06 | Botanical Garden

“Naik motornya jangan ngebut-ngebut, Kak!”

Mama Nirmala menatap ragu-ragu putri sulungnya itu yang tengah men-starter motor aerox di garasi mobil. Cewek itu sudah mengenakan sweater tipis dan helm. Tak lupa memakai tas ransel yang berisi kamera dan air minum. Nathan juga sudah siap duduk di belakang dengan mengenakan helm milik Papa Nirmala. Sebenarnya, dari awal lagi-lagi Nathan sudah menawarkan diri untuk dia saja yang mengendarai motor. Tapi ditolak mentah-mentah oleh Nirmala.

“Mala, you sure?” tanya Nathan dengan pelan agar tidak terdengar oleh orang tua Nirmala.

Of course! I’m your tour guide! Just believe me that everything will be good!” jelas Nirmala. Terdengar tidak begitu meyakinkan.

“Udah, Nathan! Don’t be panic! Nirmala drive skill is not bad!” ucap Papa seraya mengacungkan jempol.

Melihat ayahnya Nirmala, seketika mengingatkan Nathan dengan Papanya. Pria itu sudah pulang ke Belanda tadi pagi karena memang ada urusan yang tidak bisa ditinggal.

Okay, Mr. Lazuli. We’ll be alright,” ucap Nathan, memberikan senyuman manisnya pada mereka.

Lalu kemudian Nirmala pun menarik gas dan pergi meninggalkan pekarangan rumah. Meninggalkan Mama yang khawatir perkara mengingat Nirmala yang setiap bawa motor sudah persis seperti pembalap ilegal di sirkuit. Apalagi anaknya itu sedang membonceng aset negara. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk? Bisa runyam masalahnya!

“Udah Mah! Santuy aja kali! Cuma keliling Bogor sama ke Kebon Raya!” Papa berbicara seraya membetulkan lokasi parkiran motor-motornya di pojok garasi.

“Ck! Papa kayak gak tau Nirmala aja, dia kalo naik motor udah kayak orang gila! Lagian punya mobil kenapa milih naik motor segala, sih?!”

“Mamah ...”

“Padahal itu anak baru juga putus sama si Zayan monyet itu! Bukannya istirahat dulu kek, berbenah hatinya biar nanti ketemu langsung sama jodohnya! Ini anak malah ngelayap ngajak jalan cowok baru kenal kemaren!”

“Mah.”

“Lagian Papah kenapa antusias banget sih, liat itu bule? Emangnya artis?” tanya Mama.

“Bukan artis Mah, Tapi atlet. Si Nirmala kan kerja di PSSI, otomatis dia kenal sama banyak atlet di sana!”

“Terus kenapa? Tetep aja gak baik langsung ngajak kencan begitu!” Mama tetap pada pendiriannya.

“Itu bukan kencan namanya, Mah.” Papa akhirnya selesai dengan motor di garasi. Lalu lanjut mengambil oli untuk melumasi pagar yang terasa berat saat ditarik/didorong.

“Terus apa namanya kalau begitu?”

“Itu namanya menjalin koneksi! Nathan itu terkenal di liga Belanda sono, Mah! Dia aja main di liga Inggris sekarang. Kalau misal Nirmala punya koneksi sama pemain sepak bola sekelas Nathan atau temen-temennya, karirnya bisa naik!”

“Preet!” ledek Mama, masih tidak percaya dengan perkataan Papa.

“Yee, dikasih tau malah gak percaya!” sungut Papa.

“Lagian juga Papa emang gak khawatir kalo misal Nirmala diapa-apain sama si Nathan itu? Kita gak tau kalau dia orang baik apa bukan?”

Papa tiba-tiba tertawa. “Udah, Mah! Tenang aja! Papa kenal sama Bapaknya si Nathan. Ntar kalo ada apa-apa bisa dibicarakan baik-baik!” ucapnya penuh percaya diri, lantaran orang barusan yang dia maksud adalah kembarannya dari Suriname yang tinggal di Belanda.

Mama yang mendengar balasan dari Papa jadi semakin kesal. Alhasil dia melepas sendalnya dan melemparkannya ke arah suaminya tersebut. Lalu setelahnya wanita itu pergi masuk kembali ke dalam rumah.

Papa mencurutkan bibirnya. Bingung kenapa Mama jadi badmood begitu. Padahal kan tadi dia ngomong udah serius loh!

“Pak Irfan!"

Seseorang yang merupakan salah satu tetangga di belakang rumah itu datang memanggilnya.

“Oit, Mang Ruslam! Aya naon?” tanya Papa ramah.

“Si Jarwo ribut sama ayam Mang Dahlan!”

Ebuset! Sejak kapan si Jarwo lepas?!

* * *

Langkah pertama berhasil mereka lalui. Yaitu makan siang di rumahnya.

Meskipun Nirmala harus mati-matian menahan tawa lantaran Nathan sudah peris seperti anak ilang yang kebingungan di mana orang tuanya. Beruntung di rumah saat itu hanya ada Mama-Papa, karena Sania dan Devi sedang sekolah.

Ini bukannya Nirmala caper atau gimana ya, pemirsa! Tapi ini adalah salah satu rencana yang sudah Nirmala pikirkan matang-matang setelah menutup telepon dari Nathan tadi pagi.

Sebenarnya, kalau misal akun instagramnya tidak ke-detected sama Nathan, dia tidak akan memperdulikan janjinya untuk mengajaknya melihat kota Bogor. Dia juga bahkan akan melupakan cowok itu dan kembali fokus dengan kehidupannya.

Tapi karena cowok itu mengetahui rahasianya bahkan sampai mengancamnya segala, itu berhasil membuat Nirmala frustasi. Dia merutuki dirinya yang mau-mau saja ikut kompetisi dengan tajuk; ‘Konten Menarik Saat Menghadiri Fan Meeting Baby Monster Di Jakarta.’ sampai memaksakan diri menggunakan akunnya dan menon-aktifkan fitur privasi.

Meski akunnya sudah bersih dari orang-orang gak jelas, tapi tetap saja tidak dapat dipungkiri jika ada saja orang yang mengenalinya. Contohnya ya, Meneer keturunan Semarang ini!

Hey, relax! They’re not gonna eat you!” Nirmala tertawa saat melihat Nathan kayaknya tegang banget di belakang. Apalagi saat Nirmala berbelok atau menyalip kendaraan di depan. Lalu saat mereka berhenti di lampu merah, tidak sengaja ada atraksi debus dan manusia silver yang berjalan mengitari kendaraan yang berhenti untuk meminta sumbangan seikhlasnya.

What are they doing?” gumam cowok itu. Perhatiannya tertuju pada salah satu aktraksi orang yang membawa pecutan besar yang memecut dirinya sendiri di tengah-tengah zebra cross. Suara pecutannya sangat keras, sepertinya jika itu dilakukan oleh orang biasa akan terasa sangat sakit.

Chill man, it just a trick. He’s doing it without hurting himself!” jelas Nirmala.

Namun tetap saja, Nathan tetap tegang. Sudah persis seperti anak-anak yang takut liat sesuatu. Nirmala memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa lagi, dia hanya tersenyum misterius sarat akan kelicikan.

Yap. Ini adalah bagian dari langkah kedua. Dan sepertinya ini akan menuju keberhasilan. Yaitu, membuat Nathan ilfeel dengannya. Apapun caranya, Nirmala akan buat Nathan gak suka dan kapok jalan sama dia.

Sebenarnya, saat dia bilang jika ke Bogor enaknya naik motor itu hanya bualan belaka. Bogor itu kota hujan, lebih baik kemana-mana naik mobil agar aman dari guyuran air hujan. Dan sore juga bukan waktu yang pas, sebab saat sore, Bogor itu ramai orang-orang balik kerja. Jadi, kayaknya ini momentum yang pas untuk membuat Nathan merasa culture shock dan memilih gak lagi untuk jalan sama dia.

Setelah itu terjadi, Nirmala bisa menikmati fase life after break up-nya dengan tenang.

Lampu kembali hijau. Nirmala segera menarik gas, meninggalkan para akrobat gadungan tersebut. Lalu tak lama cewek itu melipir ke salah satu restoran fast food untuk memarkirkan motornya.

So, Nathan. Listen to me!” Nirmala berhadap-hadapan dengan cowok setinggi 182 cm itu, setelah mereka menaruh motor di salah satu restoran fast food di jalan Lodaya. “Before we enter the botanical garden, please do not update anything on Instagram or other social media. You can update after back to the Jakarta. Got it?” lanjut Nirmala. 

Nathan ingin bertanya kenapa, tapi dia langsung paham jika itu untuk keselamatan dirinya sendiri dari para fans fanatik yang mungkin bisa saja menyusulnya dan merusak suasana damainya.

Okay. I get it.”

Nirmala mengangguk mantap. Lalu memimpin jalan menuju gerbang ke-3 Kebun Raya yang terletak di seberang Lippo Plaza Keboen Raya. Nathan berada satu langkah di belakang cewek itu. Dia menyempatkan diri untuk memotret banyak spot dan merekam beberapa video. Hingga kemudian cewek di depannya itu berceletuk.

“Eh, ada kue tetek! Naith, do you want to try kue tetek?”

Cowok itu mengernyit seraya menatap sekumpulan pedagang yang mangkal di samping Mall Lippo. “Kue ... Tethek?”

It means tits cake. Look at the green one. It looks like woman things, right?” ucap Nirmala mejelaskan. Tanpa menunggu persetujuan Nathan, cewek itu menariknya ke arah penjual kue tersebut.

“Mang, meser 5 rebu dua!”

Nathan yang ada di sampingnya meneliti bentuk kue tersebut yang memang sedikit mirip dengan apa yang dikatakan Nirmala. Dia berpikir sejenak, apa tetek artinya payudara wanita?

“Here, try this. This been my favorite since I was a kid.

Nathan ragu-ragu menerima sebungkus plastik berisi 3 kue hijau tersebut. Dari wanginya sih sepertinya cukup meyakinkan. Saat Nathan ingin mencobanya, tiba-tiba Nirmala menarik tangan kanannya dan menyemprotkan cairan antiseptik.

Sedetik, Nathan dibuat termenung. Beberapa jam terakhir, dia tersadar jika cewek di hadapannya ini memiliki attitude act of service. Bahkan saat Nathan makan siang di rumahnya, Nirmala tanpa merasa repot menyiapkan makanan untuk Nathan bahkan sampai ke minum-minumnya. Dia mengira cewek itu lebih condong dalam bersilat lidah dan pandai menggoda orang dengan kata-kata manisnya.

Thanks.” Nathan mengusap kedua tangannya sebelum akhirnya mencoba satu gigit kue tetek tersebut.

Rasanya manis. Dan ini enak. Masuk akal kenapa kue ini jadi favorit Nirmala sejak kecil.

It’s good, right?”

“Yeah. It’s tasty,” ucap Nathan setuju. Nirmala terkekeh dan ikut memakan kuenya.

Entah kenapa kue yang tengah Nathan makan sekarang, semakin terasa manis hanya karena melihat senyum Nirmala. Apa yang sebenarnya terjadi?

* * *

“Fadlan! Lu bestie gue dari SMA juga! Boleh lah 15 rebu sepuasnya!”

“Yaelah, Nir! Harga aslinya aja 45 ribu sejam!”

“Kemahalan itu! Lu ngambil untungnya kegedean!” Nirmala mencurutkan bibirnya kecewa.

Cowok yang bernama Fadlan itu berdecak. “Bukan harganya yang mahal, tapi lu-nya yang miskin!”

“Yaelah, Dlan! Masih tanggal tua ini, belom gajian eike!” rutuk cewek itu.

Fadlan menghela napas panjang. Dia menatap cewek itu sejenak, lalu beralih menatap Nathan di sampingnya. Awalnya dia merasa wajah pria itu sedikit familiar. “Loh, sejak kapan cowok lu jadi bule gini? Sama yang lama udah putus, bukan?” tanyanya.

Nirmala tersenyum masam, lantaran teman lamanya itu tiba-tiba membahas tentang mantannya. Tapi beberapa detik kemudian, dia ada ide. “Iya, gue udah putus. Ini baru jadian sebulan yang lalu. Mau liat Kebon Raya katanya!”

“Banting setir lu? Bukannya tipe lu itu mas-mas Jawa? Kenapa tiba-tiba jadi bule arab begini?”

“Iya dong, soalnya itu-nya gede!” ucap Nirmala sembarangan. Soalnya dia tau, Fadlan ini senang kalo ada yang ngajak ngomong jorok ke dia. Emang freak ini bocah satu.

Astuti, mulutnya gak boleh gitu, sayang!” ucap Fadlan langsung berubah jadi cowok kemayu.

“Gajinya, goblok! Bukan itu-nya!” ucap Nirmala.

Fadlan tertawa. “Yaudah, ambil sono. Maksimal setengah 6 udah harus balik. No lecet-lecet! Kalo ada, lu gue denda!”

“Aman!” Nirmala mengacungkan jempolnya dan menepuk-nepuk lengan Nathan, memberi isyarat untuk memilih sepeda yang ingin dia gunakan.

2 menit kemudian, akhirnya mereka berhasil mendapatkan sepeda (secara percuma-cuma). Nirmala memimpin di depan. Menunjukkan jalan yang sekiranya seru untuk dilewati sambil naik sepeda.

Nathan yang ada di belakang dibuat terpana dengan keindahan alam dari Kebun Raya. Benar kata Nirmala, di kotanya banyak sekali pohon-pohon. Dia mengira hanya pepohonan biasa, namun nyatanya ini adalah pepohonan raksasa yang menjulang tinggi. Entah berusia berapa pohon-pohon ini. Mungkin bisa mencapai ratusan tahun lamanya. Beberapa kali dia menyempatkan untuk menangkap beberapa momen melalui ponselnya. Entah itu foto maupun video.

Mereka juga terkadang berhenti sebentar, lantaran Nirmala ingin memotret beberapa spot yang terlihat unik dengan kamera DSLR-nya, bahkan tak jarang cewek itu meminta Nathan untuk berpose atau bahkan meminta tolong padanya untuk memotret dirinya dengan kameranya. Beruntung Nathan tidak bodoh-bodoh banget dalam mengambil gambar.

Shit, I’m already tired.”

Sudah hampir sejam mereka mengelilingi Kebon Raya. Cewek itu melambatkan sepedanya hingga posisinya beriringan dengan Nathan, lalu tak lama dia berhenti, membuat cowok itu juga ikutan berhenti. Kakinya mulai terasa pegal, bahkan tubuhnya mulai berkeringat. Berbanding terbalik dengan Nathan yang tidak terlihat kelelahan sedikitpun. Mungkin karena dia atlet dan terbiasa bergerak banyak.

“Kenapa?” tanyanya.

“Capek. Tired,” jawab Nirmala.

Nathan akhirnya ikut turun, tangannya refleks mengusap bahu Nirmala seraya menoleh ke sekeliling dan mendapati ada tanah datar di sekitar pohon rindang tak jauh dari posisi mereka. Cowok itu sempat melihat ada beberapa pengunjung yang menggelar karpet dan piknik di sini.

Let’s rest for a while,” ajak Nathan.

Karena Nirmala lelah, dia menyetujuinya. Kebetulan dia membawa kain yang bisa dia jadikan tikar untuk duduk. Mereka pun menaruh sepedanya di samping pohon lalu menggelar kain tersebut untuk diduduki. Sejenak, Nirmala sibuk dengan pikirannya, dan Nathan pun sibuk dengan pikirannya juga dengan melihat pohon-pohon di sekitar mereka.

Enjoy the views?” tanya Nirmala tiba-tiba.

Nathan menoleh, menatap wajah manis tersebut tepat pada kedua matanya. “Yeah ... Of course. Thanks, Mala.”

Nirmala mengernyit. Sepertinya ada sesuatu yang salah.

You really mean it?” tanya Nirmala memastikan.

Cowok itu mengangguk. “I really mean it.”

Loh kok, gini? Ini Nirmala salah strategi atau apa ini, pemirsa?

Seharusnya Nathan tidak suka. Seharusnya dia bete. Seharusnya dia menampilkan ekspresi kesal karena dari tadi Nirmala mengajak dia muter-muter doang, walau sebenarnya bagi turis yang baru pertama kali datang, mereka tidak akan menyadarinya. Bukannya wajah sumringah yang terlihat excited!

I thought Bogor is hot like Jakarta. But that’s totally wrong, the weather is good.

Nirmala dalam hati mencibir. Cowok itu bisa ngomong begini karena baru diajak ke pusat kota plus saat sore hari. Coba kalau Nirmala ajak dia ke daerah pinggiran Bogor seperti Parung, Ciseeng atau Rumpin pas tengah hari bolong. Bisa mateng yang ada!

Well, happy to hear that,” ucap Nirmala anyep.

Lagi-lagi suasana kembali hening. Menyisakan suara tongkeret yang berbunyi nyaring entah berasal dari arah mana. Namun tak lama, Nathan berdeham. Nirmala menoleh sekilas melalui sudut matanya.

Can I ask you something?” tanya Nathan.

What?”

Did you enjoy with your job?” tanya Nathan. Entah itu hanya basa-basi saja atau bukan, namun entah kenapa Nirmala terenyuh mendengar pertanyaan cowok itu.

Why are you asking me like that?” Cewek itu sedikit menggeser posisi duduknya hingga berhadap-hadapan dengan Nathan. Wajahnya mengernyit, terlihat sedikit merasa terintimidasi.

Nathan meneguk ludahnya sejenak saat mata cokelat gelapnya menatap dirinya lekat-lekat. “I—I’m sorry. Maybe because I always got the moments when you have a mental breakdown or something that makes you really under the pressure.”

Emang iya? Emangnya keliatan banget, ya?

Really?” tanyanya. Ekspresi cewek itu tiba-tiba berubah sedikit khawatir.

Nathan mengangguk. “Maybe everyone didn’t noticed that. But I know it.”

Tidak tahu, ya. Tapi Nirmala mendadak salah tingkah. Cewek itu segera menunduk dan berpura-pura membersihkan sepatunya yang sedikit berdebu. “You know what? Every job always have a pressure. Even you, as a footballer who’s always under pressure from the expectation of winning.

Jawaban Nirmala barusan berhasil membungkam Nathan. Cowok itu hanya mengangguk kecil dan memilih untuk mengalihkan atensinya pada pohon besar di hadapannya.

Now, let me ask you, Meneer. What are you gonna do until next week?”

Nathan terdiam. Dia masih menatap pohon besar di hadapannya, tidak berani menatap cewek yang duduk di sampingnya ini. “Well ... ”

Nirmala memicingkan matanya. “Don’t say that, you stay in Jakarta just because you want visit to Bogor?” selidik Nirmala.

Nathan terdiam. Cowok itu perlahan menoleh menatap Nirmala lekat-lekat, mata hunter-nya melunak dan tenggelam pada netra cokelat gelap milik cewek itu yang juga sama-sama menatapnya. Sebenarnya, Nathan tidak punya alasan penting untuk stay di Jakarta lebih lama. Seharusnya jika sesuai rencana, dia akan terbang ke Bali bersama teman-temannya. Namun entah kenapa, sosok bernama Nirmala ini benar-benar mengalihkan pikirannya.

Nathan suka melihatnya lama-lama, Nathan suka melihatnya tersenyum dan tertawa, apalagi saat melihat cewek itu bercanda gurau dengan orang-orang di sekitarnya. Namun secara bersamaan pula, cowok itu tidak suka saat melihat orang-orang tersenyum, tertawa karena Nirmala.

Memang aneh, tapi entah kenapa Nathan merasa cemburu.

I have some schedules for endorsement,” ucap Nathan pada akhirnya, yang memang sekitar lusa nanti dia akan melakukan shooting dengan merek air mineral yang cukup terkenal di Indonesia. Itu sebabnya, dia berpikir tidak ada salahnya untuk tetap stay di Jakarta selama seminggu.

Mungkin saja dia bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan Nirmala. Karena jujur, semakin Nathan mengelak, rasa penasarannya benar-benar menghantuinya. Dia ingin lebih mengenal Nirmala.

“Oalah gitu.” Nirmala merebahkan tubuhnya dan merilekskan sejenak otot-ototnya. Rasa lelah sehabis ngurus pertandingan dan ngonser cukup membuat tubuhnya terasa remuk. Sebenarnya dia bisa saja meminta cowok itu untuk menunda janjinya, tapi Nirmala ingin cepat-cepat selesai dan lepas dari Nathan. Sudah cukup, hubungan mereka hanya sekedar rekan kerja saja. Tidak lebih.

Nirmala terdiam menatap dahan-dahan pohon yang menjulang di atas sana. Angin semilir yang sejuk dan suara burung-burung liar membuat matanya terasa berat. Tidak sampai semenit, cewek itu sukses terlelap, meninggalkan Nathan yang masih memperhatikannya dengan seksama.

Nathan tersenyum kecil. Dia memberanikan diri untuk membetulkan posisi kaki Nirmala yang sedikit tertekuk. Setelahnya dia kembali menatap wajahnya yang terlihat polos saat tertidur.

May I know you more than this, Mala?” gumam Nathan.

Sayangnya, kalimatnya tersebut hanya direspon oleh suara hutan dan burung-burung yang melingkupi mereka.

* * *

Note:

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top