13 | Tunda Island
Malam itu, sehabis Zayan memarkirkan motornya di depan halaman rumah, dia mendapati ada banyak sepasang sepatu di teras. Memang sih, ada mobil asing yang terparkir di tanah kosong samping rumah. Sepertinya Ibu atau Ayahnya sedang kedatangan tamu.
Saat dia masuk ke dalam, dia dikejutkan oleh kehadiran Nirmala dan Papanya, serta seorang yang tidak Zayan kenal. Namun cowok itu makin dibuat terkejut saat dia melihat seorang polisi dan sosok cowok yang akhir-akhir ini digadang-gadang sebagai pacar baru Nirmala.
Tapi pertanyaan muncul di kepalanya, sedang apa mereka ke mari?
“Ada apa kalian—”
Belum selesai Zayan mengatakan kalimatnya, Nathan tiba-tiba secara impulsif maju dan menarik kerah pakaiannya. “Now you’re busted. You more evil than the devil it self!” ucapnya dengan rahang yang mengeras.
Zayan mencoba untuk melepaskan diri, namun tenaga Nathan lebih besar. Kalau saja Papa Nirmala tidak segera mendekat dan melerai, mungkin Zayan akan menjadi samsak tinju cowok itu part ke-2.
Benar. Tidak salah lagi. Atmosfer ini mirip dengan kejadian di Blok-M waktu itu. Apakah jangan-jangan Nathan lah yang memukulnya hingga semaput tak sadarkan diri?
“Nathan, udah! Lepasin dia!” pinta Papa Nirmala. Nathan akhirnya dengan berat hati mendorong tubuh Zayan hingga cowok itu mundur beberapa langkah.
Nirmala mendekat, dan tanpa sempat bagi cowok itu mengatakan barang sepatah kata, cewek itu tiba-tiba menamparnya dengan telak.
“Brengsek, lu ya!”
Hah?
“KARENA LO, NAMA GUE TERCEMAR! APA SIH, MAU LO?!!” teriak Nirmala. Dari ekspresinya, dia terlihat sedang menahan mati-matian emosi dan tangisnya. “Lu yang menghancurkan hubungan ini duluan, Zayan! Dan lu juga yang hancurin gue! Sekarang lu mau ngehancurin harga diri gue?! Karir gue?!!” teriaknya lagi.
Zayan hanya bisa terdiam.
“Emang setan lu ya! Nyesel gue ketemu sama lu!!” katanya sekali lagi lalu kembali mengambil ancang-ancang untuk memukul pria itu dengan brutal. Namun dirinya langsung ditahan oleh ayah cowok itu yang sedari awal merasa sangat terpukul mendengar kronologi yang telah dilakukan oleh putranya. “Lepasin! Gara-gara anak Bapak! Saya dipermalukan! Karir saya terganggu!” bela Nirmala.
Nathan dengan sigap melepas cekalan tangan pria itu dari Nirmala dan menariknya untuk mundur menjauh. Cewek itu masih memberontak, amarahnya yang sudah dia tahan sejak beberapa hari yang lalu meledak. Alhasil Nathan memeluknya, mengecup singkat keningnya seraya mengelus punggung dan kepalanya dengan lembut. “Sshh, easy. Everything will be okay. Don’t hurt your hand for that jerk.”
“...”
“Just be here. Stay with me.”
Zayan menatap pemandangan tersebut dengan hati yang teriris. Dia mengaku dia salah. Tidak seharusnya dia melakukan pelecehan seksual pada Nirmala dengan menyimpan banyak foto porno dengan mengedit Nirmala sebagai visualnya, dan tidak perlu juga Zayan menyebarkan foto-foto tersebut ke media sosial hingga menghancurkan hidup gadis itu perkara balas dendam.
Dia merasa bersalah. Dia sudah terlalu jahat.
“A—aku minta maaf, Nir ...” gumam Zayan.
Ibunya mendekat, memeluknya. Sedangkan ayahnya memohon-mohon untuk menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan.
“Tolong maafkan anak saya, Pak Irfan. Saya minta maaf sebesar-besarnya!”
* * *
Dasar manusia.
Beraninya hanya di belakang. Saat disamperin malah menciut, mohon-mohon minta maaf. Sekiranya begitu yang bisa Nirmala jelaskan apa yang terjadi oleh Zayan dan keluarganya.
Kalau boleh jujur dan mengejek sedikit, keluarga Nirmala lebih super power dibandingkan Zayan. Bukannya dia sombong, tapi saat sudah beberapa bulan mereka pacaran, ternyata cowok itu tidak semapan yang Nirmala kira. Mobil yang pernah dia bawa ternyata punya temannya. Jika sedang nge-date dan makan, gak jarang selalu Nirmala yang nalangin biaya makan perkara cowok itu belum gajian dan banyaknya kebutuhan untuk keluarganya.
Keluarga Nirmala juga bukan keluarga yang kaya dan juga bukan keluarga yang miskin. Namun cukup terpandang di keluarga besar. Apalagi dari pihak Papa yang punya darah keturunan Minang dan punya beberapa hektar tanah di desa yang terletak di Kota Payakumbuh. Keluarga Mama juga cukup terpandang, banyak beberapa saudaranya seperti om, tante, sepupu yang jadi orang. Makanya tidak sulit bagi keluarga Nirmala untuk mengurus kasus ini hingga tuntas.
Meskipun pada akhirnya dituntaskan secara kekeluargaan.
Nirmala awalnya tidak sudi membiarkan ini begitu saja. Dia benar-benar merasa dilecehkan. Apalagi tahu jika selama ini di komputer cowok itu terdapat banyak foto editan yang menggunakan wajahnya. Nirmala rasanya ingin injak-injak titit-nya agar masa depannya hancur sekalian.
Tapi karena satu dan lain hal, kasus ini diselesaikan dengan syarat semua hal tentangnya dihapus dari semua device milik Zayan dan cowok itu dilarang keras untuk mendekati Nirmala.
Nirmala masih cukup stress sehabis pulang dari rumah Zayan. Padahal Papa sudah membelikan cewek itu mie Gacoan, tapi tetap saja masih belum puas. Setidaknya biarkanlah Nirmala membuat cowok itu babak belur dan memiliki trauma untuk dekat-dekat dengannya.
“Wanna some?”
Nirmala berhenti melamun saat merasakan goncangan cukup kuat dan cipratan air laut akibat kapal yang melaju begitu cepat membelah lautan. Kepala cewek itu menoleh menatap Nathan yang duduk disampingnya seraya menyodorkan roti sobek yang mereka beli sebelum sampai di dermaga.
Yeah. Karena stress perkara masalah yang berakhir rampung, ditambah dia resmi jadi pengangguran, dia memilih untuk healing ke Pulau Tunda. Salah satu destinasi andalannya yang ingin menikmati surga bawah laut yang masih sepi jauh dari keramaian. Tempat yang sangat pas untuk mereka kunjungi, mengingat Nathan selama liburan di Bali begitu terkekang dengan orang-orang yang diam-diam merekamnya atau bahkan terang-terangan mendekatinya untuk minta berfoto. Dia bahkan tidak merasakan apa yang namanya liburan di sana.
“No. Thanks.”
“You sure?”
Eh, kalo yang cokelat dia mau deh.
“No. Give me the chocolate one.”
Nathan merobek salah satu bagian roti dan memberikannya kepada Nirmala. Mereka kembali diam seraya menikmati pemandangan laut yang ada di hadapan mereka.
Kapal nelayan yang tengah mereka tumpangi akan mengantar mereka ke salah satu dermaga di pulau Tunda. Ini sudah satu jam mereka bergerak meninggalkan teluk Banten, beberapa pulau-pulau kecil tak berpenghuni pun telah mereka lewati. Total estimasi waktu untuk sampai di tempat tujuan adalah 2 jam lebih. Tergantung besar mesin yang digunakan kapal. Tapi melihat kecepatan kapal ini sepertinya sejam lagi mereka akan sampai di pulau Tunda.
“Teh Nirmala, nya?”
Nirmala yang sedang melahap rotinya seraya melihat buih-buih air di bawah kapal, langsung menoleh kala ada seseorang anak kecil sepertinya berusia 7 tahun memanggilnya.
“Ih bener, Teh Nirmala! Apal aku, teu?” (kenal aku gak?)
Butuh beberapa detik bagi Nirmala untuk mengingat-ingat anak perempuan berbaju kuning yang memiliki gigi ompong yang duduk di belakangnya ini.
“Sulis, ya? Yang pernah ikut lomba di acara pengabdian?” tebak Nirmala akhirnya mengingat anak tersebut.
“Iya!” Anak itu tertawa lalu tanpa Nirmala duga dia memeluk cewek itu begitu erat, sampai hampir menjatuhkan rotinya yang tersisa setengah.
Nirmala membalas pelukan Sulis. “Kamu udah gede aja! Sekarang giginya ompong, makanya Teteh susah ngenalin, hehehe!”
“Meuni kangen pisan Sulis teh!” (kangen banget Sulis, tuh) ucapnya. Akhirnya tak lama dia melepas pelukannya dan menatap Nirmala lekat-lekat. Sedetik kemudian dia menoleh ke arah Nathan yang sedari tadi mengamati mereka dengan senyum yang terpancar di wajahnya.
“Well, when I was in university, I’m part of the crew for social activity. And we were doing it in Pulau Tunda,” jelas Nirmala.
Sulis kembali menatap Nirmala. “Teteh, nu lain ka mana? Kok sorangan? Ieu saha?” (teteh yang lain kamana? Kok sendirian? Ini siapa?) tanyanya.
“Teteh pan geus lulus. Ka pulo teh hayang ulin. Kangen kitu arek nempo terumbu karang deui.” (Teteh kan udah lulus. Ke pulau cuma pengen main. Kangen gitu, pengen liat terumbu karang lagi).
Sulis ber-oh ria. Lalu lagi-lagi menoleh menatap Nathan. Sepertinya visual Nathan cukup menarik perhatian dia. “E—eh, naon eta tetempoan kitu? Kenalan atuh, sok,” (e—eh, kenapa lihat-lihat? Kenalan dong) ucap Nirmala menggoda Sulis.
Sulis nyengir. “Eta teh kabogoh Teteh?” (itu pacar Teteh?) tanya Sulis seraya mendongak menatap Nirmala malu-malu.
Nirmala hanya menaik-turunkan alisnya sebagai jawaban. “Sok kenalan. Pake bahasa Indonesia. Moal ngerti lamun make Sunda.” (gak ngerti kalo pake bahasa Sunda)
Sulis lagi-lagi malu-malu kucing. “Halo, nama aku Sulis,” katanya sembari nyengir memperlihatkan gigi ompongnya.
Nathan terkekeh. Dia memberikan tangannya dan mengatakan, “Hai Sulis. Aku Nathan,” dengan aksen beratnya.
Sulis langsung merasa salah tingkah, dan menyembunyikan wajahnya dengan kembali memeluk Nirmala.
Nirmala tertawa. “Ih, meuni isin. Ulah isin atuh. Mau jajanan, teu?” (ih, malu-malu. Jangan dong. Mau makanan gak?) ucap Nirmala.
Anak itu langsung kembali semangat, melupakan salah tingkahnya. “Mau!”
Akhirnya Nirmala menawarkan beberapa makanan di tas Tote bag-nya, dan membiarkan anak itu makan di dekat mereka. Hingga kemudian Nirmala tersadar akan sesuatu. “Ari Sulis jeung saha?” (eh, Sulis sama siapa?) tanyanya.
“Jeung Umi Bapa.” (sama Umi-Bapa)
Mendengar balasan anak itu, Nirmala langsung menoleh ke belakang. Memang di kapal nelayan tersebut bukan hanya ada mereka saja. Tapi juga ada penumpang lain sekitar 7 orang yang duduk santai di belakang karena menghindari panas matahari.
Merasa kenal dengan dua orang di antara penumpang tersebut, Nirmala langsung menghampiri mereka yang merupakan ayah dan ibu Sulis. Mereka dulu adalah warga yang bersedia rumahnya digunakan untuk tempat menginap mahasiswa selama seminggu penuh dalam rangka acara kegiatan pengabdian, yang merupakan proker tahunan dari Himpunan di prodinya.
“Eh, Ibu! Bapak!” sapa Nirmala, langsung salim dengan mereka. Tidak menyangka akan bertemu di kapal nelayan seperti ini. Setelah beberapa menit saling tegur sapa, Nirmala kembali duduk di sebelah Nathan. Sulis pun kembali duduk bersama orang tuanya setelah mengambil wafer yang ditawarkan oleh cewek itu barusan.
“What?” Nirmala bertanya saat melihat Nathan sedari tadi hanya menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan. “There’s any something wrong?” tanyanya lagi.
Cowok itu menggeleng. “No. You just look perfect for me.”
Dih, belajar gombal dari mana dia?
Kayaknya ini gara-gara pengaruh terlalu lama bergaul sama Papa ini.
“Can you explain me why the people doing this?” Nathan meraih tangan Nirmala dan meletakkannya di kening cowok itu.
“You mean salim?”
Nathan mengangguk.
Gimana jelasinnya ya? Ayo English-ku, kamu bisa! Lama-lama ngomong sama Nathan skor TOEFL gue bisa naik, nih.
“It just a culture from middle east and we’re doing this from so long. So, yeah you know ... It can be a symbolic from younger to respect to older. Like children to their parents, or students to the teacher, et cetera et cetera.”
Cowok itu mengangguk-angguk paham. Sebab selama di Indonesia, dia selalu melihat hal tersebut. Beberapa temannya di Timnas terkadang melakukan hal tersebut setiap kali bertemu ketua PSSI.
“So ... We’re doing like this to the older person who are we respected?” simpulnya seraya meragakan gerakan salim.
“Yeah. But actually the right movement is not touching the forehead. But touching the lips.”
“So, like we kiss their hand?” tanya Nathan.
Aduh bingung kan jadinya.
Lagian ini yang bikin gerakan salim nyentuh kepala siapa, sih? Soalnya pas TK dia diajarin buat nyium tangan. Tapi pas SMP dia ngikut temen nyentuh ke kepala doang!
“Yeah.”
“Like this?” Nathan memeragakannya. Dia mencium tangan Nirmala dengan lembut. Tapi entah kenapa ini seperti ada yang salah! Kenapa jantung Nirmala deg-degan saat merasakan bibir cowok itu menyentuh punggung tangannya. Butuh beberapa detik bagi Nirmala untuk sadar. Hingga akhirnya dia menarik tangannya dan terlepas dari genggaman cowok itu.
“Hey, but I’m younger than you!” protes Nirmala.
Nathan hanya tertawa kecil dan mengacak-acak rambut Nirmala gemas.
* * *
Ternyata benar apa yang dikatakan Nirmala. Pulau Tunda adalah definisi tempat yang sunyi jauh dari peradaban. Meskipun masih terdapat sinyal, namun katanya listrik tidak ada saat pagi hingga sore hari. Masyarakat di pulau ini hanya bisa menggunakan akses listrik pada malam hari saja. Perkampungan yang mereka lewati juga terasa sepi, hanya ada beberapa warga yang duduk di teras rumah atau warga yang menunggu di warung yang terletak di depan rumah mereka. Beberapa spot yang cukup ramai hanyalah kawasan sekolah.
Nirmala juga sempat menjelaskan jika kebanyakan pria atau kepala keluarga di pulau ini bekerja sebagai nelayan. Itu sebabnya mereka menggunakan waktu tidur di siang hari, karena di malam harinya mereka harus bekerja mencari ikan di laut. Tapi juga ada sebagian orang memilih bekerja di pulau utama dan hanya bisa pulang beberapa kali dalam sebulan ke kampung halamannya.
Saat mereka sampai di rumah salah satu warga, namanya Bu Wiwit. Dia menyediakan rumahnya sebagai home stay lengkap dengan fasilitasnya, bahkan dia juga menyediakan paket makanan berat untuk para tamunya.
Kemarin, Nirmala sudah menghubungi Bu Wiwit, dan bilang akan menginap di rumahnya selama semalam.
Yah, hanya semalam. Lusa besok Nathan harus pulang ke Belanda. Nirmala tidak mau memaksanya dan membuat tubuhnya lelah karena habis liburan bersamanya. Jadi besok sore mereka akan pulang kembali ke Bogor.
“Ini siapa kamu, Nong*?” tanya Bu Wiwit saat melihat Nathan datang bersamanya.
“Sepupu saya, Bu. Dari Belanda.” Nirmala menarik tangan Nathan agar berdiri bersebelahan dengannya. “Kembaran Ayah saya nikah sama orang sono, makanya anaknya jadi ganteng gini,” lanjutnya.
Bu Wiwit masih menatap Nathan curiga. Pasalnya, kalau Nirmala bilang cowok itu pacarnya, mereka bisa dilarang menginap di rumahnya yang terbilang sangat murah. Hanya 500 ribu permalam. Tidak mematok berapa orang per rumah. Sebab di rumahnya ada 2 kamar ruang tengah yang luas lengkap dengan kasur tikar.
“Salim, Tejo!” suruh Nirmala.
Nathan mengernyit. Kenapa dia dipanggil Tejo? Tapi karena Nirmala meremas tangannya, alhasil cowok itu menurut dan salim sama Bu Wiwit.
“Jadi ini sepupu kamu, Nong? Anaknya Om kamu, gitu?”
“He’euh. Namanya Nathanoel Tejo Adhi. Tapi kita panggil Tejo di rumah.”
Nirmala apaan sih? Kok, jadi kejauhan gini bohongnya?!
Nathan yang di sebelahnya pun sudah mau protes. Meskipun tidak mengerti bahasa Indonesia, tapi karena sudah gaul sama Nirmala dan keluarganya membuatnya gak bego-bego banget buat tahu kalo cewek di sebelahnya sedang berbohong tentangnya.
“Hoalah! Yaudah, hayu masuk. Udah makan belum? Ibu masak gulai ikan.”
“Wuidih, mantep!” sahut Nirmala.
“Mala, what are you doing? Why you introduced me as Tejo? I’m not—” kalimat Nathan langsung terpotong.
“Ssh! If I’m tell her that you are my boyfriend, we cannot stay at her house together. Do you wanna stay in another house and no one you know?” balas Nirmala galak.
Nathan langsung terdiam. Benar juga.
“So you being my cousin and also my tour guide again,” ucap Nathan seraya tersenyum jahil.
“Shut up!”
* * *
Akhirnya Nirmala bisa merasakan kembali hidup.
Tubuhnya bisa berenang menikmati indahnya bawah laut dengan hanya bantuan kacamata snorkling. Dulu dia tidak bisa merekam video terumbu karang perkara ponselnya yang kentang, tapi sekarang ponselnya sudah ganti ke pengeluaran terbaru dari merek apel kegigit. Jadi dia bisa menangkap gambar begitu jelas dan merekam video dengan begitu stabil.
Nathan juga sepertinya menikmati waktu bersamanya. Nirmala mengajaknya berkeliling pulau, menjelaskan tentang tanaman-tanaman mangrove yang ternyata selama ini Nathan baru tahu jika terdapat dua jenis mangrove. Sejati dan asosiasi. Mangrove sejati adalah pohon mangrove yang memiliki akar tunggang dan mayoritas akarnya terbenam di dalam air atau lumpur. Sedangkan asosiasi adalah pohon mangrove yang telah mengalami mutasi sehingga dapat hidup di darat layaknya pohon pada umumnya, namun struktur batang, daun, bunga dan buah berbeda.
Mendengar Nirmala yang menjelaskan hal tersebut seraya membawa ranting pohon selama perjalan di jalan setapak, membuat cewek itu sudah persis seperti tour guide spesialis taman wisata konservasi mangrove. Nathan bahkan sempat merekamnya barusan.
“Be careful, there so many sea urchin live near mangrove. So watch your step!” ucap Nirmala memberi peringatan saat mereka masuk ke kawasan mangrove sejati yang berbatasan langsung dengan lepas pantai, lantaran jalan setapak yang mereka lalui telah berujung ke semak-semak belukar dan hutan belantara. Tinggi air di sekitar pohon mangrove hanya berkisar selutut hingga perut orang dewasa.
“Seriously?!” kaget Nathan. Dia pernah lihat bulu babi, tapi tidak pernah melihatnya secara dekat.
“Yes.”
“What if that thing touch human skin?” tanya Nathan.
“Well, actually you can touch them. As long as the thorns don't pierce your skin.”
“What if it pierce the skin?” tanya Nathan lagi, persis seperti anak kecil yang penasaran. Bahkan tangan cowok itu dari sejak mereka turun ke air, tidak pernah lepas dari bahunya agar tidak ketinggalan.
“I don’t really remember, but the worst is ... paralysis.”
“...”
“And the antidote is only human urin.”
Ekspresi Nathan langsung terlihat jijik. Sebab memang kenyataannya begitu. Nirmala sudah pernah kena bulu babi tiga kali, sudah 3 kali pula dia dikencingi oleh temannya. Dibilang jijik, ya jijik. Tapi gimana lagi? Itu obatnya.
Makanya jika trip di tempat seperti ini harus wajib ajak teman. In case, jika tidak sengaja injak bulu babi, setidaknya ada penawarnya, yaitu air kencing teman.
“You’re not joking, right? That’s disgusting, Mala!”
“I’m totally not joking. That’s why I’m warning you!”
Akhirnya setelah 30 menit mereka berjalan dari rumah Bu Wiwit, melewati hutan mangrove asosiasi dan sejati, akhirnya mereka sampai di lokasi pantai yang langsung mengarah pada terumbu karang. Meskipun di pinggiran pasir masih sedikit terdapat lamun yang berukuran kecil-kecil.
Beruntung, Nathan bisa berenang, jadi Nirmala tidak perlu merangkap menjadi instruktur berenang dadakan.
Setelah mereka melakukan pemanasan singkat dan menaruh tas ransel Nirmala yang berisi barang-barang mereka di atas pohon mangrove, mereka langsung menceburkan diri. Berenang perlahan menjauh dari bibir pantai.
Pupil Nathan melebar saat melihat apa yang ada di bawah sana. Begitu indah. Begitu damai, namun ramai oleh penghuni ikan-ikan kecil dan sejenisnya. Dia melihat Nirmala berenang semakin dalam. Cewek itu merekam sebuah terumbu karang di dasar yang memiliki warna begitu mencolok. Merah, hijau, kuning, dan cokelat. Saling beriringan menempel di dasar hingga entah bagaimana bisa begitu serasi dengan birunya air laut.
Nirmala melambaikan tangannya. Mengisyaratkan cowok itu untuk ikut melambaikan tangan pada kamera ponselnya. Nathan mengikuti permintaan cewek itu seraya tersenyum samar saat melihatnya begitu antusias menikmati dunianya yang tidak terlalu buruk bagi Nathan untuk mengenalnya.
Ya Tuhan.
Ini sudah keberapa kali Nathan terpesona dan jatuh cinta padanya.
Tidak pernah sekalipun Nathan kepikiran akan jatuh cinta pada gadis asia, terutama asia tenggara. Dia bahkan tidak menyangka mau menghabiskan waktunya blusukan dari hutan kota hingga ke hutan mangrove bersama seorang bernama Nirmala Lazuli.
Bahkan dia sampai lupa jika selama ini dia punya tipe cewek idealnya sendiri yang sangat jauh dari karakteristik yang dimiliki Nirmala. Jika bukan karena cewek itu, dia tidak mungkin banting setir hingga sejauh ini.
Jadi, Nirmala. Apakah ada hal lain yang ingin kau tunjukkan hingga membuatku lagi-lagi jatuh tanpa alasan?
* * *
Note:
(Kira2 seperti ini bentukan hutan mangrove yang berbatasan langsung sama pantai. Namun bedanya di Pulau Tunda belum terbentuk jalan seperti ini. Akar-akarnya masih compang-camping, jumlah pohonnya lebih lebat dan padat, juga menjulang tinggi. Membuat kita harus melangkah hati-hati.)
(Bulu babi, biasanya suka ada di dekat akar-akarnya. Tapi sebenarnya nggak melulu di pohon mangrove. Di mana-mana ada. Makanya harus hati-hati. Dan di daerah seperti ini gak hanya bulu babi. Suka ada uler juga.)
Nong: aku gak tau arti spesifiknya apa, tapi kayaknya sama untuk pengucapan Neng. Soalnya beberapa orang di Banten, khususnya Serang ada yang pake kata ini. CMIIW.
Baru ngeh part ini cocok di lirik lagu Typa Girl-nya Blackpink. Yang bagian:
‘I'm the typa girl that make you forget that you got a type. Type that make you love me when the only thing you done is like.’
Wkwkwkkw.
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top