The Sarcastic Prompt
"Yah, tempat ini lumayan buat ganti suasana,"
"Ini penjara."
"Kalimatku tadi sarkastik,"
Mungkin saat kalian melihatku, kau pikir aku dipenjara karena mencuri, atau karena kejahatan kecil dan akan segera bebas. Yah, soal akan segera bebas itu enggak salah kok. Lima hari lagi aku akan keluar. Tapi, sayangnya pernyataan kedua itu agak salah. Aku tidak dipenjara karena kejahatan kecil.
Umurku masih kurang dari 17 tahun saat aku melakukannya, jadi aku mendapat keringanan. Yah, sekarang umurku 21, tapi aku masih bisa memperbaiki hidupku.
Semoga.
Maaf. Aku tidak yakin.
Kupikir memang begitu pada awalnya, sampai hari ini ada seorang wanita sebaya denganku, baru masuk kemari dan kita berbagi sel tahanan. Wajahnya tampan seperti pemain film, sayangnya dia wanita. Dan entah kenapa, dari wajahnya aku menyukainya.
"Halo," sapanya riang. "Hari yang cerah, ya?"
"Lumayan," aku mengangkat bahu.
"Kau kemari karena apa, cantik?" dia bertanya padaku, nadanya membuatku berpikir bahwa dia seharusnya masuk rumah sakit jiwa.
"Berisik," aku meresponnya dengan dingin, tapi kalimatku tidak membuatnya berubah sama sekali.
Dia... terlihat bahagia.
"Tempat ini cocok sekali untuk mengganti suasana, ya?"
Aku menghela nafas panjang, "Ini... ini penjara."
"Aku tahu," dia menatap dinding kosong. "Aku berkata sarkastik."
Setelah itu dia tidak berbicara apapun lagi.
Empat hari sebelum aku terbebas, wanita itu mulai menarik perhatianku lebih dalam. Dia makan seperti bangsawan. Dia berbicara dengan penuh kebahagiaan. Dia hidup, bahkan di antara mayat-mayat bergerak dari tawanan yang kehilangan hati dan pikiran, dia tidak berubah sama sekali.
Kukira dia akan hancur, rusak setelah masuk penjara, dan akan kehilangan akal sehat dan perasaannya. Yah... aku salah. Salah besar.
"Selamat siang, Vanya Blue," dia menyapaku, teh panas masih mengepul di gelas plastik itu.
"Siang, eh..." aku teringat bahwa aku belum menanyakan nama wanita itu, meski kita satu sel. Aku malas bertanya, dan dia tidak banyak bicara.
"Griselda Amethyst," jari panjangnya mengelilingi mulut gelas. "Panggil aku Sella."
Suaranya begitu manis. Setiap kata yang ia uraikan, rasanya seperti mendengar nyanyian burung kenari. Atau aku saja yang terlalu lama mendekap di penjara? Apa berbicara seperti itu adalah trend jaman seakarang? Aku tak yakin. Aku tak tahu banyak soal dunia luar.
"Berapa lama lu bakal disini?" tanyaku.
"Hm? Oh, tidak begitu lama," dia berkata, alisnya naik sebelah. "Bukankah kau tidak menyukaiku?"
"Gue cuma... gak nyaman. Biasanya sel punya sendiri, dan lu tiba-tiba masuk."
"Maaf. Dua hari lagi aku pergi, kok,"
"Cepat sekali," komentarku. "Lu kenapa bisa ada di sini?"
Lagi-lagi, dia menatap tembok dengan tatapan kosong.
"Dua hari," dia sekali lagi berkata padaku. "...Maukah kau menjadi temanku sampai aku pergi?"
Aku menggelengkan kepala. Hanya dua hari, merepotkan. Dan aku disini selama empat hari lagi... memang tidak ada hal yang bisa dilakukan, tapi aku tidak se-nganggur itu untuk berteman dengan seseorang. Terutama wanita aneh nan bangsat ini.
Aku tidak butuh teman.
"Setidaknya temani aku minum teh,"
Dengan enggan, aku mengambil gelas baru, mengisinya dengan air putih dan duduk bersamanya sampai sore hari.
________
Dan aku males ngelanjutin cerita ini.
Sori.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top