11 | A Trap

“Gue lihat-lihat, foto-foto lu di Bali kebanyakan Nathan semua, jir! Foto lu-nya mana?”

Itu Amel. Kali ini gantian, Nirmala yang datang jauh-jauh ke rumahnya di daerah Cilegon. “Ada, kok! Scroll aja!”

“Ya ada, mah ada! Tapi cuma beberapa. Ini foto Nathan semua, buset! Photogenic juga rupanya dia!”

Nirmala yang sedang tiduran seraya mengenakan sheet mask itu langsung duduk. “Ya, kan? Itu cowok emang photogenic! Makanya gue demen fotoinnya.”

Amel nyengir jail. “Demen fotoin, apa demen orangnya?”

Senyum Nirmala langsung luntur. “Bacot!”

Tawa Amel langsung meledak. Nirmala melepas sheet mask-nya dan melemparkannya tepat ke mulut Amel yang sedang mangap. Seketika kata-kata mutiara langsung terlontar untuknya.

“Siniin tas gue, Mel! Gue bawa oleh-oleh buat lo,” kata Nirmala. Tak lama cewek itu pun mengambilkan tas ransel berukuran besar miliknya tersebut.

Nirmala mengeluarkan beberapa barang. Mulai dari baju, souvernir, hingga makanan seperti pai susu dan cokelat.

“Cokelat asli Belanda itu!” ledek Nirmala saat Amel mengernyit melihat kemasan cokelat tersebut.

“Yeileh! Beda deh yang sekarang punya cowok bule!” ledeknya.

Nirmala hanya memutar bola matanya jengah. Lalu mengeluarkan satu set kacamata snorkling dan memberikannya pada sahabatnya itu.

“Weh?! Lu ke Bali beli beginian?!” tanya Amel kaget.

“Ye. Next year kita harus ke Nusa Penida. Lu mulai dari sekarang nabung yang bener! Gaji lu jangan abis ke kopi sama sushi!”

Amel menatap kacamata snorkling tersebut seraya mengernyit. “Ke Nusa Penida ngapain snorkling? Mending langsung diving anjir!”

Lah, iya juga ya? Kok Nirmala bego?

“Tch, yaudah sini balikin!” ucap Nirmala, meminta Amel membalikkan pemberian kacamata snorkling darinya.

“Ya jangan dibalikin dong! Pamali!”

Nirmala cuma bisa berdecak dan menutup kembali tas ranselnya. “Yaudah, next year ke Nusa Penida, ambil paket scuba diving di tempat cowok lu kerja itu! Sapa tau dapet diskon!” kata Nirmala, kembali merebahkan tubuhnya di ranjang.

Amel tersenyum semangat. “Oke. Siapa takut? Mulai besok gue nabung!”

“Ye.”

“Ke Shopepay lu yak, sebulan 500 gue setor.”

“Bacot.”

Sudah seperti biasanya. Kebiasaan Amel adalah nimbun duit alias nitip uang ke Nirmala dengan alasan jika uangnya dipegang oleh orang lain, maka uangnya akan aman dari dunia perjajanan.

“Gimana kabar lo sama si Nathan? Pacaran apa HTS-an dulu?” tanya Amel, mengubah topik pembicaraan.

Padahal pertanyaannya simple, tapi butuh beberapa detik bagi Nirmala untuk menjawabnya. “TTM kali. Teman Tapi Mesra.”

“Buset. Teman tapi mesra, apa teman tapi menikah?” goda Amel.

Kalimat tersebut tidak tahu kenapa langsung mengubah mood Nirmala begitu drastis. Cewek itu langsung mengambil guling di sampingnya dan membenamkan wajahnya di sana. Lantaran perkataan Amel barusan membuatnya teringat dengan Nathan yang waktu itu membahas tentang pernikahan, dan soal hidup bersama selamanya. Bahkan dia membahas tentang Banda Neira.

‘Because someday, I wanna be the only one who take you to Banda Neira.’

Demi Tuhan. Itu memang impiannya. Dia ingin menjadikan Banda Neira sebagai destinasi untuk lokasi bulan madunya nanti saat dia sudah menikah. Hal ini bahkan tidak diketahui oleh siapapun. Bahkan oleh Amel, Sania, sampai Zayan pun tidak tahu.

Entah kerasukan apa Nirmala saat itu dengan lepas mengatakan impiannya pada Nathan.

Dia dan mulut embernya ini emang benar-benar menyusahkan!

“Gak tau, pusing gue!” jawab Nirmala.

“Berarti ini LDR-an dong?”

“Ya iya, lah. Dia bentar lagi balik ke Rotterdam. Baru bulan depan pindah ke Wales.”

“Ngapain?”

“Main club bola di sono.”

Amel mengangguk-angguk. “Lo bilang LDR-an, artinya udah pacaran dong?”

“Kag—belu—tauk ah! Jangan nanyain gue itu dulu. Gue lagi bingung!” ucap Nirmala seraya menghentak-hentakkan kakinya.

Melihatnya, Amel berdecak. “Jangan kelamaan bingungnya. Kasian anak orang nungguin kepastian. Gue udah bilang, kan buat lupain Zayan. Orang yang sekali selingkuh bakal keterusan. Tuh, buktinya bokap gue!”

Nirmala seketika langsung menurunkan gulingnya. Menatap Amel yang ternyata sedang membuka bungkus pai susu pemberiannya dan memakannya dengan lahap. Sahabatnya ini adalah tipikal orang yang sangat sudah berdamai dengan masa lalunya. Makanya dia bisa dengan enteng menjelaskan cerita hidupnya yang gelap dengan mudah.

“Di dunia ini gak ada yang namanya mustahil. Contohnya kasus Zayan. Yang lu ngira dia gak mungkin main belakang nyatanya dia bisa selingkuh.” Amel memberikan satu kemasan pie susu kepada Nirmala. “Enak, Nir. Cobain, geh!”

“Terus hubungannya sama Nathan apa? Yang tadinya dia anak Tuhan taat, tiba-tiba log in jadi hamba Allah? Begitu?”

“Nah, itu pinter. Udah tau.”

“Tapi nanti kalo kebalik gimana? Misal gue yang jadi log out? Kan, gak lucu!”

“Yaudah. Palingan gue minta review gimana perbedaannya.”

“Anjing lu,” gumam Nirmala kesal. Udah lah, dia mau tidur aja! Puyeng kepalanya.

* * *

Sebenarnya, sejak pagi saat pantatnya duduk di kursi kemudi, dia sudah merasa keram di sekujur perut dan paha. Lalu saat siang hari dia akhirnya merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Maka dari itu, dia izin meninggalkan Dian sendirian di salah satu kursi kafe untuk ke toilet sebentar.

Tamu bulanannya datang. Itu sebabnya tubuhnya terasa berat.

Akhirnya setelah selesai melakukan urusannya, dia hendak kembali menghampiri Dian. Mereka kali ini kebagian untuk mengurus surat perizinan tempat untuk beberapa kegiatan mereka dalam seminggu ke depan.

Drrt drrt drrt!

Baru saja mau keluar dari toilet, tiba-tiba muncul banyak notifikasi WhatsApp dari ponselnya. Dia kira dari grup para Koor lapangan atau dari pihak grup koordinator yang mau mem-follow up ulang kabar terbaru. Namun saat Nirmala cek, isinya bukan dari keduanya. Namun dari Mama-Papanya, Sania, Amel, Bu Ayang, dan juga Om Dion.

Entah kenapa atmosfer di sekelilingnya terasa mencekik saat dia membuka pesan dari Om Dion pertama kali.

Om Dion
|Temui saya di kantor jam 2.
|Ada hal yang harus saya bicarakan.

Dua kolom chat tersebut berhasil membuat kepala Nirmala penuh oleh banyak pertanyaan. Ada apa nih?

Setelah mengetik pesan balasan, Nirmala lanjut membuka pesan yang lainnya. Yang isinya rata-rata;

|Apapun yang terjadi, jangan panik.
|Kita tahu itu bukan lu. Jadi jangan takut.
|Lu dijebak.

Merasa tidak paham dengan pesan mereka, akhirnya Nirmala menelepon Sania. Sepertinya lebih baik menelpon adiknya itu terlebih dahulu, mengingat cewek itu sejenis manusia up-to-date yang kebangetan.

“Halo—”

“Kak! Lu di mana?!” Sania langsung memotongnya. Suaranya terdengar khawatir, takut, dan panik bercampur aduk. “Lu gak lagi sama temen-temen kerja lu, kan?”

“Ngh ... Nggak? Lagi di kafe. Kenapa?”

“Apapun yang terjadi lu gak boleh panik. Lu jangan kepo dan kita semua percaya itu bukan lu.”

“Emang apaan sih?! Ngomong yang jelas kek!”

Sania terdiam sejenak. “Kak ... Kayaknya ada orang yang gak suka sama lu. Dia ngejebak lu dengan posting foto-foto syur yang kita tahu jelas itu bukan lu.”

Deg!

Dada Nirmala mendadak seperti ada yang memukulnya dengan keras. Cewek itu terdiam dengan wajah terkejut dan pias. “Ma—maksud lu?”

“Kita semua lagi selidiki siapa yang edit dan nyebar foto itu. Papa lagi hubungin temennya yang pengacara, jadi lu lebih baik tenang dan jangan buka hape, apalagi kepo buka X!”

Nirmala tidak bisa menahan air matanya. Dia menangis saat itu juga. “Si—siapa aja yang udah liat?” tanyanya dengan suara yang bergetar.

“Yang itu gak usah dipikirin. Kita semua tau itu bukan lu. Orang goblok juga tau itu editan!”

Ya Tuhan. Cobaan apa lagi ini? Bagaimana jika semua keluarga besar lihat? Para tetangga melihat? Teman-temannya melihat? Orang-orang kantor melihat? Dan bagaimana jika Nathan melihat? Dia harus bagaimana?

* * *

Rupanya. Foto-foto itu sudah tersebar dan dilihat oleh banyak orang. Dengan wajah sembab dan kondisi hati yang berantakan, Nirmala datang menemui Om Dion dengan menebalkan wajahnya.

“Itu bukan saya.”

Om Dion tidak bisa berkata apa-apa. Dia menatap Nirmala kecewa. “Nir, foto itu—”

“Saya bilang, itu bukan saya. Orang bodoh pun tahu itu editan.”

Pria berusia awal 40-an itu menghela napas seraya memijat keningnya. “Iya saya tahu itu. Saya percaya itu bukan kamu. Tapi orang lain—”

“Papa saya sudah panggil pengacara. Ini akan dibawa ke ranah hukum. Jadi Bapak gak perlu khawatir apa kata orang.” Nirmala sedari tadi meremas kedua lututnya untuk meminimalisir rasa gugupnya.

“Tapi masalahnya, foto itu udah tersebar dan orang-orang banyak yang kenal—”

“Saya tahu. Akhir-akhir ini nama saya banyak dibicarakan di media sosial. Padahal saya bukan siapa-siapa!” sindir Nirmala, entah pada siapa. “Tapi tolong, jangan pecat saya. Saya dan keluarga saya akan mencari bukti untuk membantah foto tersebut dan membersihkan nama saya.”

Nirmala berdiri dan pamit mundur meninggalkan Om Dion. Bisa dipastikan setelah ini dia akan di-off kan dari pekerjaannya hingga situasi panas ini mereda. Di lobby, sudah ada Papa yang jauh-jauh datang menjemputnya. Pria itu merangkul Nirmala dan menuntunnya ke parkiran mobil. Beberapa orang yang dia lalui di kantor barusan menatapnya dengan ekspresi yang membingungkan. Ada yang kasihan, ada yang kecewa, bahkan ada yang memandangnya jijik.

Cewek itu rasanya ingin menangis kembali saat itu juga. Tapi dia tahan sebab tidak ingin merasa lemah dan juga tidak ingin membuat Papa semakin khawatir.

“Udah jangan dipikirin! Kita cari solusinya. Papa udah hire pengacara. Om Tantion, saudara Mama dari Jawa. Dia mau bantuin.”

“...”

“Amel tadi nelpon. Dia mau nyusul ke Bogor. Kamu ditelpon katanya susah banget.”

Jelas. Nirmala mematikan ponselnya.

“Kita semua dukung kamu, Kak. Jangan down.”

Nirmala mengangguk dia memeluk papanya dari samping dan membiarkan pria itu mengecup pucuk kepalanya sebelum akhirnya mereka masuk ke dalam mobil.

Selama perjalanan, Nirmala bengong.

Beberapa jam yang lalu, tidak lama setelah Sania menelpon dia menghampiri Dian yang juga sama-sama terkejut saat melihat kehadirannya. Rupanya dia juga sudah melihat beritanya. Tubuh Nirmala rasanya lemas saat melihat foto-foto itu.

Itu bukan dia. Demi Allah itu bukan dia.

Tangisnya kembali pecah. Dia benar-benar hancur saat melihat hasil editan tersebut yang benar-benar mencoreng nama baiknya. Siapa pelakunya? Apa masalahnya dengannya?

Di saat seperti ini, dia justru teringat Nathan. Bagaimana jika dia melihatnya? Bagaimana jika cowok itu merasa jijik setelah melihat foto-foto murahan tersebut yang pada dasarnya itu bukan miliknya.

Bagaimana jika Nathan kecewa padanya?

“Mala.” Papa memanggilnya.

“Hm?”

“Anu ... tadi sebelum Papa berangkat dari rumah. Nathan yang bapaknya mirip Papa nge-DM Sania. Dia nanyain keadaan kamu.”

“...”

“Dia khawatir. Kamu di-WA, ditelpon gak bales-bales. Takutnya sesuatu terjadi sama kamu, katanya.”

“...”

“Kalian ada hubungan spesial?” tanya Papa. Yang sebenarnya ini bukan waktu yang pas untuknya bertanya soal ini, namun sebagai seorang Ayah, dia hanya ingin memastikan.

“Iya. Tapi bukan pacaran. Dan kalau Papa menuduh pelakunya dia. Nathan terlalu mahal untuk ngelakuin hal murahan seperti itu.”

* * *

Nathan jelas terkejut.

Sosial medianya lagi-lagi ramai. Menandainya pada postingan yang cukup membuatnya tidak berkedip selama beberapa detik. Dia tidak mengerti apa yang tengah terjadi, tapi yang jelas postingan itu adalah foto seorang gadis tanpa busana (no sensor) dengan wajah Nirmala.

Cowok itu tidak tahu apa yang tengah terjadi. Dia membuka kolom komentar dan menerjemahkan satu persatu dan dapat menyimpulkan jika mereka mengatakan bahwa Nirmala adalah perempuan murahan yang dengan mudah menjual tubuhnya pada pada pria hidung belang.

Nathan cukup syok melihatnya. Namun hatinya menolak tuduhan tersebut. Dia memang baru mengenal Nirmala, tapi dia yakin cewek itu tidak mungkin melakukan hal tidak senonoh itu. Apalagi Nathan tahu betul dia dibesarkan oleh keluarga yang sopan dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya ketimuran. Bahkan saat di pantai bersamanya, Nirmala tidak mengenakan pakaian terbuka yang memperlihatkan kulitnya.

Ini mustahil.

Rencananya yang ingin jalan-jalan bersama keluarganya untuk membeli oleh-oleh (lantaran besok mereka akan segera pulang ke Rotterdam) batal. Nathan memilih tetap di hotel dan mencoba untuk menghubungi Nirmala.

Nomornya tidak aktif.

Alhasil dia nekat mengirim pesan via DM ke akun Instagram adiknya yang bernama Sania.

Beruntungnya, tak butuh waktu lama, adiknya membalas pesannya. Dia menjelaskan kronologinya juga keadaan Nirmala.

|It’s not her.
|Someone is try to trapped her.

Sial. Dia benar-benar khawatir. Nathan nyaris mencari tiket pesawat menuju Jakarta saat itu juga, namun beruntung ada pesan masuk dari nomor tidak dikenal.

+62xxxxxxxx67
|Meneer.
|It’s me. Nirmala. I used my sister phone.
|Don’t have to worry. I’m really fine :)

Selang beberapa detik setelah membaca pesan tersebut, Nathan segera meneleponnya. Dia berharap Nirmala mau mengangkatnya. Dan di dering ketujuh panggilan pun akhirnya diangkat.

“Mala?”

Terdengar hening diujung sana selama beberapa detik. Hingga kemudian terdengar balasan suara Nirmala yang terdengar mindeng. “Hey.”

Nirmala berbohong. Meski cewek itu baru mengatakan sepatah kata singkat, Nathan bisa menebak jika keadaannya sedang tidak baik-baik saja.

You’re not fine, sweetie. Don't ever try to hide from me.”

Suara isakan terdengar tak lama kemudian. Sial, Nathan rasanya ingin memiliki kemampuan teleportasi agar bisa segera menghampiri Nirmala dan memeluknya seperti yang pernah dia lakukan sebelumnya.

“I’m sorry. I’m so sorry.” Suara Nirmala terdengar bergetar. Membuat dada Nathan terasa sesak. “I don't want to disappoint you, Naith. I’m so sorry.”

No, you don’t. I believe you!”

“Hiks. I just ... I just feel ashame. I’m scared what if people see that—”

It’s a shit!” potong Nathan. “We are stand by you. You don’t have to scared or even ashame! It’s not you.”

“...”

Stay safe, and wait me there.”

“W—what?”

Wait me there. I’ll coming to Bogor.”

No, Naith. What do you think you’re doing? You don’t have to do this!”

Mala, listen! I didn’t have any schedule untill next month for Swansea City. I can not just sitting and checking my phone while the girl I love is in trouble.”

Naith, please. Don’t push yourself to doing this. I’m fine!”

No, I’ll going there.”

* * *

Note:

Cowok no effort tapi seiman

Atau

Cowok full effort tapi cukup seamin

Kalian pilih yang mana?

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top