8 | Lobak

"Lobak lagi?"

"Diamlah dan cepat makan!" Arau menjejalkan potongan umbi putih itu ke tangan adiknya. "Dan jangan makan sambil bersuara."

"Karena tak sopan?" ejek Rion. Dia membolak-balik bahan mentah di tangan. Dahinya berkerut dalam. "Tapi, aku bosan makan lobak terus."

"Jangan mengeluh!" Arau memukul kepala adiknya lembut. Sayang, reaksi Rion berlebihan. Dia mengeluh keras hingga suaranya memantul di dinding gua.

"Sstt! Jangan berisik, Rion!" bentak Arau.
Rion membekap mulut. Dia mengangguk tanpa suara. Arau berdiri sambil membawa tempat minum dari kulit.

"Makan saja yang tersedia. Menurutmu tanaman apa yang bisa tumbuh di tempat ini?"

"Aku rindu rumah."

Arau mengacak rambut adiknya. "Aku juga. Tunggu di sini. Aku cari minum dulu."

Rion tak melihat kepergian Arau. Dia sibuk mengupas lobak dengan batu tajam. Hingga beberapa menit kemudian, Rion tersadar akan keheningan yang memekakkan.

"Arau?" panggilnya lirih.

Tak ada jawaban. Lelaki muda itu memberanikan diri beringsut lebih dekat ke mulut dua. Baru dua langkah, suara gedebuk disusul benda menggelinding ke arahnya membuat wajah Rion pucat pasi.
Lobak di tangannya terjatuh. Begitu juga batu tajam di genggaman. Rion terbelalak. Desisannya tertahan.

"Arau?"

-O-

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top