04 | Twins

Kemarin dia gak bisa tidur. Hari Minggu yang menjadi hari istimewanya (karena Om Dion telah baik hati membiarkannya istirahat sehari dalam seminggu) hancur begitu saja. Rencananya untuk belanja bulanan sama Amel gatot. Alias gagal total.

Bukannya belanja dan menikmati uang hasil kerja keras dengan membeli investasi berupa skincare dan make up, dia malah dikerubungi oleh cewek-cewek yang nuduh dia pacarnya Nathan.

Iya. Kalian tidak salah baca. Mereka menuduh Nirmala pacarnya Nathan. Beberapa di antara mereka tanpa malu langsung berondong pertanyaan seperti;

“Kakak sejak kapan pacaran sama Nathan? Boleh minta IG-nya, gak? Aku boleh foto sama kakaknya? Di blok M tempat favorit nge-date kalian di mana, kak? Udah nyobain bakmie Jawa yang viral itu belom, kak? Boleh bikin konten TikTok bareng gak, kak? Kak, aku boleh minta tolong buat video call Nathan? Biar bisa kita sapa di sini bareng-bareng!”

Anjir kata gue!

Gak sekalian aja lu tanya pendapat gue tentang hasil pemilu? Atau nyuruh gue kayang sekalian?!

Beruntung ada Amel, yang bisa menghadang mereka dengan silat lidahnya yang tajamnya bisa ngalahin silet.

“Heh! Apa-apaan ini?! Dia temen gue, bukan pacarnya si Nathan-Nathan apalah itu! Lain kali kalau mau nuduh orang cari informasinya dulu yang bener! Main nuduh aja lu, bocil! Bubar lu semua!” ucapnya.

Allhamdulliah bubar dah tuh. Setelah itu mereka buru-buru cabut dari mall tersebut, yang sepertinya untuk beberapa waktu tidak akan Nirmala kunjungi dulu yang namanya mall.

Rupanya video amatir yang merekamnya bersama Nathan gak hanya bersumber dari satu orang saja, tapi juga banyak. Dari segala macam angle, dan waktu yang berbeda. Mulai dari saat Nirmala menangis dan dipeluk oleh Nathan, saat Nirmala memberikan masker ke Nathan, bahkan saat mereka memasuki mobil sedannya (yang kebetulan cowok itu yang mengambil alih kemudi).

Cewek itu inget banget, yang paling rame adalah video saat Nathan memeluknya. Videonya pun hanya berdurasi 4 detik. Bahkan kalau boleh jujur, Nirmala saja tidak ingat kalau cowok itu sempat memeluknya. Soalnya dia sibuk nangis mikirin sudah sejauh mana hubungannya dengan Zayan yang harus kandas begitu tragis.

Masalahnya tidak hanya sampai di situ saja. Instagramnya tiba-tiba ramai. Banyak sekali permintaan untuk mengikuti yang jumlahnya mencapai hampir seribu orang. Belum lagi banyak akun fanpage dan non-fanpage yang men-tag akunnya dengan komentar-komentar menyeleneh tentang dirinya. Ada yang bilang kalau Nirmala anak pejabat lah, makanya bisa kenal dan pacaran sama Nathan. Ada yang bilang dia petugas hotel tempat Timnas stay selama TC. Bahkan yang paling ajaib ada yang nuduh dia pake pelet atau pesugihan, makanya Nathan bisa kecantol.

Kecantol kepala bapak kau!

Okelah kalau tuduhan pertama, yang bilang dia anak orang kaya. Siapa tahu banyak yang aminin, terus Papanya mendadak tajir dan menjadi tuan tanah di kampungnya. Tapi tuduhan yang terakhir itu, ya Allah! Punya niat ke sana aja nggak! Kalau pun mau pake pesugihan, mending dia pelet sekalian Ji Chan Wook. Ketauan Nirmala ngefans dari zaman dia main di drama Healer. Kalau tidak salah sejak dia SMP udah kepincut sama ajusshi ganteng tersebut.

Aduh, Nirmala bingung banget. Dia gak yakin bisa melalui ini semua. Haruskah dia resign dan kembali strugling nyari kerjaan?

Di tengah dirinya yang sedang melamun di lift, tiba-tiba pintu lift terbuka saat memasuki lantai 5. Nirmala buru-buru tersadar dan segera mundur, menyender di sudut ruangan. Soalnya dia mau langsung ke lobby dan berangkat lebih dulu ke GBK untuk ngecek lokasi serta nge-handle tim yang ngurus anak-anak pendamping Timnas. Nanti malam mereka akan tanding. Tapi repotnya ya sejak pagi.

“Teteh Nirmala!”

Ah, rupanya yang masuk lift mereka. Ada Marsel, Ridho, Shayne, Justin, Tom dan—oh shit, here we go again—Nathan.

“Hi, Nirmala!”

Nirmala yang tadinya murung karena memikirkan para cegil-cegil gak jelas di Instagram, langsung merubah mood-nya 180°. “Hello! What’s up, guys!” sapanya, yang kemudian melakukan high five singkat dengan mereka semua.

“Menu sarapannya ada apa aja, Teh?” tanya Marsel. Di antara semua para pemain, cuma cowok itu yang memanggil dengan embel-embel ‘Teteh’. Awalnya dia manggil Kakak, tapi pas tahu kalau Nirmala asli Bogor, dia langsung sokab manggil Teteh.

“Nggak tau tuh, Sel. Aku kebetulan gak ikut breakfast. Mau langsung berangkat ke stadion.”

“Kenapa?” tanya Ridho. Kayaknya yang join percakapan ini hanya mereka bertiga. Mungkin Shayne curi-curi pandang sebab sedikit tahu beberapa kosa kata dalam bahasa Indonesia.

“Biasa. Kerjaan,” balas Nirmala seraya mengedipkan matanya untuk mendramatisir keadaan.

“Owh.” Mereka hanya ber-oh ria. Hingga tanpa sadar jika lift akhirnya sampai di lantai tujuan mereka. Satu-persatu mereka keluar, terkecuali Nathan.

Nirmala mengernyit heran, apalagi saat cowok itu cepat-cepat menutup pintu dan menekan tombol rooftop.

“Kamu gak sarapan?” tanya Nirmala. Bahkan sampai lupa jika dia tadi berbicara dengan bahasa Indonesia.

No. We need to talk. Just two of us.”

* * *

Kejadian lusa malam kemarin masih terngiang-ngiang di kepala Nathan. Foto Nirmala yang tersenyum seraya mengigit pizza itu masih terekam jelas di kepalanya. Dia merutuki fitur WhatsApp yang bisa mengirim foto sekali lihat dan tidak bisa di-screenshoot. Padahal ... Saat itu wajah cewek itu imut banget.

Tapi jika Nathan pikir-pikir, sepertinya dia hanya merasa penasaran dengan cewek Bogor itu. Dia tidak sampai menaruh perasaan padanya. Memang terkesan jahat. Tapi melihat reaksi Nirmala, sepertinya cewek itu tidak terlalu memusingkan hal tersebut.

Tidak setelah Nathan melihat beberapa postingan di media sosial yang menyebut dirinya dan juga Nirmala. Nathan saja bahkan tidak tahu akun Instagram cewek itu. Teman-temannya tidak ada yang mengikutinya. Dengar-dengar sih, dia jarang aktif di Instagram, meski itu terdengar sangat bohong. Pasalnya Nathan pernah menangkap basah dia sedang update story.

Postingan-postingan itu cukup memantik komentar-komentar negatif yang menyudutkan Nirmala, meskipun juga ada komentar kritik untuk Nathan yang bilang jika dia sebaiknya tidak perlu memiliki hubungan dengan cewek Indonesia.

Hal tersebut membuat Nathan jadi sedikit merasa bersalah. Seharusnya dia tidak memeluk gadis itu. Seharusnya juga Nathan tidak usah sok ide datang ke Blok-M sendirian.

I really apologize,” ucap Nathan saat mereka sampai di rooftop dan duduk di salah satu kursi.

Nirmala menyipitkan matanya. Merasa curiga. Gebrakan apa lagi yang akan diberikan oleh cowok ini?

Why? It should be me to give you apologize. You waste your money to buy me a box of pizza.” Cewek itu terdiam sejenak, sepertinya tengah memikirkan sesuatu. “Well, thank you, I guess. Maybe next time I’ll give you something,” lanjutnya.

Nathan menghela napas. “It isn’t about pizza.

Kalo bukan soal pizza, terus apa? Tour guide ke Bogor? Soal Zayan? Atau ... Oh oke, dia mulai paham ke mana arah pembicaraan ini.

About our scandal? The video when you're hug me, and i received a lot of hate comments?” tebak Nirmala.

Ya. I’m sorry.”

Nirmala berdecak seraya menggaruk asal kepalanya. “Well, I hate your fans actually. They makes me scared to visit the mall, minimarket or just going outside from my kosan!”

“...”

But that's okay, Naith. It isn’t our fault.”

Nathan menatap Nirmala lekat-lekat. Ini kedua kalinya dia bisa melihat cewek itu dengan jelas dari dekat setelah kejadian di Blok-M kemarin. Biasanya dia hanya bisa memperhatikan dirinya dari kejauhan. Matanya terlihat sangat lelah, sepertinya akhir-akhir ini dia kurang tidur, terdapat beberapa jerawat hormon berukuran kecil di dagunya, serta tak lupa yang menjadi ciri khasnya adalah alis yang tebal dan bulu mata yang lentik.

“Kamu gak apa-apa, kan?”

Nirmala terdiam. Bukan. Bukan karena baper ditanyain keadaannya sama Nathan. Tapi sedikit amaze dengan logat Belanda-nya yang barusan mengatakan sederet kalimat berbahasa Indonesia. Satu detik. Dua detik. Hingga akhirnya tanpa bisa Nirmala tahan, cewek itu tertawa kecil.

Lucu. Dia mau denger lagi Nathan ngomong bahasa Indonesia.

Why are you laughing?” Nathan menatapnya serius. Mata cokelat terangnya itu seketika berubah menjadi tajam saat menatapnya.

Buru-buru Nirmala berdeham untuk menetralisir ekspresinya. “Maaf. Your accent sounds cute.”

Nathan mendengkus. Cowok itu berdiri dan menyampirkan tas ranselnya di salah satu bahunya. Nirmala mendongak untuk mensejajarkan pandangannya.

Udah nih, cuma mau ngomong itu doang?

Just try to use masker or maybe you can do something with your hair, so people cannot recognize you,” ucap Nathan. Lalu tanpa sempat Nirmala prediksi Tiba-tiba cowok itu melepas topi putihnya dan mengenakannya pada kepala Nirmala.

Wanjir! Gebrakan apa lagi ini, Bang?!

Wait! What are—”

“Pakai. Jakarta panas,” potongnya. Lagi-lagi dengan aksen yang begitu kental.

Setelahnya Nathan berbalik hendak meninggalkan Nirmala. Tapi baru beberapa langkah, cowok itu kembali berhenti dan berbalik badan. “Can we visit to your hometown after this match?” tanyanya.

Nirmala yang masih mencerna situasi, hanya bisa diam melongok gak paham. Tapi sedetik kemudian dia hanya mengangguk-angguk persis kayak orang tolol. Setelahnya dia benar-benar ditinggal sendirian di rooftop.

Drrtt drrt drrt!

“Anjir!” kaget Nirmala. Cepat-cepat cewek itu merogoh saku celananya untuk mengambil ponselnya yang berdering.

“Halo?”

Nirmala kamu di mana?! Ibu udah nungguin ini di lobby!

Tuh kan, dia sampai lupa kalau Bu Ayang sudah menunggu dia dari tadi!

“Naith! Tungguin!” Nirmala langsung berdiri dan menyusul Nathan yang kebetulan baru masuk lift. Beruntung cowok itu sedikit peka dengan menahan pintu lift.

Quickly!”

* * *

Stadion GBK sudah kayak lautan manusia. Panas dan sesaknya gak ketulungan. Kalau Nirmala gak punya malu, dia sudah lepas bajunya sedari tadi. Ponsel dan HT pun sudah standby di tangannya. Lantaran dia bertanggung jawab untuk membantu penonton VIP yang datang dan kebingungan mencari seat-nya. Tapi terkadang justru yang datang di bagian tribunnya itu malah yang bukan VIP. Jadi mau tidak mau membuatnya kerja double untuk mengarahkan mereka juga.

“Halo, halo, Pak Ruslam bisa standby di gate 1 buat make sure penonton mana yang VIP dan yang bukan? Ini banyak yang nyasar. Saya cuma sendirian di sini—”

Ponselnya tiba-tiba berdering lagi. Membuatnya refleks melupakan sejenak HT-nya dan mengangkat telepon dari Papanya.

“Halo, Pa! Papa masuk lewat gate 1. Ada tulisannya gede banget kok! Naik aja ada aku di situ pake baju merah!”

“Semua orang di sini pake baju merah, Mala!” balas si penelepon.

Oh iya! Kok dia bego banget? Aduh dia pusing lagi. Koyo mana koyo!

“Udah naik aja! Ada aku di situ! Inget, gate 1!”

Panggilan pun ditutup. Nirmala kembali pada HT-nya. “Halo! Iya, Pak Ruslam. Saya sendirian. Oke oke!”

Baru saja mau menaruh HT-nya di samping saku celananya, dia melihat sosok papanya yang akhirnya datang juga. Buru-buru dia menghampiri pria berusia setengah abad itu dengan langkah lebar. “Papa! Susah amat sih dateng ke sini doang?! Padahal gak jauh dari tempat Papa markir! Ke sini! Kursinya sebelah sini!” Nirmala menarik tangan Papanya tanpa menyapanya atau sekedar salim seperti yang biasa dia lakukan.

“Ekhm! Excuse me, Miss.”

Eh?

I think you have a wrong person.”

Nirmala menghentikan langkahnya, membuat pria yang dia kira Papanya itu juga ikut berhenti. Dengan gerakan yang kaku, cewek itu menoleh dan mendapati jika pria yang sedang dia pegang tangannya ini bukan Papanya. Memang sih, penampilan, struktur tubuh dan wajah sangat mirip. Sama-sama botak dan bertubuh besar pula. Dia mengira pria ini adalah papanya. Sialan! Dia salah orang!

“Astagfirullah! I’m so sorry, Sir! I thought you are my father!” Nirmala mau nangis.

Pria itu hanya tersenyum sumringah. “That’s okay, Dear,” ucap pria itu yang kemudian tidak sengaja melihat tanda pengenal yang melingkar di leher Nirmala sebagai staf Timnas.

Are you the staf?” tanyanya. Membuat Nirmala tersadar sama pekerjaannya.

“Iya! Let me help to find your seat, Sir.” Nirmala sebisa mungkin untuk kembali bersikap profesional dan membantu mencari kursi pria itu. “So you are Nathan’s Father, right?” ucap cewek itu sekali lagi untuk sekedar basa-basi. Soalnya dia masih malu banget perkara salah narik tangan orang tadi.

Bodo amat lah, Papanya ada di mana sekarang. Kalau nyasar juga dia tidak peduli. Kepalanya udah pusing banget ini! Koyo di tasnya juga sudah habis, kemarin dia belum sempat beli lagi. Minta ke tim medis aja kali, ya? Siapa tahu mereka ada.

“Yeah yeah. Did you know where is he? He didn’t reach my call.”

Dasar anak durhaka, Lo Naith. Ayahnya nelpon bukannya angkat!

Nirmala tersenyum manis. Lalu menoleh ke arah lapangan yang kebetulan sangat dekat dari tribun tempat dia pijaki sekarang. “Yes, sure. Wait a moment, Sir.”

Cewek itu segera balik badan dan mendekat ke arah pembatas tribun. Mencari sosok Nathan yang mungkin sedang pemanasan atau melihat-lihat medan di lapangan.

“Oy! Sandy!!” Yang dilihat Nirmala kebetulan Sandy.

Yang dipanggil langsung noleh dan senyum sumringah seraya melambaikan tangannya.

“Yaelah malah narsis dia! Sandy!! Nathan mana?!” tanyanya sambil berteriak.

“Nathan?” Cowok itu malah balik bertanya. “Nathan! Nirmala is calling you!!” panggilnya ke arah lorong bawah tribun. Tak lama, cowok yang dia maksud pun muncul.

Nathan tidak mengatakan apa-apa, tapi dari ekspresi wajahnya jelas dia sedang bertanya-tanya.

Your Father’s here!!” teriak Nirmala sebab stadion sangat berisik sekali dan suaranya jadi ikut terendam. Cewek itu membetulkan sejenak topi yang sedang dia kenakan. “He want to see you!! Wait!”

Nirmala kembali berbalik badan untuk memanggil ayahnya Nathan. Tapi sedetik kemudian dia dibuat terkejut lantaran melihat pria itu tengah bercengkrama dengan seorang pria yang begitu familiar di matanya. Kepala botak, terdapat janggut mini di wajahnya, tubuh tinggi dan sedikit gempal tengah berbincang asik dengan ayah dari seorang aset negara.

Itu Papanya! Dan kenapa pula dia tiba-tiba bisa ngobrol (sok asik) sama ayahnya Nathan?!

“Mala! Oy, Mala!! Sini Mala! Fotoin Papa sama kembaran Papa!”

Bagaikan tanpa dosa, saat Papa Nirmala melihat kehadiran anaknya, pria itu malah langsung menyuruhnya untuk memotret mereka.

“Oh? This is your daughter?!” tanya Ayah Nathan terkejut.

Sama Om, saya juga terkejut. Kenapa Om bisa mirip sana Papa saya (versi keurus).

Yes. Yes! This is my daughter. Her name is Nirmala!jawab Papa dengan bangga. Tapi malah terasa malu-maluin bagi Nirmala. “Ayo cepetan Mala! Fotoin Papa sama kembaran Papa dari Suriname!”

Ya Allah. Memang boleh serandom ini?

Boleh pingsan gak sih? Ini Nirmala udah capek banget, gak kuat, tolong.

* * *

Note:

Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.

Sincerely, Nanda.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top