15 | Reunion
“Is there something wrong with you?”
Nirmala yang tengah melihat-lihat deretan poster unik pemain basket di lorong showroom itu menoleh. Mendapati Nathan yang melihatnya dengan tatapan khawatir.
“Something wrong? What’s wrong with me?” tanya Nirmala balik, dan kembali melihat poster tersebut, sesekali mengambil foto di spot yang menurutnya aesthetic dengan kamera ponselnya.
“You’re not talking much.”
Cewek itu menghentikan langkahnya dan terkekeh. Apakah dia sebawel itu? Padahal yang lebih bawel kan dia.
“Gak apa-apa, kok.”
Nathan masih belum mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Alhasil menahan tangan Nirmala, agar cewek itu berdiri menghadapnya. “You feel boring?”
“No. I’m not.”
Nathan terdiam. Menatapnya tajam.
Oke. Nirmala menyerah. “Okay, There’s something I want to ask.”
“What is it?” tanya Nathan.
Cewek itu merangkul tangannya dan berjalan perlahan keluar dari area showroom yang tergolong amat sepi itu. Hanya ada mereka di sana. Padahal gedung olahraga ini dibuka untuk umum. Yeah, pilihan Nirmala ternyata tidak buruk-buruk amat untuk memilih tempat yang nyaman buat nge-date. Pasalnya, kedatangan Nathan ke Indonesia tidak ada yang tahu. Teman-temannya ada yang sudah datang lebih dulu untuk kegiatan TC, namun Nathan sama sekali tidak memberikan kabar pada fans-nya.
“You ever ask me when we’re in Bali. Can we be like Shayne and Mima? Like we’re getting married. Live together and forever.”
“Um-hm.” Nathan mengangguk kecil. “I always think about that every night.”
Nirmala tersenyum kecut. “But we were different!” sanggah Nirmala.
“What do you mean?” tanya Nathan. Entah cowok itu pura-pura bego atau apa, tapi itu berhasil membuat Nirmala sedikit kesal.
“I’m a muslim, Naith. And you’re Chatolic.”
Ekspresi Nathan tiba-tiba berubah. “Then what?”
Ih, ini Nathan bego apa gimana sih? Masa gitu aja gak ngerti??
“I just wanna tell you, that we are different! We can’t be together.” jelasnya.
Nathan terdiam. Tapi dari matanya yang berubah tajam menatapnya, jelas jika dia tidak suka dengan topik pembicaraan ini.
“I mean, if you serious with your words, you have ...” Nirmala tidak enak mengatakannya. “You have to be muslim first.”
“Why don’t just you to do it? I can help you.”
Nah kan. Malah masing-masing nyuruh log in.
“No. I can’t!”
“Me either.” Terlihat jelas sekali Nathan tidak suka dengan percakapan ini.
Nirmala menghela napas kecewa. Dia jadi teringat dengan cerita-cerita Wattpad mengenai dunia gundik di zaman kolonial Belanda. Di mana salah satu tokoh harus memilih pilihan sulit. Antara tetap memegang teguh agamanya namun dijadikan wanita simpanan, atau pindah agama dan dinikahkan secara resmi oleh tuannya saat itu juga.
Sialan. Bisa-bisanya Nirmala menyangkut pautkan hal tersebut dengan situasi ini.
“You want to try Mie ayam?”
Sepertinya topik ini berakhir sampai sini saja. Lebih baik mereka bersenang-senang sampai akhirnya waktu itu datang.
“I ever try that one.” Nathan kayaknya ngambek.
Nirmala menahan tangannya agar cowok itu berhenti berjalan. Kemudian secara tiba-tiba cewek itu menyentuh kedua pipi Nathan agar mata mereka saling bertabrakan. “I’m sorry. Let’s go to eat Mie Ayam. Believe me, it’s more authentic than you ever try before!” ucapnya. Lalu mengecup pipinya sebelum akhirnya berjalan lebih dulu menuju parkiran.
Nathan terkekeh. Dia menyentuh sebelah pipinya dan berjalan mengekori cewek itu. Untuk saat ini, lupakan segala perbedaan di antara mereka. Nathan hanya ingin mencintainya, bukan segala perbedaannya.
Persetan! Pikirkan itu nanti saja.
* * *
“Nathan! Nathan! Nathan!”
Dari kejauhan dia sudah mendengar suara orang-orang yang memanggilnya di lobby. Mereka adalah fansnya. Bergumul dengan ponsel mereka masing-masing seraya membawa beberapa barang yang biasanya akan diberikan padanya sebagai hadiah.
“Buset, Nath! Pasukan lu gak main-main!” ucap Arhan pelan. Lebih ke gumam, sebab cukup terkejut melihat lobby yang terlihat begitu ramai sekali. Untung ada beberapa petugas keamanan yang menahan mereka untuk masuk.
Sekarang Nathan paham betul apa yang dikatakan oleh temannya itu. “Shut up!” balasnya.
Arhan mengernyit. “You know my words?!” kagetnya. Tapi tidak Nathan respon.
Nirmala bilang, bahasa slang Indonesia lebih seru dipelajari, namun cukup kasar untuk pemula sepertinya. Cewek itu tidak mau Nathan seperti Sandy yang berani mengatakan kata ‘pantek’ atau ‘jancok’. Makanya, Nirmala meminta Nathan untuk bertanya dia dulu sebelumnya mengaplikasikannya.
Nathan akhirnya mendekat, meladeni para penggemar dengan berfoto bersama mereka dan memberikan beberapa tanda tangannya. Lalu dia menerima banyak paper bag yang bahkan saking banyaknya sampai tangannya tidak muat.
“Nathan! I want to give this to your Miss Buitenzorg! She’s my senior when we’re in college!” ucap salah satu penggemar. Dia menyodorkan sebuah kotak dengan bungkus kado bewarna biru bercorak gelombang laut. Itu warna kesukaan Nirmala.
“You know her?” tanyanya. Sebenarnya sedikit curiga kalau-kalau dia orang iseng yang mau mengganggu pacarnya.
“Yes! I know her!” ucapnya sedikit histeris lantaran Nathan meladeninya. “We were in the same study program, maritime. Our university in Serang! I’d like to give her something sweet because she was helping me when I was sick!”
Oh tidak. Bahkan di saat seperti ini, Nathan lagi-lagi jatuh cinta pada Nirmala.
“Oke. I’ll give it to her.” Nathan mengambil kotak tersebut dan segera masuk ke dalam bus.
“Thank you, Nathan! Thank you!” teriaknya.
Di dalam bus, dia langsung bertemu dengan seorang cewek (entah kenapa terlihat familiar) yang melempar senyum padanya. Beberapa detik Nathan mengamati wajahnya, hingga akhirnya dia teringat dengan sosok cewek yang menjadi dalang dalam kasus video palsu Nirmala yang membuat pacarnya dihujat habis-habisan. Memang identitasnya tidak diberi tahu pada khalayak, namun Nathan tahu betul siapa dia.
Nathan tidak membalas senyumannya. Dia sibuk membawa barang-barang pemberian fans dan mencari tempat duduk kosong.
“May I help you?” tawar Dian.
Nathan bahkan tidak menatapnya. “No. I’m good.”
Dian terdiam melihat respon dari pria tersebut yang bahkan tidak mau membalas senyumannya. Alhasil dia memilih untuk kembali duduk di kursi paling depan yang dikhususkan untuk para staf.
Nathan membetulkan barang-barangnya sejenak dan menaruh kotak titipan dari kenalan Nirmala barusan ke dalam tas ranselnya sebelum akhirnya duduk di samping Justin.
“Kau dapat hadiah yang paling banyak, bung!” ucap Justin dengan bahasa ibu mereka.
Nathan terkekeh. “Kau juga, idiot!”
Justin menarik tangannya untuk mendekati dan berbisik di telinganya. “You see that girl? The new staf. Dia pengganti Nirmala.”
“Aku tahu. Hati-hati dengannya,” balas Nathan.
Temannya itu mengernyit. “Ada apa? Apakah dia berbahaya?”
Nathan menatap Justin. “Dia yang membuat dan menyebarkan video palsu itu tentang Nirmala. Aku melihatnya dari rekaman dash cam mobilnya. She’s danger. Be careful.”
“Sheesh! Ular betina.”
* * *
Nathan Chu
|You’ll coming to watch the match, right?
|Of course I will.
|Just you?
|I’m going with Amel.
|I’m little bit scare.
|Don’t need to.
|Everyone’s loves you. Remember that.
|😊😊
|See you there.
|Love you.
|Love you too.
“Jangan love you too aja! ‘O’-nya banyakin. Terus tambahin kata sayang. ‘A’-nya juga banyakin!”
Amel yang sedang mengetik, membantu Nirmala membalas pesan dari Nathan berdecak. “Anjir! Gak lokal, gak bule ketikan lu tetep jamet!”
“Ish, itu namanya love language gue! Dia tuh seneng kalo dapet word of affirmation dari gue, tauk!”
“Alay!”
“Bodo amat.”
Amel pun selesai melakukan apa yang Nirmala minta. Setelahnya dia kembali menaruh ponsel cewek itu dan menikmati suasana jalanan di depan.
“Kabar nyokap lu gimana? Panik gue waktu itu anjir!” ucap Amel membuka topik pembicaraan.
Nirmala memutar bola matanya jengah. “Gara-gara lu, kimak! Gue ketauan pacaran sama Nathan!”
“Yaudah sih, bagus emak lu bisa tau!”
“Masalahnya gue diomelin! Gue diceramahi ini-itu! Katanya, entar kalo gue murtad gue sama sekali gak diterima di surga barang setitik debu! Beuh, emak gue langsung berubah jadi Mamah Dedeh dadakan!”
Amel menghela napas. “Sorry. Gue panik waktu itu! Lagian emak lu modelan syar’i begitu tapi anaknya pada naughty semua. Kagak lu, kagak Sania! Liat aja ntar nih, si Devi kayak gimana?”
“Sialan lu!” kesal Nirmala. Dia mengurangi kecepatan mobilnya lantaran ada lampu merah di depan.
“Terus akhirnya gimana?” tanya Amel.
“Ya tetep backstreet. Kalo gue bilang masih pacaran, entar asam urat emak gue!”
“Berarti lu tetep pertahankan hubungan lu?” tanya Amel lagi. “Lu tuh yakin gak sih, sama Nathan?”
“Yakin, Mel! Makin ke sini gue sadar, Nathan is really my type! Gue gak pernah merasa di treat like a queen!”
“...”
“Tapi ya gitu! Waktu itu gue pernah nanya ke dia, mau mualaf gak? Eh, malah gue yang disuruh murtad!”
Amel tertawa. “Belom luluh aja kali, lu juga pancing dia gitu!”
“Gimana pancingnya? Ajak dia ke acara tausiyah?”
“Ya terus gimana? Kan, emang kudu sabar sampe keduanya milih salah satu.”
“Iye! Milih salah satu, atau pisah selamanya. Tutup buku. Selesai!”
“Lu mau gitu emangnya? Udahan?”
Nirmala terdiam sejenak. “Ya gak mau ... Gue lagi sayang-sayangnya sama dia Mel, gak tega mutusinnya!”
Amel bingung nanggepinnya. “Yaudah sih, baru 2 bulan pacaran juga. Jalanin aja dulu!”
Benar. Kalau kata orang di luar sana yang sama-sama berada di kondisi seperti ini, kalimat penyelamatnya adalah, ‘Jalanin aja dulu’.
Entah sampai kapan kalimat itu bisa terus menjadi penyelamatnya.
Satu jam kemudian, mereka akhirnya sampai di GBK. Setelah mereka memarkirkan mobil, mereka berjalan mengikuti banyak rombongan orang-orang yang antusias memasuki stadion. Nirmala menguncir rambutnya dan mengenakan topi putih milik Nathan yang sampai sekarang masih dia simpan, tak lupa kaca mata hitam untuk menutupi wajahnya. Takut-takut kalau ada orang yang mengenalnya.
Masalahnya sekarang dia dipanggil Miss Buitenzorg oleh fans Nathan, karena postingan story cowok itu beberapa minggu yang lalu.
Sebenarnya, Nirmala dan Amel hendak memesan tiket yang biasa, yang reguler. Bukan yang paling murah dan juga bukan yang paling mahal. Namun rupanya Nathan sudah lebih dulu membelikannya tiket untuk dua orang. Cowok itu meminta untuk mengajak seseorang untuk menemaninya. Dia tidak mau Nirmala datang sendirian, apalagi sebagian penggemar Timnas sudah pada tahu siapa dia.
“Loh? Nirmala?!”
Baik Nirmala maupun Amel menoleh. Mendapati seorang pria yang datang mendekati mereka.
“Om Dion!” sapa Nirmala. Mereka bersalaman sebentar.
“Udah lama gak ketemu. Kamu gimana kabarnya? Sehat?” tanya Om Dion.
Aduh, Nirmala kangen banget. Jadi pengen ketemu sama semua staf terus meluk mereka satu-persatu. Soalnya Nirmala resign tiba-tiba tanpa pamitan. “Baik om, sehat banget malah! Om Dion gimana? Anaknya jadi lanjut SMA atau SMK?” tanya Nirmala.
“Alhamdulillah! Si Reyhan lanjut SMK. Katanya cinta mati sama otomotif!”
“Hoalah! Bagus deh.” Nirmala mengangguk-angguk. “Om sendirian jaga tribun? Tumben banget? Biasanya bareng sama staf pelatih di ruang ganti.”
Om Dion tersenyum kecut. “Biasa, Nir. Ngasih arahan ke anak baru,” katanya. Yang entah kenapa langsung dimengerti oleh Nirmala.
“Di mana dia Om?” tanya Nirmala, merujuk pada Dian.
“Ada noh, di sana!” tunjuk Om Dion dengan bibirnya. “Eh, mau ketemu yang lain, gak? Bu Ayang, Rendy, Coach Shin? Wah, Coach Shin pas tau kamu resign ngambek dia! Katanya penyanyi favoritnya ilang!”
Nirmala tertawa lepas. “Boleh, Om?” tanyanya.
“Boleh, lah! Ayo ikut Om. Ajak aja temen kamu, biar gak sendirian!”
Yap. Akhirnya mereka turun ke lapangan. Menyapa orang-orang yang dulu adalah rekan kerjanya. Semua memanggil namanya dan bersalaman dengannya. Melepas rindu karena perpisahan yang secara tiba-tiba.
“Ya! Eodi iss-eoss-eo?!” ucap Coach Shin seraya menjitak kepalanya.
Nirmala lagi-lagi hanya tertawa dan meminta maaf. Lalu lanjut dia menyapa para pemain yang juga menyapanya tak kalah antusias.
“Nath, dat is je vriendje!” (ada pacarmu, nih!) teriak Shayne. Membuat orang yang dipanggil menoleh dan tersadar ada seseorang yang datang ke lapangan.
Itu Nirmala. Ada sahabatnya Amel yang menemaninya. Nathan tersenyum kecil. Mereka rupanya sedang reunian dengan mantan staf kesayangan mereka. Alhasil Nathan mengambil dua botol minuman elektrolit dan berjalan mendekat.
Sadar akan kehadiran Nathan. Nirmala langsung melotot, memberikan isyarat agar cowok itu tidak membuat interaksi berlebihan padanya. Untungnya Nathan paham. Cowok itu hanya mendekat dan memberikan minuman tersebut padanya dan juga Amel.
Namun sebelum memberikannya pada Nirmala, cowok itu lebih dulu membukakan tutup botolnya. “It’s really hot here,” ucapnya.
“Yeah, thanks.” Nirmala tersenyum, dan meminum beberapa teguk.
“Nyet, jangan jadiin gue obat nyamuk plis!” gumam Amel seraya menoel pinggang Nirmala.
Tersadar akan kehadiran Amel, Nathan menoleh ke arah cewek itu. “How you doing?” sapanya.
“I’m good. Nirmala good. We need go back to tribun!” ucap Amel.
“Yeah. She’s right! Good luck, Sayang!” ucap Nirmala, lalu pergi seraya melambaikan tangannya.
Ouch, she’s cute.
* * *
Widya, selaku Mama Nirmala tahu betul jika anak gadisnya itu menyimpan rahasia darinya. Sejak awal anak itu membawa teman laki-lakinya setelah putus dari pacarnya, wanita itu sudah menaruh curiga. Apalagi saat melihat kalung salib yang digunakan oleh Nathan.
Terlebih melihat sorot mata cowok itu yang seperti menaruh rasa pada anak gadisnya. Ingatkan Widya untuk menegur cara bersosialisasi Nirmala yang terlalu ramah sehingga bisa saja membuat lawan jenis salah paham.
Lalu, Widya kembali dikagetkan saat Nathan kembali datang ke rumahnya dan menginap di sana. Widya terkadang suka kalah debat dengan suaminya, membuatnya mau tidak mau menerima kehadiran cowok keturunan Belanda tersebut. Awal-awal Widya bersikap sinis, namun lama-lama dia mulai luluh dengan sikap Nathan yang cukup sopan untuk orang barat. Namun itu bukan berarti Widya menyetujui hubungannya dengan Nirmala lebih dari seorang teman.
“Aduh Jeng, gimana nih rasanya punya calon mantu bule?” Salah seorang teman arisannya berceletuk.
“Eh, iya loh! Saya sering liat di TikTok! Saya kira cuma mirip Nirmala. Taunya yoo bener Nirmala itu! Hebat loh, anaknya bisa gaet pemain sepak bola liga eropa! Dari pada sama yang dulu!”
Wajah Widya langsung masam. “Halah! Itu paling pacaran cuma sebentar! Ntar juga putus!”
“Loh? Kok gitu sih, Jeng?”
“Beda agama! Pusing eike mikirinnya. Nanti kalo Nirmala murtad gimana?!” curhat Widya.
“Ya suruh pacarnya aja yang mualaf! Kok gitu aja ribet!”
Widya lagi-lagi mesem. Soalnya selama Nathan tinggal di rumahnya, wanita itu bisa menilai jika cowok itu benar-benar seorang Katolik taat. Pertanyaannya cuma satu, kenapa bisa jatuh cinta sama anaknya yang muslim??
“Eh, Eh! liat ini!” Salah satu temannya tiba-tiba heboh, dan menunjukkan ponselnya. Refleks Widya ikut melihat apa yang ingin ditunjukkan oleh temannya itu.
Sebuah video seorang pemain bola tengah berpelukan mesra di pinggir tribun. Videonya sedikit kurang jelas, namun tak lama dia bisa melihat wajah anak gadisnya yang tersenyum membalas pelukan tersebut.
Belum selesai Widya merasa terkejut, tiba-tiba di video itu Nathan mengecup keningnya dengan penuh perasaan. Membuat Widya mendadak merasa sesak napas.
“Astagfirullah, Ya Gusti!!”
Setelah arisan ini selesai dia akan menyidang anaknya! Kalau bisa panggil si Nathan sekalian!
* * *
Note:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top