14 | Seagrass

Tunda, senja dan papeda.

Dulu zaman kuliah, saat Nirmala menjadi penanggung jawab panitia divisi dokumentasi di acara pengabdian, dia pernah kabur seorang diri ditemani es cekek seribuan dan papeda gulung isi micin dan saos yang dia beli di seorang anak kecil yang mendorong dagangannya dengan gerobak.

Nirmala masih ingat dia beli papeda sebanyak 5 tusuk dengan harga seribu/tusuk. Lalu minggat ke sisi lain pulau yang kebetulan cukup jauh dari lokasi acara. Dia mendatangi sisi lain dermaga yang terdapat bangkai kapal nelayan dan bangunan seperti saung yang terbengkalai di ujung pulau. Nirmala duduk di rerumputan sekitar dan melihat pantulan padang lamun yang yang bercahaya di bawah sinar senja. Lamun-nya begitu lebat, mungkin banyak biota laut yang hidup di sana.

Dia terlalu lelah saat itu. Berinteraksi dengan banyak orang, padahal jobdecs-nya  hanya mengambil dokumentasi sebanyak mungkin selama acara (biarlah anggota lain saja yang handle sisanya). Tapi entah bagaimana, dia ini bagaikan magnet anak kecil, banyak sekali anak-anak yang menempel padanya. Entah mengajaknya bicara, bermain atau bahkan duduk dan berdiri di dekatnya. Aneh. Tapi nyata.

Namun saat ini, di tempat yang sama, di waktu yang berbeda, bukan dia lagi yang menjadi magnet anak kecil. Tapi Nathan.

Lucu sekali, anak-anak tidak banyak yang mengenal dirinya, ibu-ibu di sekitar rumah Bu Wiwit pun juga tidak ada yang berani menggoda Nathan seperti yang terjadi di kota-kota besar.

Anak-anak yang merupakan teman Sulis itu bermain lari-larian bersama Nathan di tanah lapang. Sesekali yang cowok Nathan ajak bermain bola. Hingga akhirnya langit semakin menjingga, anak-anak pergi untuk mengaji di sebuah surau kecil yang terletak beberapa rumah dari tanah lapang tempat mereka berada.

“Naith, come with me.” Nirmala memanggil cowok itu. Mengajaknya ke suatu tempat di mana dia pernah menghabiskan waktu senjanya seorang diri ditemani kamera, es cekek, dan 5 tusuk papeda.

Tempat tersebut tidak banyak yang berubah. Mereka duduk di rerumputan seraya menghadap laut yang menampilkan hamparan luas padang lamun. Kali ini situasinya sedikit berbeda. Dia ditemani oleh seorang cowok yang akhirnya berhasil membuatnya kembali membuka hati begitu cepat.

Dia sudah benar-benar melupakan Zayan. Dia benar-benar sudah ikhlas merelakan waktunya yang terbuang sia-sia dan membuang rasa sakit yang pernah cowok itu toreh di hatinya. Mungkin karena dia benci dan marah terhadap apa yang telah cowok itu lakukan padanya, sehingga rasa susah move on-nya berubah jadi mati rasa untuknya.

Kini yang Nirmala lihat hanyalah Nathan. Dia melupakan sejenak segala perbedaan yang mereka miliki. Hanya Nathan dengan segala effort-nya, juga sikapnya yang terkadang bisa menjadi seseorang yang lebih tua untuknya namun di waktu yang bersamaan dapat bersikap layaknya seorang teman sebaya atau bahkan seorang adik.

Sejauh ini, Nirmala nyaman dengannya. Meski kadang dia suka salting gak jelas perkara act of service yang tiba-tiba dia dapatkan dari cowok itu. Atau terkadang Nirmala merasa diuntungkan sekaligus dirugikan karena mulai mendapatkan bilingual problems antara bahasa Indonesia, Inggris, Sunda dan Betawi.

Ingatkan Nirmala sehabis ini untuk membaca novel Indonesia agar bahasa nasionalnya kembali normal. Dia bahkan sampai lupa apa arti kata literally dalam bahasa Indonesia.

Kayak, lu tau kata itu dan tahu bagaimana cara menggunakannya. Tapi secara bersamaan lu juga gak tau kalo di bahasa Indonesia apa artinya??

I feel calm, relax, and able to breathe.” Nathan menghela napas seraya seraya meluruskan kakinya.

Same. I can forgot what exactly happen in my life after all.” Nirmala memeluk lututnya. “Thanks for accompany me.”

Nathan menoleh. Ragu-ragu tangannya terangkat untuk mengelus rambut hitam halus tersebut yang setengah basah karena baru habis mandi setelah mereka berjam-jam berenang di laut. Merasa ada sentuhan di kepalanya, Nirmala langsung menoleh, membuat cowok itu terdiam dan sedikit panik.

Namun hal tak terduga terjadi saat Nirmala mendekat, menggeser tubuhnya dan menyandarkan kepalanya di bahu cowok itu. “I’m a touchy person. But not in the sexual means!” ucapnya.

Cowok itu terkekeh geli. Lalu merangkulnya. “That means you like kissed by someone?” tanyanya.

Salah ngomong gue. Nirmala lupa, kalau Nathan ini hidup di budaya kebarat-baratan. Ciuman bibir ke bibir antara pasangan yang belum menikah itu adalah hal yang lumrah.

Not in that way, stupid!” Nirmala menyikut pinggang Nathan hingga terdengar ringis kesakitan dari bibir cowok itu. “It’s more like you touch my hair, my hand and give me a hug!” lanjutnya

Kemudian Nirmala memilih untuk berdiri seraya membersihkan belakang celananya.

Nathan mendongak dengan kening yang berkerut. “Wait, so you never kiss someone before?!” tanyanya seraya berdiri dan menghadap Nirmala.

Nirmala tiba-tiba merasa malu. Bukan, bukan karena gengsi buat mengakui. Masalahnya ciuman pertamanya bersama cowok yang paling dia benci di dunia. Siapa lagi kalau bukan mantannya. Gini-gini Nirmala gak polos banget, tapi ayolah jangan ingatkan dia sama kenangan menjijikan itu!

I ever kiss a boy ... Just once,” balasnya yang kemudian membuang tatapannya ke laut. Menghindari mata hazel milik Nathan yang seakan-akan dapat menelanjanginya di tempat.

Is that a bad experience for you?” tanyanya lagi. Sungguh Nathan penasaran.

Nirmala memejamkan matanya. Lalu mengangguk kecil.

Well, I can be better than your ex, so ...” Nathan membasahi bibirnya sejenak. Cowok itu semakin mendekat lalu meraih kedua tangan Nirmala. Memaksa cewek itu untuk mendongak dan menatap tepat di matanya.

Naith, if you dare to kiss me, I swear gonna hit you—”

Yeah, Nathan akui dia memang sedikit brengsek. Tapi selama dia lakukan itu pada Nirmala, dia tidak masalah jika harus mendapatkan pukulan di wajahnya hingga babak belur. Bibirnya yang terlihat manis terlalu menggoda bagi Nathan. Dia suka lama-lama melihatnya berbicara, meneliti matanya yang penuh ekspresi, dan kemudian bibirnya yang kumat-kamit mengucapkan banyak kalimat yang terkadang tidak Nathan mengerti saat cewek itu berbicara bahasanya.

Jantung Nirmala rasanya mau meledak, saat cowok itu secara impulsif mengikis jaraknya dan meraup bibirnya dengan cepat namun cukup lembut. Cewek itu bahkan sampai lupa bagaimana caranya bernapas saat Nathan mulai mengecup bibirnya tak kalah lembut. Tangan pria itu kini pindah pada leher dan tengkuknya, memastikan jarak di antara mereka tidak terdistraksi.

Selama dua detik Nirmala melotot, tubuhnya tiba-tiba kaku, yang dia rasakan hanyalah suara detak jantungnya yang berdegup amat kencang. Lalu detik berikutnya, kakinya mulai terasa lemas dan matanya perlahan terpejam, mencoba menikmati alur yang diberikan oleh cowok itu. Kecup demi kecup, sesekali cewek itu membalasnya meski akhirnya kalah dalam dominasi.

Stop!”

Hampir 30 detik berlalu, akhirnya Nirmala bisa mendapatkan akal sehatnya kembali. Dia mendorong pelan tubuh Nathan hingga ciuman mereka terlepas. Napas Nirmala terengah-engah. Wajah dan telinganya terasa panas. Dia tidak menyangka ciuman bisa segila ini.

We have ... We have back to house.”

Sial, gara-gara ciuman, otaknya jadi macet dan mempengaruhi penyusunan kalimatnya.

Nathan hanya tersenyum geli melihat reaksi Nirmala. Dia mengangguk dan menggandeng tangan Nirmala kembali ke rumah Bu Wiwit.

Ya Tuhan. Jantungnya masih berdebar kencang. Dia bersumpah tidak mau lagi ciuman jika efek pada jantungnya akan sedahsyat ini. Dan lagi, apa yang cowok itu katakan ternyata benar.

He’s better than my ex!

* * *

Bu Jariman
|Assalamualaikum, Neng.
|Ibu ada selametan hari Jum'at besok.
|Mau pesen bolu gulung 7 loyang.
|Donatnya yang kecil 200, toppingnya cokelat ceres sama cokelat ungu aja.
|Sama masih jualan risol, Neng?
|Kalo masih ibu mau pesen ya, 100 juga.

Pagi-pagi di hari Rabu yang mendung (Bogor minggu ini lagi sering menangis) dia dibangunkan oleh pesanan seabrek dari salah satu teman arisan Mama.

Melihat persediaan bahan kue yang menipis, membuatnya harus ke pasar pagi-pagi. Sekalian antar Devi ke sekolah. Pakai mobil agar mewah dikit—haha, bercanda—soalnya sejak subuh sudah gerimis kecil-kecil dan tidak kunjung berhenti. Salah satu hal yang membuat Nirmala si pengangguran ini makin males tiap harinya. Enaknya tidur seharian, bangun kalo dipanggil buat nyuci piring atau jemur dan angkat pakaian.

Rutinitas terbaru dari seorang cewek berusia 22 tahun yang sudah hampir 2 bulan ini menganggur. Sejauh ini pemasukannya hanya dari pesanan kue dan masakan yang diorder dari teman-temannya. Entah teman TK, SD, SMP, SMA, tetangganya, bahkan sampai teman-teman ibunya pun banyak yang pesan ke dia. Kebanyakan mereka memesan donat, risol mayo dan siomay.

Semua Nirmala lakukan demi mencari pundi-pundi rupiah meskipun cap pengangguran masih terpasang jelas di kepalanya.

Saat kumpul keluarga beberapa minggu yang lalu pun dia sudah bertanya-tanya apakah ada lowongan pekerjaan? Masa bodoh masalah gengsi, dia rindu suasana wanita karir dan ingin mengisi story lagi minum kopi seraya nyetir mobil dengan caption; ‘ready to work👄’

Iya. Nirmala main Instagram lagi, tentunya dengan akun baru yang followers-nya gak sampe seratus, karena isinya hanya orang-orang yang sudah dia filter. Seperti teman-teman dekatnya dari zaman SMP, SMA, kuliah dan mantan rekan kerjanya di PSSI seperti Bu Ayang, Rendy, juga Om Dion.

Om Dion merasa sangat bersalah. Dia sudah membujuk Nirmala untuk kembali kerja bersama mereka, namun saat tahu Dian si pelaku yang menyebarkan video hoax tentangnya, justru diangkat jadi karyawan membuat Nirmala ogah menerima tawaran tersebut tanpa berpikir dua kali.

Rupanya Dian ini anak salah satu petinggi di sana. Peran orang tuanya lebih berpengaruh dari pada Om Dion. Nirmala jadi bingung, kenapa cewek itu ingin menjatuhkannya di saat dia sudah punya privilage sebagus itu? Apakah iri? Atau apa? Dari situ Nirmala menuduh jika Dian lah sosok cewek pick me yang sesungguhnya.

Anak-anak Timnas yang dekat dengannya juga tadinya mau follow dia, namun dengan sopan Nirmala tolak dan memberi pengertian jika dia tidak mau mencari masalah dan sensasi di media sosial. Dia sudah cukup trauma. Dia hanya ingin menikmati hidupnya baik di dunia nyata maupun dunia Maya.

Yeah, kecuali bule Semarang yang sempet tantrum perkara gak boleh follow akunnya.

Nathantjoeaon
|So many ordering?

Ada pesan DM masuk. Rupanya Nathan me-replay story-nya yang memuat foto screenshot chat dari Bu Jariman tadi subuh.

“Kak, ini ada DM dari Kak Nathan.”

Devi yang duduk di kursi sampingnya, berkata. Bocah berusia 9 tahun itu sedang menonton YouTube Kids di ponselnya.

“Iya. Diemin aja.”

Tak lama, Devi kembali berceletuk bersamaan dengan dering ponselnya yang menyala. “Kak! Kak Nathan video call!”

Devi ini masih malu-malu sama Nathan. Soalnya terhalang bahasa. Beda sama Sania yang malah terang-terangan bilang; ‘Kak Nathan, can you introduce me to your single friend. So I can have bule boyfriend like you.’

Untung tidak Nathan tanggapi. Cowok itu lebih tertarik main sama Devi, soalnya Nathan kayaknya seneng main sama anak kecil.

“Yaudah, angkat!”

“Nggak mau, Dedek takut!”

Nirmala terkekeh. Lalu mengambil alih ponsel tersebut dan menaruhnya di phone holder di dekat dashboard

Saat panggilan video tersebut diangkat, terpampang wajah Nathan yang berada di pencahayaan yang remang-remang. Dia tersenyum saat melihat Nirmala di layar.

“Halo Sayang,” ucap Nathan. Suaranya terdengar berat dan serak.

It’s zero-zero a.m there. Why you didn’t sleep?” tanya Nirmala langsung menodongkan pertanyaan.

Kebiasaan buruk Nathan, susah tidur dan menghabiskan waktunya main ponsel. Padahal paginya dia harus mengikuti jadwal latihan bersama clubnya. Dia sempat cerita panjang lebar saat cowok itu pindah dan tinggal di Wales, tepatnya di kota Swansea. Katanya, dia sulit beradaptasi di minggu-minggu pertama, padahal dia sudah pernah tinggal di sana sebelumnya. Tipikal anak mamah yang dipaksa merantau. Lalu mengadu ke pacarnya yang mentalnya udah sekeras baja. Alias punya banyak pengalaman merantau, apalagi merantau di Jakarta.

Nathan tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menatap Nirmala yang sibuk mengemudi. Hingga tak lama sekolah Devi pun sampai. Anak itu pamit dan turun dari mobil. Kini, hanya tersisa Nirmala dan Nathan di ponselnya.

How do i look?” tanya Nirmala seraya mengaca di kaca dashboard. Membetulkan sejenak anak poni tipisnya yang baru dia buat beberapa hari yang lalu.

Perfectly fine, as always.” Nathan tersenyum senang.

So, should i ask again why you didn't sleep or why you can’t sleep?” tanya Nirmala.

“Hmm, actually I have two answer. I didn’t sleep because I wanna call you, and I can’t sleep because I wanna call you too.”

Nirmala memutar bola matanya jengah, seraya menutup kembali kaca dashboard dan melajukan kembali mobilnya. “What a flirt, silly.

“I miss you,” aku Nathan, mengalihkan topik pembicaraan.

You have said that since yesterday, Naith. But well, I miss you too.

“Why don’t you just come here to accompany me for a while?” tanyanya.

No. I don’t have that much money.”

Kebiasaan lainnya. Nathan selalu membujuknya untuk datang menemuinya ke Swansea.

“I can buy your ticket.”

Cewek itu menghela napasnya sejenak. Menatap sekilas ke arahnya. “Naith, we’ve been talk this. My economy is unstable. I need to get a job before my parents getting mad!”

Nathan terdiam. Dia tahu masalah terbesar yang cewek itu miliki yang sering kali mengeluh padanya adalah pekerjaan. Rupanya di Indonesia sangat sulit mencari pekerjaan. Bahkan sekedar melamar pekerjaan menjadi kasir pun Nirmala ditolak karena ijazahnya terlalu tinggi. Itu benar-benar lucu.

Okay, I’m sorry.” Cowok itu akhirnya mengalah dengan tidak membahas hal tersebut. “So where are you going? It’s about 6 am there, right?”

Market. As you can see, I got a lot of ordering.” Nirmala membelokkan setir kemudi ke arah jalan menuju belakang hotel Salak. Di sana terdapat toko bahan kue yang sangat lengkap. Toko itu sudah menjadi langganan cewek itu sejak merangkap menjadi tukang kue. “By the way, if you understand my story, so your bahasa is really improve!” lanjutnya tersadar akan sesuatu.

“Did I?”

“Yeah. Nih, dengerin. Aku pelan-pelan ngomongnya.”

“Oke.”

“Sayang ...” panggil Nirmala. Respon Nathan langsung nyengir lebar. Namun sebisa mungkin dia tahan agar tidak menjadi ketawa.

“Iya, Sayang,” balas Nathan.

“Sudah malam. Waktunya bobok. Nanti kamu capek. Besok harus bangun pagi. Latihan rutin. Nanti kalau kamu sakit, gimana Sayang?” ucap Nirmala dengan lembut.

Nathan paham semua yang cewek itu katakan. Bahkan mendengarnya barusan terasa adem di telinganya. Namun Nathan tidak bisa membalasnya dengan bahasa Indonesia.

“Alright. I get it. I will sleep after this.”

“Pinter. Istirahat ya, Sayang. Jangan sampe kecapekan. Nanti pagi, kalau kamu udah sarapan, telepon aku lagi.”

“Oke, Sayang. Love you.”

“Love you too. Bobok ya, jangan lanjut main hape.”

* * *

Kalau kata Amel, mungkin rejeki Nirmala adalah menjadi konten kreator.

Cewek itu menyarankan untuk menjadikan kegiatan membuat pesanan orderan orang-orang menjadi konten aesthetic, mengingat bentukan dapur Mamanya cukup membantu.

“Terus gue pake akun gue yang lama itu?” tanya Nirmala. Mereka sedang telponan.

“Emang kenapa? Nama lo kan udah bersih. Sekarang orang-orang taunya lu Nirmala Lazuli, warga sipil yang budiman dan juga pacar rahasia—yang bukan bukan lagi rahasia—”

“Bacot. Diem lu!” kesal Nirmala. Gadis itu kini sedang membungkus donat-donat yang sudah cantik ke dalam kemasan plastik.

“Yee, malah emosi!” kata Amel. “Tapi gue salut sih, dia gitu-gitu bucin sama lu.”

“Pret!”

Benerah, geh. Liat aja di exclusif-nya. Isinya kalo gak pemandangan, foto gym, siraman rohani, ya palingan foto-foto yang dia datengin sama lu. Lu tau gak caption-nya apa?”

“Apa?”

“Loh? Emang lu gak tau? Lu gak langganan exclusif-nya?!”

“Ngapain? Gue tau kok dia lagi ke mana, lagi ngapain aja tiap hari, sering video call pula. Ngapain langganan begituan? Mending duitnya buat nambahin beli telor!”

Amel berdecak. Iyain deh. Caption-nya yang sering dia pake itu, ‘Miss Buitenzorg’. Makanya lu akhir-akhir ini disebut Teteh Bogor. Soalnya orang-orang udah tau, pacarnya Nathan orang Bogor.”

“Ada gila-gilanya tu orang-orang!”

“Btw, nyokap lu udah tau soal Nathan? Kalian udah jalan 2 bulan loh!”

“Apaan yang udah jalan dua bulan?!”

Nirmala terkaget-kaget. Dia nyaris menjatuhkan donat yang tengah dia pegang kala melihat kehadiran Mama di depan pintu dapur. “Mama?!”

“Apa maksud kamu tadi? Amel, yang kamu bilang itu bener? Nirmala pacaran sama Nathan?!” Mama tiba-tiba mengambil ponsel Nirmala yang memang sengaja sedang dalam mode loud speaker.

I—iya, Mah.

Amel, jancok!

Kenapa dia jujur??

Mama terlihat syok. Nirmala udah persis kayak anak yang ketauan habis ngilangin Tupperware. Sambungan telepon pun dimatikan secara sepihak oleh Mama.

“Udah ngapain aja kalian?!” todong Mama.

“Nggak ngapa-ngapain, kok!”

“Kamu waktu itu ke pulau Tunda sama dia! Pasti kamu main nakal sama dia, kan?!”

“Astagfirullah, Mah! Nggak! Aku gak ngapa-ngapain sama dia!” balas Nirmala syok dengan pertanyaan Mamanya barusan.

Ciuman doang sebentar palingan.

Mama masih melotot. “Terus kamu ngapain sama dia, huh?”

“Cu—cuma pacaran biasa.”

“Cuma pacaran, cuma pacaran! Dia beda agama! Kalo keterusan nanti jadi bahaya! Kamu mau kayak Bude Sulastri?! Kamu mau masukin Mama-Papa kamu ke neraka?!”

“... Kan bisa dia aja yang muala—”

“Terus keluarganya gimana?! Emangnya mereka rela anaknya yang mereka besarin pindah agama cuma gara-gara cewek?!”

Biasanya bule gak terlalu ambil pusing soal itu. Nirmala mau menambahkan tapi takut justru malah memperkeruh suasana.

“Papa kamu tau soal ini?” tanya Mama sekali lagi.

Nirmala buru-buru menggeleng. Kalo dia bilang Papanya tahu dari lama, bisa-bisanya mereka akan bertengkar hebat.

“Mama bilangin ke Papa ya, soal ini!” ancam Mama. “Udahin! Jangan dilanjut! Yang bule sama yang ganteng masih banyak di luar sana yang seagama!”

Ya, kalo maunya sama Nathan gimana?

“Awas ya, kalo Mama sampe tau kalian masih pacaran!”

* * *

Note:

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top