KEGELAPAN PERTAMA: MISI BARU

"Trek, waktunya makan malam!" teriak gadis berambut ungu. Dia sedang meletakkan hidangan makan malam ke meja makan, masih menggunakan celemek merah.

Seorang pria berambut putih kemerahan, menuruni tangga, lalu memasuki ruang makan sekaligus ruang santai. "Asik, makan malam!" ucapnya semangat.

"Sesuai janji, makan malamnya adalah daging bakar extra pedas kesukaanmu."

"Be-Benarkah?!" Dengan cepat dia berlari mendekati meja makan. "Wahhh, benar! Terima kasih, Puni." Dia memasang senyum senang plus manja.

"Kau ini..."

*Ting tong

"Ada tamu... Trek, maaf, bisa kau buka kan pintunya." Dia melepaskan celemeknya.

"Baik." Dengan penuh semangat, dia berlari menuju pintu depan.

Saat sampai di pintu depan, Trek tidak memasang wajah manjanya, melainkan wajah datar. Dia membuka pintu, seorang pria berpakaian jas hitam dengan seragam putih, dasi hitam, berkacamata hitam, rambut hitam rapih, membawa koper hitam, pokoknya dia terlihat sebagai pegawai kantoran yang taat dan rapih... Bisa dibilang juga dia adalah agen rahasia.

"Selamat malam, Tuan Greg," sapanya.

"Ada apa, Toni?"

"Jangan memasang wajah begitu, kau ini pilih kasih. Kau selalu memasang wajah manja di saat dekat dengan nona Halber saja."

"Jangan basa-basi, ada perlu apa kau kemari?"

"Seperti biasa, kau tidak bisa diajak santai. Setelah kalian makan malam nanti, cepat ke markas, bos ingin memberikan misi khusus untuk kalian." Setelah itu, pria itu pergi begitu saja.

Trek menutup kembali pintunya, dan dengan semangat berjalan menuju ruang makan. Saat sampai di ruang makan, dia bisa melihat gadis berambut ungu panjang menggunakan kaos abu-abu, dan celana jeans biru pendek sedang duduk. "Tadi siapa?" tanya gadis itu.

"Seperti biasa, Toni. Katanya nanti setelah makan malam, kita dapat misi."

"Kenapa mendadak begini, ya? Apakah masalahnya serius?"

"Sudahlah, jangan dipikirkan, sekarang kita makan dulu. Aku sudah lapar." Trek sudah duduk di kursinya, yaitu di depan Puni.

"Kau benar, kita makan dulu." Dengan sebuah senyuman hangat, mereka memulai makan malam mereka.

***

Di sebuah ruangan, pria kepala botak bertubuh gemuk, tinggi, berjas abu-abu dengan garis putih, seragamnya putih, warna celananya sama seperti jasnya, berkulit hitam. Dia sedang berdiri di depan kaca besar, kaca itu menembus ke arah suasana malam kota besar ini. Di belakangnya, kedua anak buahnya, yang tak lain adalah Trek dan Puni sedang berdiri.

"Besok, pagi sekali, kalian harus ke gedung X, di kota Bami. Kalian harus menangkap seorang pria bernama Jin, dia adalah bos grup Shlof. Dan pastikan kalian menangkapnya hidup-hidup."

"Aku kurang yakin dengan jaminan itu," balas Trek.

"Sudah kuduga kau akan mengatakan itu. Jadi, Puni, kau tahu kan apa tugasmu?"

"Iya, mencegah Trek melakukan yang tidak diperlukan, kan?"

"Benar sekali. Detailnya kalian bisa tanyakan kepada Sarah. Sekian."

"Kalau begitu, kami permisi." Mereka berdua pun meninggalkan ruangan itu.

"Puni, sebaiknya kau tidur saja dulu."

"Tapi, kita kan harus menanyakan detailnya dulu kepada Sarah."

"Tenang saja, biar aku saja yang melakukannya. Lagipula, tugasnya kan besok pagi. Jadi, sebaiknya kau istirahat dan isi energi dulu."

"Baiklah... Tapi, setelah selesai mendapatkan detailnya, kau harus pulang dan langsung tidur!"

"Baik." Gadis yang menggunakan jaket hitam tebal, dan celana hitam panjang itu pun pergi.

Trek berjalan di lorong menuju pintu yang jaraknya dua pintu di samping ruang bos itu. Setelah sampai di sana, pintu terbuka otomatis. Di sana, seorang gadis berambut kuning diikat dua, kacamata bulat besar, berpakaian jas lab dengan rok hijau garis-garis hitam pendek. Gadis itu sedang duduk di kursi yang bisa diputar, dan dia sedang membaca sebuah file.

"Oh, selamat malam, Tiki," sapanya ceria.

"Berhentilah memanggilku begitu, Sarah."

"Kau benar-benar pilih kasih. Padahal kau tidak marah dipanggil begitu oleh Puni."

"Sudah, cepat berikan detailnya."

"Jangan kasar begitu, nanti kau sulit mendapatkan pacar. Oh iya, kau kan pacar Puni."

"Kami tidak pacaran, dan sudah cepat saja laksanakan tugasmu!"

"Iya iya." Dia menyerahkan file ke Trek. "Itu adalah file tentang target kalian, yaitu Jin."

Trek melihat beberapa kertas dan ada foto kecil pria berkulit putih, berjanggut kecil, rambut putih, dan dia terlihat seperti pria sudah berumur tua. "Lalu apa lagi?"

"Kau ini tidak bisa sabaran. Nanti pagi, jam lima, kalian harus menaiki kereta listrik menuju stasiun kota Bami. Tentu saja kalian harus melakukan penyamaran, jadi usahakan kalian terlihat seperti pasangan kekasih, ya."

"Tu-Tugas yang merepotkan."

"Padahal kau senang, kan." Trek dengan wajah datarnya mengalihkan pandangannya. "Hahhh... beruntung sekali Puni, bisa jalan denganmu."

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Bukan apa-apa. Oh iya, dimana Puni?"

"Aku suruh dia tidur duluan. Lalu, ada tambahan lagi?"

"Tidak ada."

"Kalau begitu, aku pu..."

"Tunggu dulu. Tidak biasanya kau langsung pulang, biasanya kau kan diam di sini dan menikmati kopi special buatanku."

"Maaf, tapi sekarang situasinya gawat. Kalau aku tidak pulang secepatnya, bukan hanya dia tidak tidur, tapi nanti aku akan mendapatkan ceramahan panjang dari dia."

"Begitu, ya... Enaknya menjadi Puni, diperhatikan olehmu."

"Kau mengatakan sesuatu?"

"Tidak, sebaiknya kau cepat pulang. Kalau ada yang aku lupakan, nanti aku kirim pesan."

"Baik, terima kasih." Pintu itu terbuka, tapi Trek tiba-tiba menghentikan langkahnya. "Maaf, tadi aku sedikit kasar padamu."

"Tidak apa-apa, aku sudah biasa dikasari olehmu."

"Jangan bicara seperti itu, aku jadi tidak enak. Sarah, setelah selesai tugas, mau kan kau menyiapkan kopi special itu?"

"Ternyata kau benar-benar tidak bisa lepas dari kopiku... Baiklah, tapi kau harus berhasil, dan tidak merusak misi itu."

"Oh iya, jangan begadang lagi. Dari kantong matamu, kau kurang tidur. Sebaiknya kau tidur." Trek pun pergi.

Sarah membuka kacamatanya, lalu meletakkan jari telunjuknya ke kantong matanya, dia merasakan sedikit kasar di kulit mata kantongnya. Tiba-tiba dia tersenyum senang. "Sebaiknya aku menontonnya besok."

***

Di kereta listrik, dua orang sepasang kekasih sedang duduk bersampingan. Sang gadis menggunakan pakaian belang-belang hitam putih, rompi merah sedada yang tidak dikancingkan, celana abu-abu pendek dengan stocking putih panjang tapi sedikit memperlihatkan sebagian pahanya, berambut ungu panjang terurai, dan tas selendang coklat menggantung di bahu kiri. Sedangkan sang pria berjaket kulit hitam tidak ditutup memperlihatkan kalau dia menggunakan kaos berwarna hijau, celana abu-abu panjang.

"Pu-Puni, kenapa kau memeluk lenganku?" bingung Trek.

"Kita kan harus terlihat seperti sepasang kekasih," jawab Puni. Dia mempalingkan wajahnya ke bawah.

"Ba-Baiklah, ka-kalau kau tidak keberatan..." Trek mempalingkan wajah yang memerah.

Pintu kereta tertutup, keretanya pun bergerak. Selama di perjalanan, mereka hanya diam dalam malu. Trek karena lengannya sedang dipeluk oleh Puni, begitu juga Puni karena dia memeluk lengan Trek. Tapi, seketika wajah memerah Trek berubah menjadi wajah bingung dan penasaran.

"Oh iya, perasaanku saja atau memang di sini sepi," ucap Trek.

"Be-Benar juga..." Puni melihat sekelilingnya.

Kereta ini dibilang sepi, memang benar-benar sepi. Kalau hanya ada beberapa orang saja yang ada di sini, sepi-nya masih wajar. Tapi, sepi yang dimaksud mereka benar-benar aneh.

Puni melepaskan pelukannya, dan mereka berdua berdiri. Trek mengambil handgun di balik jaketnya, begitu juga dengan Puni yang mengambil handgun di dalam tas selendangnya. Mereka langsung dalam posisi siaga.

Tak lama kemudian, datang seorang pria berpakaian serba hitam, bahkan wajahnya ditutupi oleh topeng rajut hitam. Mereka berdua mengarahkan handgun mereka ke pria itu. Pria itu tidak merasa takut, malah dia tertawa kecil. Setelah itu, tubuh pria itu tiba-tiba berubah membesar. Karena perubahannya itu, pakaian hitamnya sobek dan topeng hitamnya pun ikut sobek. Pria itu sekarang berpenampilang tubuh besar, seperti h*lk tapi tubuhnya terlihat menjijikan, karena ada beberapa luka dan benjolan.

"Puni, kau cepat ke atas, dan buka pintu di atas."

"Baiklah." Puni memindahkan posisi selendang tasnya ke bahu kanan, supaya tasnya tidak bergelantung saat dia berlari.

Karena Puni tiba-tiba berlari, pria bertubuh besar itu bereaksi, mencoba mengejar Puni. Tapi, sebuah tembakan melesat ke dadanya menghentikannya. "Lawanmu adalah aku." Pria bertubuh... panggil saja monster. Monster itu menerima tantangan Trek dan langsung berlari untuk meluncurkan tinjuannya. Trek berusaha menghentikannya dengan dua tembakan diarahkan ke kedua kaki monster itu, tapi tembakan itu terasa seperti kapas yang tiba-tiba terbang ke kakinya. Monster itu sudah dekat dengan Trek, dia langsung meluncurkan tinjuan mengarah kepalanya. Trek bisa menghindarinya dengan backflip karena serangannya cukup lamban, tapi walau lamban serangan itu sangat kuat, saking kuatnya bisa menghancurkan kursi di sampingnya.

Trek berlari ke belakang, lalu mengulang menembaknya lagi. Tapi, serangan itu tidak mempan dan malah membuat monster itu marah. Sekarang monster itu menyerang dengan membabi buta, walau tidak ada satu pun serangan yang mengenai Trek, tapi serangan itu menghancurkan kursi-kursi yang ada.

Berpindah ke gerbong sebelah. Monster itu tetap menyerang dengan membabi buta, dan Trek dengan mudahnya menghindar. "Trek!" Sebuah teriakan dari atas, Puni menampakkan wajahnya melalui pintu di atas gerbong ini.

Trek langsung berlari ke belakang, cukup jauh dari monster itu. Karena monster itu menyadari jarak dia dengan targetnya jauh, dia memutuskan untuk menghentikan serangan membabi buta dan berlari menuju targetnya. Trek diam, dia memibidik kaki monster itu. Satu tembakan diluncurkan, seperti sebelumnya tidak mempan, tapi Trek langsung melempar handgunnya itu tepat ke wajah monster itu. Monster itu berhenti karena rasa sakit di wajahnya, dia menundukkan badannya dan kedua tangannya menutupi wajahnya. Trek langsung berlari ke arahnya, dan langsung mengijak otot lengan atas monster itu, lalu meloncat ke atas untuk meraih tangan Puni.

Puni menarik tubuh Trek, dan berhasil. Mereka sekarang berada di atas gerbong. Hembusan angin dingin yang kencang dirasakan oleh mereka sekarang. Karena tahu bukan saatnya menikmati pemandangan dari atas gerbong ini, mereka berlari menjauh dari pintu itu. Tak lama kemudian, monster itu meloncat untuk menyusul mereka.

"Kenapa kau membuang handgunmu?" tanya Puni dengan nada sedikit kesal.

"Maaf, tapi mau bagaimana lagi?" jawab Trek dengan sedikit bersalah.

"Apa kau butuh handgun baru?"

"Tidak, cukup dengan tinjuku saja. Aku akan menggunakannya untuk di gedung itu, kalau dipakai sekarang mungkin aku akan membuangnya lagi."

"Ba..." Puni menghentikan kalimatnya, karena dia melihat hal yang gawat. "Trek."

"Aku tahu, justru bagus." Yang mereka lihat adalah sebuah terowongan. "Puni, kau turun duluan, nanti aku menyusul."

"Ba-Baiklah..."

Secara tiba-tiba Puni langsung berlari mendekati monster itu, sambil menembakinya bertubi-tubi, Trek mengikutinya dari belakang. Setelah cukup dekat, dan kebetulan amunisinya habis, Puni langsung meluncurkan tubuhnya untuk melewati lubang antara di kedua kaki monster itu. Monster itu menyadari rencananya, dan dia langsung mengarahkan tinjuannya ke bawah, untuk memukul tubuh Puni yang sedang meluncur. Tapi, tinjuannya itu berhasil dicegah oleh tendangan Trek. Puni berhasil turun ke dalam gerbong.

Karena kesal, monster itu meluncurkan pukulan yang mengarah ke dada Trek. Trek menyilangkan kedua tangannya, untuk melindungi pukulan dari monster itu. Akibat dari pukulan itu, Trek mundur beberapa langkah. Serangan selanjutnya diarahkan ke pipi Trek, kali ini dia meloncat mundur. Monster itu menempelkan kedua tangannya, mengangkatnya ke atas kepalanya, dan meluncurkannya untuk menyerang Trek. Trek tidak bergerak sedikit pun, membiarkan serangan itu datang.

Kalau waktu diperlambat, saat serangan monster itu berjarak setipis kertas, Trek meloncat sedikit ke belakang. Dan saat tangan monster itu di bawah, Trek menginjak tangan itu dan meloncat ke atas. Saat masih melayang, Trek menempelkan telapak tangan kanannya ke atas kepala monster itu, untuk membantu dia salto melewati monster itu. Saat Trek mendarat di belakang monster itu, dia langsung meloncat ke depan. Layaknya seperti perenang yang meluncur ke dalam air, Trek berhasil masuk ke dalam gerbong itu. Bersamaan dengan itu, terewongan menghantam tubuh monster itu sampai hancur lebur.

Sekarang pandangan Trek gelap, dia merasa sulit bernapas. Jadi, dia memutuskan untuk mengangkat kepalanya. Kaget. Itu yang diekpresikan dia sekarang, karena ternyata dia sedang di atas tubuh Puni. Wajah mereka berdua hampir berdekatan, dan wajah mereka merah merona. Tiba-tiba, kepala Trek mendarat di dada Puni. Dia kembali merasakan sesak dan kelembutan dalam satu waktu.

"Jangan meninggalkanku lagi." Puni memeluk erat kepala Trek.

"Mhmhmh." Puni langsung melepaskan pelukannya. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Puni." Sekali lagi wajah mereka saling berhadapan dan dekat.

Trek hendak berdiri, tapi sebuah tangan yang mendarat di pipi Trek membuat dia menghentikan niatnya. "Te-Tetaplah seperti ini untuk se-sementara waktu..." pinta Puni.

Mungkin kalau ini adalah drama romantis, mereka berdua akan perlahan mendekatkan bibir mereka. Tapi, sayangnya Trek tidak merespon begitu, karena Puni hanya meminta untuk tetap diposisi begitu, jadi Trek diam melihat Puni yang menutupkan matanya perlahan. Karena kurang peka, Puni mengembungkan kedua pipinya, dan Trek memasang wajah bingung. Secara tiba-tiba, Trek ditendang, otomatis Trek terdorong menjauh. "Bodoh!! Dasar tidak peka!!" Puni berdiri dan langsung mempalingkan wajah yang masih merah merona.

Trek hanya bisa memasang wajah bingung, sambil menahan rasa sakit di perutnya. Dan perjalanan dan drama romantis comedy mereka berakhir setelah kereta ini berhenti di stasiun.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top