18 | Wonderwall

Maret, 2025.

Tidak kerasa. Sudah hampir 4 bulan Nirmala bekerja blusukan di antara orang-orang primitif di kampung Saengga, kecamatan Sumuri, Kabupaten Bintuni, Papua Barat. Rencana yang diberikan Pak Edward adalah mereka hanya akan berada di kampung tersebut sama 6 bulan untuk tugas pencatatan vegetasi mangrove dan acara penanaman mangrove di akhir penugasan. Mereka terdiri dari 10 orang. Dua di antaranya adalah Nirmala dan Fahmi. Mereka berdua kebagian 10 transec yang masing-masing transec terdiri dari 15 stasiun. Cukup banyak. Sangat banyak malah. Nirmala agak dibuat syok. Namun balik lagi, dia tidak berkerja sendirian. Ada Fahmi yang selalu sedia menolong dalam menuntaskan pekerjaan tersebut hingga selesai dengan maksimal.

“Kata Pak Edward, lo fokus istirahat aja. 3-5 hari lagi, kalo memungkinkan lo bisa lanjut turun lapangan.” Fahmi datang seraya membawa semangkuk Indomie lengkap dengan telor buatannya.

“Terus lo gimana?” tanya Nirmala. Merasa tidak enak juga, jadi ngerepotin sesama rekan kerja. Apalagi sejak awal datang, dia berasa digendong banget sama Fahmi yang lebih jago dan paham soal kerjaan.

“Ah, gampang! Setengah stasiun sehari juga beres!” katanya. Cowok itu mengambil roroknya dan menyulutkannya. Menikmati lintingan tersebut seraya menatap suasana kampung yang terasa sunyi dan damai.

Nirmala hanya tersenyum kecut. Dia mulai menyantap makanannya. Untung yang terluka itu tangan kiri, sehingga dia tidak perlu jadi seorang kidal dadakan. Bau asap rokok langsung tercium. Fahmi berbalik badan, agar tidak mengenai dirinya yang tengah makan.

“Anak lu, gimana? Udah boleh balik dari rumah sakit belum?” tanya Nirmala. Mencoba untuk mencairkan suasana.

“HB-nya belom meningkat. Jadi masih harus nginep. Kata bini gue, si Agam kagak mau makan. Gimana mau sembuh kalo makan ajak kagak mau?”

Sebenarnya, Nirmala dan Fahmi beda usia terpaut 7 tahun. Cowok itu sudah beristri dan bahkan punya satu anak. Terakhir cowok itu cerita kalau anaknya masuk rumah sakit karena DBD. Mau balik ke Palembang, dia gak bisa ninggalin kerjaan. Istrinya juga bilang gak usah khawatir, tapi Nirmala paham bagaimana perasaan Fahmi sebagai seorang Ayah.

“Bisa sembuh kok! Insyaallah!” kata Nirmala menyemangati cowok itu. Lalu kembali menyantap makanannya.

“Lo sendiri gimana? Udah move on belum?” tanyanya. “Banyak yang demen sama lo, ege!” lanjut Fahmi.

Nirmala berdecak. “Siapa, ege?”

“Ada pokoknya! Nanyain gue mulu. Udah move on belum, udah move on belum? Kalo udah move on pengen confess katanya.”

Cewek itu terkekeh. “Jangan confess lah. Gue lagi gak mau pacaran. Mau memperkaya diri dulu!”

Fahmi tertawa terbahak-bahak. “Kata gue sih lu belum move on itu! Nathan Tjoe A On, dilawan! Yang demen aja satu Indonesia, dari perawan sampe emak-emak juga demen. Bini gue aja demen!”

Cewek itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Merasa lucu. Sekedar info, sudah jadi rahasia umum antara Fahmi dan Nirmala, jika cowok itu tahu siapa mantannya. “Asal lo tahu, Nir. Kalo cewek-cewek pada idolain Shayne, Rafael sama Nathan. Maka para cowok idolain Mima, Noa, sama Nirmala!”

“Anjing!” Nirmala tidak bisa menahan tawa. Waktu itu memang cukup berkesan baginya. Saat dia datang ke GBK dulu buat menonton timnas bertanding, para cewek manggil-manggil Nathan. Sedangkan para cowok berteriak heboh memanggil dirinya.

Dia inget banget sehabis turnamen, wajah Nathan gak bisa bohong. Dia kesal sama Ultras, makanya dia sempetin naik ke atas tribun buat caper dengan memeluknya.

Jiah, malah keinget kan?

Harusnya kan, udah move on ini ceritanya, Nirmala!

Cewek itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Lanjut makan mie kuah nya dengan lahap. “Udah, gak usah dibahas. Besok kalo tangan gue bisa digerakkan, gue ikut ke lapangan!”

“Ya elah, batu!”

“Daripada gue diem di rumah? Entar gue digodain sama bapak-bapak topi biru itu! Takut gue!”

“Demen kali sama lu!”

“Bangke! Amit-amit jabang bayi!”

* * *

Nathan Chu

|Aku menyerah, Mala.
|Aku tidak bisa melepaskanmu.
|Kita masih punya kesempatan.
|I can fix every different things that we have!
|Please. I need you.

Nirmala dan segala kebimbangannya.

Cewek itu akhirnya membuka room chat Nathan, dan membaca semua pesan yang pernah cowok itu kirim sejak 4 bulan yang lalu tanpa ada satupun yang Nirmala balas. Membuatnya berpikir apakah yang ditunjukkan oleh Nathan ini murni cinta atau hanya obsesi belaka?

Dia berharap Nathan mengerti, dengan melepaskannya tanpa memberikan hal-hal yang membuat Nirmala bingung.

Apa sih, susahnya untuk melupakannya? Nirmala bukan siapa-siapa, dia hanya orang biasa dan rakyat biasa. Bukan seorang cewek cantik mampus yang pantas banget diperjuangkan.

Lagipun, Nirmala juga tidak butuh diperjuangkan. Sekarang dia sadar, dia hanya butuh Mama-Papa, adik-adiknya serta sahabatnya untuk melanjutkan hidup. Terbesit di pikirannya untuk tidak memilih menikah, menghabiskan hidup dengan melajang namun dengan harta yang berlimpah. Itu terdengar lebih menarik baginya.

Nathantjoeaon menyukai reels anda.
Nathantjoeaon menyukai story anda.

Nirmala terkekeh sarkas. Dia menghapus notif tersebut dan memilih untuk membuka chat dari Amel.

Amel Bolang
|Apa?

Send a picture
|Liat. Gara-gara Avicennia alba☺️

|Si Alba benar-benar emang.
|Kegores apa nancep?

|Nancep.
|Drama bener.
|Untung kagak nancep ke pantat gue.

|Kagak parah yang kayak gimana-gimana, kan?

|Kalo yang lu maksud dapet 7 jahitan gimana?

|Parah itu goblok!

|Mau nangis. Sakitt😖

|Sono curhat ke Mr. Chu.
|Sapa tahu ditransfer duit 10jt

|🖕🖕
|Sakit banget gila.
|Gerak dikit doang ngederegdeg badan gue

|Yaudah nikmatin.
|Lu belum pernah kegigit uler, kan?
|Jangan dulu nangis.

|Pertanyaannya, emang lu pernah kegigit uler?
|Amit-amit gue mah

|Belum.
|Tapi dulu pas kita praktek lapangan hampir pernah kepatok.
|Kalo lo gak teriak, gue gak akan engeh kalo itu ular, bukan belut!

|Lagian uler ngapain nyasar ke tambak coba?

|Ya mana ketempe.

|Kangen gacoan gue, Mel.
|Kangen naspad Saiyo juga.

|Sabar. Katanya 2 bulan lagi.
|Eh, Nir.

|Apa?

|Nggak jadi deng.

|Hilih! Apaan?!!

|Nggak. Bukan apa-apa.

|Apaan ih, jangan bikin gue penasaran!

|Kenal Windu gak?
|Yang dulu lu kejar-kejar perkara pinjem kamera Pers.

|((Kejar-kejar)) gak tuh?
|Gue bukan kejar-kejar nyari dia susah banget.
|Kenal. Napa?

|Dia nanyain lu.
|Gimana kabarnya, katanya.

|🤭🤭🤭🤭
|Jadi ge’er gue.
|Ngapain nanya kabar gue?
|Eh, Mel. Gue capek ngetik satu tangan.
|Telpon aja lah!

Akhirnya Amel duluan yang menghubunginya melalui video call. Sahabatnya itu sepertinya masih di kantor, sebab di belakangnya terpampang peta teluk Banten yang menjadi ciri khas kantor Amel.

“Gue ketemu windu tadi, pas kontrol kapal nelayan,” ucap Amel.

“Ngapain dia?” tanya Nirmala. Windu itu dulu teman—sebenarnya bukan teman, tapi dia dulu pernah satu divisi di acara proker tahunan BEM. Sejenis program kaderisasi.

“Katanya mau ke pulau Lima. Udah selesai rekontruksi katanya di sono, ada beach club segala. Terus dia lagi nunggu penumpang lain biar hemat biaya.”

“Yaelah, nyewa kapal ke pulau Lima PP palingan cuma 450 ribu. Pelit amat.”

“Iya deh, yang pernah ke pulau Tunda berasa nyewa pulau pribadi!”

“Oh iya dong!” Nirmala tertawa.

“Sombong bener, dibayarin Nathan juga!” ledek Amel.

Nirmala langsung cemberut. “Bisa gak, apa-apa jangan bawa Nathan! Gue tuh split bill waktu itu!”

“Iye maap. Abisnya seru ngeledek lu. Kapan lagi gue bisa ngeledek lu perkara gagal move on mulu hari-hari?”

“Tch! Terus Si Windu kenapa? Apa urusannya sama gue yang katanya mau ke pulau Lima?” tanya Nirmala to the point.

“Dia nanyain lu. Katanya; Si Nirmala gimana kabarnya? Di mana dia sekarang?” ucap Amel memperagakan cara bicara Windu.

“Terus lu jawab apa?”

“Gue jawab; Nirmala ikut pacarnya ke Rotterdam. Kerja di sana dia!”

“BABIIIIKKK!”

* * *

Nathan terbangun saat temannya menepuk-nepuk pundaknya. Memberi tahu jika mereka telah sampai di tujuan. Cowok itu merenggangkan sejenak persendiannya sebelum akhirnya mengecek ponselnya untuk melihat jam.

“Masih gadis yang sama, hm?” tanya temannya itu seraya tersenyum jahil saat tidak sengaja melihat wallpaper cowok itu.

Nathan hanya mendengkus dan memilih mengambil barangnya dan turun dari bus. Pertandingan mereka di kota Cardiff telah usai. Beberapa pemain bubar di tempat setelah berpamitan satu sama lain. Nathan tidak membawa kendaraan, dia pun tidak menunggu di halte bus. Memilih untuk berjalan seraya mencari playlist lagu yang cocok untuk dia dengarkan.

“Hey, bung! Kau mau menumpang?” Salah seorang temannya menyapanya melalui mobilnya.

“Tidak. Terima kasih.”

“Ingin menikmati sore?” tebaknya.

Nathan menggeleng. “Ingin mencari udara.”

Akhirnya temannya pun pergi. Nathan terus melanjutkan langkahnya. Melihat-lihat sekitar, mendapati jejerannya toko-toko di pinggir jalan, orang-orang yang berlalu lalang dan sepasang kekasih (mari sebut saja begitu) tengah berbincang seru di kafe yang menyediakan tempat duduk outdoor. Nathan menarik ujung bibirnya tanpa ekspresi.

Lagi-lagi dia merindukannya.

Lagi-lagi dia masih berharap dapat memilikinya.

Lagi-lagi Nirmala. Lagi-lagi Nirmala.

Sampai kapan cewek itu menghantuinya? Nathan sudah mencoba untuk mendistraksikan pikirannya untuk fokus saja ke karir. Lupakan percintaan. Itu sudah berakhir sejak perpisahan mereka di rooftop hotel dulu tempat dia menginap di Jakarta.

Yah, lupakan Nirmala. Lupakan Nirmala. Lupakan Nirmala.

Itu yang dia inginkan.

“Arggh!”

Nathan menggeram kesal saat tiba di apartemennya dan melihat persediaan kulkas dan lemari makanannya kosong. Dia sudah terlalu malas pergi ke super market. Alhasil, dia hanya mengambil gelas dan menuangkan air dari kran. Meneguknya sejenak, setidaknya hal itu dapat mengurangi rasa kesalnya karena kebiasaannya yang ceroboh dan pelupa.

Cowok itu membuka pintu balkon, membiarkan udara masuk dan duduk di sofa. Mengecek ponselnya untuk membalas beberapa pesan satu-persatu dari Mama-Papanya yang menanyai kabar.

Setelahnya dia mengecek Instagram, mendapati banyak notifikasi orang-orang yang menyebutnya di berbagai postingan. Nathan mengeceknya tanpa reaksi. Hanya sekedar men-scroll-nya, lalu setelah merasa bosan dia melihat beberapa story teman-temannya hingga akhirnya sampai pada story akun milik seseorang yang sedang ingin dia lupakan.

Ada 12 kiriman. 4 di antaranya video. Sejauh pengamatannya, ini story terbanyak yang pernah dia bagikan. Isinya tentang serba-serbi kegiatannya di hutan mangrove, video sosialisasi yang entah Nathan tidak terlalu mengerti tentang apa, pasti tidak jauh dari mangrove, lalu foto-foto kegiatan yang kebanyakan berasal dari repost teman-temannya.

Oh, rupanya rambut panjangnya dipotong hingga sebahu. Kulitnya sedikit gelap, mungkin karena pekerjaannya yang memaksanya terus berada di bawah matahari. Tubuhnya sedikit kurus. Namun tidak mengurangi kecantikannya.

Nathan menghela napas lelah.

Dia gagal lagi.

Sekeras apapun Nathan mencoba melupakannya, itu tidak berhasil. Nathan ingin memblokirnya, meng-unfollow semua media sosialnya, namun jari-jarinya tidak kuasa untuk melakukannya.

Nathan masih mencintainya. Cowok itu masih menyayanginya. Dibandingkan melupakannya, Nathan lebih baik egois dengan terus mencintainya meskipun bertepuk sebelah tangan.

Lanjut ke story terakhir. Kali ini bukan hasil respost. Hanya foto biasa, foto sunset yang begitu indah di antara pucuk-pucuk pohon mangrove. Ada sederet kalimat yang disempilkan oleh cewek itu.

The sunset is beautiful, isn’t it?’

Cowok itu meneguk ludahnya susah payah. Dia tidak bodoh. Nathan tahu apa arti kalimat tersebut.

I love you, but I’m letting go.

* * *

Note:

Wonderwall (adj.) someone you find yourself thinking about all the time.

Tau kenapa dikasih judul begini? Yeah. Wonderwall adalah sebutan lain dari susah move on.

(Fyi, tangan Nirmala kena akar dari pohon api-api. Atau Avicennia alba.)

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top