yang mertuanya gunakan sekarang. 

"Iya. Aku tahu apa yang Mama katakan itu selalu hal baik, tapi jatuhnya juga jadi mendikte. Aku sama suamiku tahu apa yang terbaik untuk kami. Lagi pula ini rumah tangga kami, Ma. Nanti aku males video call sama Mama, deh, kalo Mama selalu resek." 

"Jangan, dong! Mama mau liat cucu-cucu Mama, Kar. Kamu jangan halangi begitu, dong!" 

"Yaudah, kalo masih pengen terus ngomong dan liat cucu-cucunya, kalo ngaasih masukan nggak usah mojokin aku sama suamiku." 

"Iya, ah, cerewet!" 

Janu bisa melihat istrinya yang menggelengkan kepalanya berulang kali karena tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh mamanya sendiri. Padahal yang cerewet adalah wanita tua itu sendiri bukan Karleesha. 

Melihat kedua bayinya berada dalam masing-masing bantal dan sedang menyusu pada kedua payudara Karleesha, Janu hanya bisa mendekat dan mencium kening sang istri. Karena gerakan tersebut, wajah Janu masuk dalam kamera ponsel istrinya yang masih bicara dengan Samantha. 

"Nah, itu suamimu. Baru bangun itu? Jam segini baru bangun??" 

"Semalem suamiku yang jaga anak-anak, makanya dia bangun agak siang. Mama nggak usah komen lagi soal jam tidur suamiku atau aku tutup telepon Mama sekarang juga." 

Janu menjauh dan berjalan menuju dapur. Tidak ada masakan yang dibuat oleh Karleesha, itu artinya Janu harus mencari menu sarapannya keluar atau masak sendiri dengan bahan-bahan seadanya. 

"Arl, kamu udah sarapan belum?" tanya Janu. 

"Belum, Sayang. Aku nungguin kamu bangun buat beli makan. Aku pengen bubur ayam." 

"Oh, oke. Aku kira kamu pengen aku masak." 

"Nggak. Beli buburnya buat aku tiga porsi, ya." 

Janu tidak heran sama sekali dengan permintaan istrinya itu. Dia paham bahwa Karleesha sangat butuh-butuhnya asupan yang banyak karena wanita itu sedang dalam masa menyusui. 

"Oke. Ada tambahan lagi?" 

"Kalo tukang rujak udah buka, beliin buah jambunya sama melonnya, ya. Bungkusin bumbunya nggak usah banyak-banyak." 

"Jangan dibeliin, Januar! Istrimu lagi menyusui, nanti anak-anaknya pada mencret kalo makan bumbu rujak yang pedes. Beli bubur aja, nggak usah yang pedes!" sahut Samantha membuat Janu seketika saja meringis. 

Karleesha menjadi kesal dan akhirnya enggan untuk bicara lebih lama lagi dengan Samantha di sambungan video call mereka. 

"Jadi? Rujak iya atau nggak?" 

"Kalo ada beliin!" ucap Karleesha dengan tegas. 

Janu mengangkat kedua tangannya seperti tahanan yang ditodong pistol oleh polisi. Dia berjalan cepat keluar setelah mengambil kunci mobil dan dompet. 

*** 

08123XXXX [Aku pengen ketemu kamu, J.] 

Karleesha yang sudah berhasil menidurkan kedua bayinya menatap layar notifikasi ponsel suaminya yang menyala dan memberikan kesempatan bagi wanita itu untuk membaca pesan yang masuk dari nomor tidak disimpan. 

Sebagai seorang perempuan yang memang memiliki dorongan akan rasa peasaran yang tinggi dan insting yang kuat, bohong jika Karleesha tidak ingin membuka pesan tersebut dan membalas atau menghapusnya jika perlu. Namun, sisi logika Karleesha untungnya berjalan dengan sangat baik hingga memberikannya dorongan agar tetap tenang dan mencari jalan keluar dari apa yang akan menjadi masalah bagi rumah tangganya. 

Karleesha mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia dan Janu memang berangkat dari hubungan yang penuh dengan ketidaksengajaan. Dia dan Janu juga tidak berangkat dari rasa cinta. Cemburu memang ada, karena Karleesha sudah menjadi pasangan resmi Janu. Namun, Karleesha juga tidak bisa menghapus masa lalu suaminya. Janu ada sekarang dan terlibat dalam hidup Karleesha karena masa lalunya. Jadi, dia tetap menghargai masa lalu pria itu. Hanya tinggal satu yang perlu Karleesha amati; respon Janu terhadap pesan dari masa lalu pria itu. 

"Arl, ayo makan! Anak-anak udah tidur, kan?" 

Karleesha menoleh dan melihat suaminya yang melongokkan kepala di pintu pembatas antara kamar mereka dan kamar anak-anak. 

"Iya. Kamu siapin dulu boleh? Aku mau ganti baju, soalnya kaus aku basah sama ASI." 

"Oke."

Karleesha menatap ponsel Janu yang sudah kembali redup. Dia tidak perlu cemas, selama Janu tidak bodoh dalam mengambil keputusan, maka semuanya akan baik-baik saja. Rasanya, tidak perlu juga membahas pesan tersebut saat ini. Karleesha akan melihat bagaimana kedepannya lebih dulu. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top