5
"Sophia, ayah merasa cemas dengan hasil tesmu. Sel darah putihmu tak normal."gumam Donald dengan kening berkerut membaca laporan hasil lab putrinya. Dugaan awal saat membaca hasil lab itu sempat terlintas di kepalanya tapi ia tak yakin. Memilih untuk tak percaya meski hatinya bimbang
"Apa artinya itu? Apa aku harus diobati?"tanya Sophia panik.
"Ayah akan memintamu melakukan biopsi."
"Apa?! Biopsi? Sumsum tulangku akan diambil?!"ujar Sophia dengan wajah takut dan ngeri.
"Tak akan sakit, Sophia. Mungkin kau akan merasa sedikit nyeri tapi semua akan baik saja."ujar Donald. Ia bisa melihat kepanikan dan ketakutan putrinya. "Kau tak perlu takut. Tes ini harus dilakukan agar kita tahu apa yang terjadi padamu. Semoga saja tak ada apa-apa."
Sophia hanya mengangguk sementara ayahnya mengatur waktu untuk melakukan biopsi. Sophia bisa merasakan tangannya gemetar. Bukan karena kedinginan atau ia sedang tak enak badan. Tapi karena ia tegang dan gugup. Sebenarnya apa yang terjadi padanya.
Dan sekali lagi ia melakukan pemeriksaan. Kali ini dengan cara yang lebih mendebarkan dari mengambil darah, setidaknya begitu dalam pikirannya. Meski ayahnya dan para perawat mengatakan semua aman dan tak perlu cemas, Sophia tetap merasa tegang. Oh bagaimana tidak tegang dan takut jika membayangkan sebuah jarum panjang akan menembus kulit dan tulangnya?! Meski ia akan di bius dan ditangani dokter ahli, ia tetap merasa takut.
Sophia berbaring tengkurap dan meringis saat merasakan jarum suntik menusuk kulitnya untuk membius area bagian atas panggul. Setelah obat biusnya bekerja, dokter pun mulai melakukan biopsi. Sang dokter bekerja sementara Sophia hanya menutup mata dan berdoa semua berjalan lancar.
Setelah selesai, Sophia di minta terus berbaring selama beberapa menit. Sophia merasa lega. Ia menarik napas. Perlahan teringat dengan Henry. Dan sekali lagi ia belum memberitahu keluarganya bahwa Henry melamarnya dan Sophia menerimanya. Kecemasannya membuat pikirannya teralih.
'Maafkan aku, Henry.'gumamnya dalam hati. 'Aku juga tak pernah memberitahu tes ini padamu. Aku tak mau kau khawatir. Kuharap hasilnya baik saja. Bahwa aku hanya kecapekan dan mengalami anemia saja. Saat itu aku pasti akan memberitahu keluargaku.'
———
"Apa Sophia masih tidur?"tanya Donald ketika pulang ke rumah.
"Ya. Aku cemas dengannya. Wajahnya pucat saat pulang kembali dan hari ini ia mengalami muntah. Katanya ia mual dan pusing."
Donald terdiam. Istrinya sama sekali tak tahu bahwa Sophia mengalami mual dan pusing karena efek biopsi. Dan ia tidak akan bilang apapun hingga hasil biopsi itu keluar.
"Mungkin Sophia kelelahan hingga mengalami anemia. Berikan ia buah-buahan yang bergizi."
"Ya. Belakangan ini Sophia agak aneh. Ia agak pendiam. Dan Entahlah....ia seperti tak terlalu nafsu makan."gumam Daisy.
Donald kembali terdiam. Ia juga memperhatikan hal itu. Sophia memang terlihat agak kurus. Gadis itu juga sering merasa lelah. Membuatnya khawatir.
"Apakah ada masalah dengan Henry ya? Apa karena mereka sedang bertengkar hingga Sophia berubah? Atau mereka sudah putus?"
"Tidak, Daisy. Sophia masih berhubungan dengan Henry. Mungkin ia hanya sedang lelah saja. Aktivitasnya di kampus memang padat bukan."
"Ya. Besok aku akan memasak makanan kesukaannya dan membelikan banyak buah."ujar Daisy dan Donald tersenyum padanya.
———
Sophia terbangun dengan kepala terasa berat. Ia meringis kesakitan saat merasakan nyeri di pinggangnya. Sophia bergerak sangat pelan. Melihat hari sudah pagi. Ia merasa lemas dan berpikir hari ini pun tak akan bisa kuliah lagi.
Sophia meraih HP di meja samping ranjang. Melihat begitu banyak notifikasi di layarnya. Dan kebanyakan dari Henry. Serta beberapa teman dekatnya. Ia merasa bersalah pada Henry. Sudah beberapa hari ini Sophia sibuk bolak balik ke rumah sakit hingga jarang menghubungi Henry.
Dengan rasa bersalah ia mulai membalas pesan Henry dan temannya. Sophia baru saja mengirim pesan WA pada Henry ketika beberapa detik kemudian pria itu meneleponnya.
"Hai Henry...."
"Sophia! Akhirnya kau menjawab teleponku! Aku sungguh cemas karena kau tak ada kabar dari kemarin!"
"Oh maafkan aku, Henry. Aku merasa tak enak badan kemarin..."
"Sayang, apa kau baik saja?"tanya Henry mendengar suara Sophia yang lemas dan serak.
"Ya aku baik saja. Mungkin aku hanya kecapekan saja. Tak usah cemas."
"Kalau masih sakit, jangan kuliah dulu."
"Ya, Henry."
"Aku akan menengokmu setelah pulang kuliah nanti."
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top