Best I Ever Had

But it's not so bad 
You're only the best I ever had



"Gue ... itu ... gue ...."


Jo, cowok hitam manis yang baru merayakan ulang tahun keenam belas dua minggu lalu itu menarik napas dalam. Di depannya, Luna menunggu dengan sabar. Berdua, mereka duduk bersila di pojok, tak peduli dengan keriuhan teman sekelas mereka yang sibuk dengan aktivitas masing-masing.


"Aduh, gue susah banget mau bilangnya," keluh cowok itu lagi.

Luna tersenyum samar, memandang Jo yang salah tingkah. Mata cokelatnya berkilat cerah, menatap Jo yang malah sibuk mengusap-usap kepala plontosnya. Tak tahan, Luna terkekeh geli. Gestur tubuh Jo yang canggung sepertinya menjadi hiburan tersendiri.


"Jangan ketawa dong, Lun. Gue tambah susah nih ngomongnya."

"Iya deh iya. Ya udah, ngomonglah! Dari tadi ita itu ita itu doang."


"Ya lo enak tinggal suruh. Gue kan susah."

"Tinggal bilang aja, Jo!"


"Nggak bisa!"

"Bisa!"

"Nggak bisa!"

"Bisa!"

"Nggak bisa!"


"Bisa!"

"Nggak bisa! Emang lo pikir gampang apa bilang suka sama lo!"


DEG!

Sesaat keduanya diam dengan mata berlari-larian, saling menolak untuk bertatapan. Dramatis, Jo menelan ludah. Mencoba mereka ulang alur yang sudah tersusun di dalam kepala.


"Gue...." Susah payah Jo berusaha menyelesaikan kalimatnya.

"Lo apa?" tangkis Luna mulai tak sabar. 



Jo menatap teman sekelasnya itu lekat-lekat. Matanya teduh, macam pohon beringin di depan sekolah yang Jo ingat pernah menyelamatkan mereka berdua dari hujan yang turun tanpa aba-aba. Mendadak situasi jadi tak tahu diri. Sunyi, tak peduli dengan jantung dua anak belia yang berdetak seperti kendang. Dimensi waktu serasa melambat, meninggalkan mereka di sudut kelas IPA-2. 



Jo mengembuskan napas. Dibalasnya tatapan Luna yang sejak tadi memandangnya seolah Jo itu Matt Scannell. Yep! Sama seperti Jo, Luna itu penggemar Vertical Horizon.
"Jadi, gue mau bilang kalau...." 


Luna diam. Tegang. Entah kenapa. 


"Gue ... gue suka sama lo. Dari dulu. Dari pertama kali gue lihat lo panas-panasan pas MOS. Gue suka lihat lo keringetan kalau lagi main basket. Gue ... gue suka lo dan semua tingkah lo. Lo yang berisik, lo yang kadang-kadang ngeselin. Gue suka ... suka banget." 


Tak menjawab, Luna hanya diam. Ditatapnya Jo yang juga tersenyum. Luna ingat pertama kali dia melihat Jo saat MOS. Paling tinggi di barisan, paling lebar senyumnya, paling menonjol di antara cowok-cowok berseragam putih-biru lainnya. Luna tak pernah percaya cinta usia muda. Menurut Luna, cinta pertama itu sembrono. Cuma gairah meledak-ledak tanpa perhitungan yang seringkali gagal. Luna berkeras belum mau pacaran sebelum lulus sekolah. Tapi, seringkali hatinya menggoda. Terutama, setiap kali melihat Jo tersenyum cerah, secerah matahari siang bolong yang menyiksa mereka di perkenalan pertama. 


"Jangan diem aja dong, Lun. Bilang sesuatu!" protes Jo. 


Tapi lagi-lagi Luna bungkam, membuat Jo makin salah tingkah. "Gimana, Lun?"


Perlahan mulut Luna terbuka. Dia sudah bersiap menjawab saat tiba-tiba seorang cowok kurus tinggi menyela keduanya. "Gimana?" tanyanya dengan tampang jenaka. 


"Bisa! Tuh barusan dia nembak gue," jawab Luna ringan. Jo tersenyum. 


"Laah ... itu sama Luna bisa. Sama Vika tadi ketawa mulu. Apa perlu nih pemeran utamanya kita ganti Luna?" 


Jo tertawa. Luna tertawa. Robet ikutan tertawa. 


"Masa drama gue yang bikin, gue juga yang main," protes Luna mendengar usul Robet yang menurutnya enggak masuk akal. 


"Ya, abisnya! Jo sama lo bisa tuh meranin adegan itu, tapi sama Vika nggak." 


"Vika mah cewek banget. Grogi gue!" kilah Jo membela diri. 


"Anjir! Lah emang gue bukan?" Luna pura-pura marah. 

"Lo mah cewek karbitan. Mangga yang matengnya dikarbit aja asem, Lun, apalagi lo. Asem banget!" 

"Jooooo.... Kampret!" 

Sontak dua cowok itu kabur sebelum Luna melayangkan sepatu ke arah mereka. Ditinggalkannya Luna sendirian, bersama debaran jantungnya yang masih cepat -terlalu cepat. Sesungging senyum hadir di wajah Luna yang menatap punggung Jo yang menjauh, membaur bersama anak-anak IPA-2 yang sibuk berlatih drama untuk promnite minggu depan.

Jo. Luna berbisik dalam hati.






**** 





"Kok lo nggak dateng sih, Lun?" 


Luna tersenyum mendengar suara Jo di seberang yang menyapanya lembut. Merdu kayak azan subuh. Luna rela enggak tidur sampai pagi demi mengobrol dengan Jo di telepon.


"Maag gue kambuh, Jo. Gue nggak boleh pergi sama Bapak." 


"Iya, dan lo nggak liat kita mentasin drama yang lo bikin. Nggak liat gue manggung juga tadi. Gue kan udah latian, Lun, bayangin lo nonton," gombal Jo membuat Luna tertawa. 


Cowok itu memang paling bisa menggodanya. Sejak dulu. Sejak pertama kali mereka berkenalan di bawah tiang bendera karena terlambat saat orientasi. 


"Ya elah, Jo. Timbang main gitar doang. Sering kali gue liat lo gitaran di kelas." 


"Beda, Lun! Malem ini gue nggak cuma main gitar. Gue nyanyi juga." 


"Oh, ya? Nyanyi apa?" 


Sejenak Jo diam sebelum akhirnya menjawab, "Best I Ever Had-nya Vertical Horizon." 


Debaran itu! Dirasakannya lagi debaran itu. Debaran yang Luna tahu persis, kenapa bisa kembali hadir. 


"Jo, itu...." 


"Itu lagu kesukaan lo, Lun. Gue sengaja bawain lagu itu buat lo, tapi lo malah nggak dateng. Gue ... gue...." 


"Jo...." 


"Gue suka sama lo, Lun. Beneran! Dari dulu banget, tapi ... gue malu, takut, campur-campurlah. Dan gue tahu, lo nggak mau pacaran kalau belum lulus. Sekarang, gue nggak mau nunggu lagi, Lun. Gue mau lo tahu kalau gue...." 


"Jo...." 


"Lo mau nggak jadi...." 


"Jo...." 


" ... pacar...." 


"Gue udah jadian sama...." 


"... gue?" 


"Robet!"

Luna diam. Jo diam.  


Di luar kamar Luna, hujan masih deras. Suara Jo sudah tak lagi terdengar. Tersamarkan oleh debaran jantungnya yang -masih- terlalu kuat. Debaran yang Luna tahu, hanya untuk Jo. Sejak dulu, dan masih sampai sekarang. 


You don't want me back  
You're just the best I ever had    



*****





Lagi. Tantangan Ruang Hijau. Eh, bukan tantangan deng, tapi duel one-to-one. Tantangannya dapet teenfic (Romansa Anak SMA) pakai POV 3. Buat saya, itu tantangan paling susah, karena ... apa yaaah, teenfic itu not my thing banget. Nggak suka baca, apalagi nulis. Eh, malah disuruh bikin itu. Dua hari penuh akhirnya saya nyekokin diri sendiri baca teenfic. Entahlah ini berhasil apa nggak. You tell me ;P

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top