02 | Slap
Akhirnya setelah hampir 5 jam dia di-block oleh Zayan, cowok itu akhirnya menghubunginya dan meminta bertemu di salah satu kafe dekat kawasan Blok-M. Lokasi yang sangat ramai dan strategis, tapi tidak starategis baginya yang memiliki rencana untuk menghajar cowok itu habis-habisan.
Kalau boleh jujur, selama beberapa jam terakhir, dia tersadar jika ternyata selama ini dia itu bodoh banget. Kenapa bisa-bisanya Nirmala kepincut sama cowok modelan Zayan? Apa sih effort yang sudah cowok itu lakukan? Gak ada! Kalo effort chat gemes kayak; “Halo sayang, udah makan belum?” itu tidak dihitung, bukan?
Sialan. Bisa-bisanya Nirmala menghabiskan waktunya selama 2 tahun hanya untuk cowok mokondo kayak Zayan! Gak mau tahu! Setelah ini, dia harus putus dan cut off orang brengsek kayak dia!
Ting!
Suara lonceng di atas pintu kafe itu berbunyi sesaat ketika Nirmala masuk. Matanya langsung menyusuri sekitar. Namun bukannya sosok Zayan yang dia temui, dia malah mendapati sosok lain yang duduk di sudut ruangan. Mata cokelat gelapnya menyipit saat menyadari jika dia benar-benar mengenal orang itu.
“Nathan?” Suara Nirmala begitu kecil, nyaris bergumam. Dia tidak menyangka cowok itu bisa ada di sini. Apalagi seorang diri.
Nirmala nyaris ingin menghampiri Nathan, namun langkahnya terhenti saat tangannya ditarik oleh seseorang dari arah yang berlawanan.
“Nirmala!”
Itu Zayan. Dia berpakaian rapih dengan celana bahan serta atasan kaus berkerah yang memperlihatkan aura dewasanya. Sedetik cewek itu dibuat terpana. Namun beberapa detik kemudian kembali tersadar jika cowok itu satu jenis dengan cowok brengsek di dunia.
“Lepasin!” tepis Nirmala, menarik tangannya kembali. Cewek itu memilih untuk fokus dengan masalahnya ketimbang dengan kehadiran Nathan yang terbilang cukup beresiko. Mengingat cowok itu adalah aset negara, dan dia datang ke tempat ramai seorang diri tanpa ditemani siapapun, membuat Nirmala jadi kepikiran. Namun dia harus bersikap profesional. Ini bukanlah jam kerjanya, Nathan juga sudah cukup dewasa untuk menjaga dirinya.
Alhasil, Nirmala mengikuti Zayan dan duduk di sudut lain kafe. Bersebrangan dengan lokasi Nathan.
Oke, sekali lagi, lupakan kehadiran cowok keturunan dari negara mantan penjajah itu. Nirmala harus fokus dengan masalahnya bersama Zayan.
“Kamu mau pesen apa?” tanya Zayan dengan nada ramah. Seakan-akan melupakan kejadian laknat tadi pagi.
“Nggak. Nggak usah. Kita langsung aja ke intinya.” Nirmala menggeleng. Cewek itu meletakan tasnya dan menaruhnya di pangkuan, kemudian menatap Zayan lekat-lekat. “Tujuan kamu ketemuan ini untuk jelasin kejadian tadi pagi, kan?” lanjutnya, melempar pertanyaan.
Zayan terdiam. Tapi tak lama dia terkekeh. “Sayang, kemarin itu Anton nyewa salah satu kamar buat party kecil-kecilan. Kita habis dapet 3 orang investor sekaligus!”
“Terus apa hubungannya? Si Anton nyewa LC segala gitu?” tebak Nirmala. Mencoba untuk tetap tenang meski hatinya sudah menggebu-gebu.
Zayan menghela napas sejenak. “Iya. Tapi kita gak sampe yang begituan. Kita cuma seneng-seneng aja, karokean, minum, makan—”
“Pelukan, ciuman, bobok bareng. Begitu?”
“Nir, ini udah tahun 2024. Kapan sih kamu open minded? Mereka itu cuma LC. Itu pekerjaan mereka. Lagian aku cuma cintanya sama kamu!”
Astaghfirullah. Istighfar gue!
Nirmala menatap Zayan tidak percaya. Lebih tepatnya syok gak ketulungan. Dia tidak menyangka kalimat itu keluar dengan mudahnya dari bibir cowok itu. Open minded dia bilang?
“Zayan, kayaknya kalo sama kamu aku gak akan bisa open minded, deh! Yang ada aku ke-blunder dan bisa gila!”
“Nir, come on! You have to understand!”
BRAK!!
Sepertinya kesabaran Nirmala sudah habis. Cewek itu tiba-tiba menggebrak meja begitu kencang. Hingga membuat dua meja pengunjung (termasuk Nathan) menoleh kearahnya. “To understand you? Did you ever try to understand me?!”
“I did. Aku selalu paham dan ngasih kamu penjelasan tentang kehidupan orang-orang di Jakarta. Zaman udah berubah, Nir! Orang-orang idealis yang masih megang adat kolot kayak kamu itu gak akan bisa survive di sini!” jawab Zayan.
Nirmala yang mendengarnya sampai tidak sadar mangap beberapa centi. Dia lagi-lagi tidak percaya Zayan bisa mengatakan itu padanya. “Jadi, kamu nganggep aku terlalu kolot untuk paham pemikiran kamu?!”
Merasa jika kalimatnya barusan terlalu kelewatan, Zayan tiba-tiba langsung melunak. “Bukan. Bukan begitu maksud aku, Sayang!”
“Jadi maksud kamu aku kurang open minded saat lihat kamu ciuman sama cewek lain, begitu?!” tanya Nirmala.
“Nirmala!”
Cewek itu berdecak. “Nih, ya. Gue emang berasal dari keluarga yang kolot, kampungan, dan gak ngerti trend-trend anak gen-Z zaman sekarang! Tapi gue dan keluarga gue sampai kapanpun akan tetep megang prinsip itu! Lo kalo gak suka mendingan kita udahan aja dari sekarang—”
“NIRMALA!” Suara Zayan tiba-tiba naik beberapa oktaf lebih tinggi. Kini mereka sukses menjadi tontonan pengunjung bahkan para pekerja kafe di sana. Beruntung di sini tidak terlalu banyak orang. “Kamu tau, bukan itu maksud aku!”
“Enggak! Gue emang gak tau! Sampai kapanpun gue gak akan ngerti jalan pikiran lo! Gue mau put—”
PLAK!!
Itu suara tamparan. Jelas itu suara tamparan. Orang bodoh sekalipun tahu itu suara apa. Dan sialnya, target tamparannya itu adalah pipinya. Entah sejak kapan (atau memang Nirmala saja yang tidak sadar) jika Zayan bisa berubah menjadi sosok yang ringan tangan seperti ini. Cowok itu barusan melayangkan tamparan begitu keras padanya. Pipinya seketika terasa panas dan refleks dia mengeluarkan air mata detik itu juga.
Brengsek! Monyet! Anjing! Pantek!
Nirmala ingin sekali balas menampar cowok itu, tapi entah kenapa tubuhnya malah gemetar. Dia takut. Padahal sebenarnya tidak ada yang perlu dia takutkan.
Tapi tak lama dari kejadian menyebalkan tersebut, Nirmala mendengar derap langkah kaki dari arah seberang. Langkah itu mendekat ke arah mereka. Belum sempat Nirmala melihat siapa yang datang, Zayan lebih dulu ditarik oleh orang itu dan sepersekian detik berikutnya bogem mentah mendarat telak mengenai rahangnya.
Nirmala maupun semua orang di kafe tak kalah terkejut. Cewek itu melihat punggung Nathan yang membelakangi dirinya, lalu lanjut melihat Zayan yang terkapar tak sadarkan diri di lantai.
Situasi macam apa ini?
Ayo pikir Nirmala! Ayo pikir!
“You son of bitch! You’re not worth for her!” terdengar suara Nathan yang mengumpat. Cowok itu berbalik menatap Nirmala yang masih mematung memahami keadaan.
“Are you okay?” tanyanya, mendekat dan merapihkan helai rambut yang menutupi wajah sembabnya.
Nirmala mengerjapkan matanya berkali-kali. Kemudian tersadar dan mengangguk. “Ya—yeah. Tha—thank you.”
“That’s okay. Now you better go right now. Come on. I’ll help you.” Nathan membantunya berdiri. Menuntunnya untuk keluar dari kafe tersebut.
Namun beberapa langkah sebelum sampai di depan pintu, Nirmala teringat sesuatu. Cewek itu cepat-cepat berbalik, menghampiri Zayan dan mengambil sesuatu dari saku pakaiannya. Itu adalah kunci mobil sedan milik ayahnya.
See?
Sebaik apa Nirmala pada cowok mokondo itu? Bahkan keluarganya saja sampai sebaik itu sama dia dengan meminjamkan salah satu mobilnya.
Zayan, mulai malam ini kita resmi putus. Lo-gue-end-cuih!
* * *
Sebenarnya, waktu bebas para pemain Timnas adalah saat setelah selesai latihan di sore hari. Mereka dibebaskan hingga esok pagi selama mereka tidak melanggar aturan memakan makanan yang sudah dilarang oleh Coach Shin.
Seperti sekarang contohnya. Beberapa temannya sibuk keluar dari hotel untuk bertemu keluarga dan pasangannya. Dikarenakan Nathan tidak memiliki pacar, dia memutuskan untuk keluar sendiri ke supermarket di lantai bawah. Tadinya dia ingin mengajak Tom, tapi pria itu sedang asik video call dengan kekasihnya. Cowok itu tidak ingin mengganggu apalagi menjadi nyamuk. Lebih baik dia keluar untuk mencari angin segar sejenak. Keluarganya belum bisa hadir. Papanya bilang akan hadir dalam 3 hari ke depan. Itu sebabnya dia merasa sedikit kesepian.
Ah, ngomong-ngomong dia tidak pernah jalan-jalan sendiri keluar dari kawasan hotel selain jadwal latihan dan pertandingan. Padahal dia sudah sering mengunjungi Jakarta, bahkan kewarganegaraannya saja sudah berganti menjadi orang Indonesia. Mungkin sepertinya tidak ada salahnya jika dia hang-out sendirian di kawasan terkenal Jakarta. Teman-temannya bilang daerah Blok-M adalah salah satu opsi yang menarik.
Alhasil alih-alih ingin ke supermarket hotel, Nathan justru malah memesan taxi online dan turun di kawasan jalan Melawai. Dia sempat berjalan-jalan di sekitar taman Literasi. Karena malam hari, jadi mungkin orang-orang tidak sadar dengan kehadirannya yang akhir-akhir ini cukup menarik perhatian netizen. Biasanya orang-orang yang melihatnya di hotel dan lapangan banyak yang ingin meminta foto dan tanda tangan. Tidak sedikit dari mereka yang justru membuat cowok itu merasa risih.
Setelah 30 menit menyusuri deretan toko dan restoran, Nathan akhirnya memilih untuk masuk ke salah satu kafe yang menurutnya paling sepi dibandingkan kafe-kafe lain di sekitarnya. Dia memesan beberapa menu yang cocok untuknya dan duduk di meja dekat sudut ruangan.
Tadinya dia mengira waktunya akan damai seperti itu saja. Hingga kemudian kehadiran Nirmala yang tiba-tiba muncul di kafe tersebut membuatnya terkejut. Dia mengira cewek itu akan menghampirinya, namun ternyata salah. Dia datang untuk bertemu dengan seorang cowok yang kebetulan sudah duduk di sudut lain ruangan, bahkan cowok itu sudah ada sebelum Nathan datang.
Yeah, diam-diam Nathan mengamati meja mereka. Sepertinya mereka tengah membicarakan hal penting, apa lagi saat melihat raut wajah mereka yang begitu tegang dan sedikit emosi. Tunggu! Apakah jangan-jangan cowok itu adalah pacar Nirmala?
BRAK!!
Suara gebrakan meja berhasil membuat semua orang terpaku pada mereka, sekalipun Nathan. Pria itu tiba-tiba merasa khawatir, bagaimana jika terjadi sesuatu pada Nirmala. Terlebih, dia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh mereka. Hanya beberapa kata seperti ‘open minded’ dan ‘understand’.
PLAK!
Sial. Ketakutan Nathan benar adanya. Cowok sialan itu menampar kekasihnya dengan begitu mudahnya. Secara impulsif, Nathan cepat-cepat bangkit dari duduknya dan menghampiri mereka. Ditariknya tubuh cowok sialan itu dan tanpa berpikir panjang, Nathan meninju rahangnya dengan mudah.
Suasana kafe bukannya membaik malah semakin mencekam. Nathan berbalik untuk mengecek keadaan Nirmala. Gadis itu terlihat syok berat.
“Are you okay?” tanyanya. Mencoba untuk memenangkannya.
“Ya—yeah. Tha—thank you.”
“That’s okay. Now you better go right now. Come on. I’ll help you.” Lagi-lagi Nathan mencoba untuk menolongnya dengan mengajaknya keluar dari kafe ini sebelum pacar sialannya itu bangun dan mengganggu cewek itu lagi.
Tapi sebelum mereka benar-benar keluar, Nirmala kembali menghampiri cowok yang sudah terkapar itu sejenak. Mengambil sesuatu dari saku pakaiannya yang ternyata adalah sebuah kunci mobil. Nathan tidak mengerti, dan lagipun itu bukan urusannya untuk tahu. Dengan melayangkan bogem mentahnya pada pacarnya barusan, itu sudah terbilang cukup banyak ikut campur.
“Let’s go.” Nirmala pun keluar dari kafe dan disusul oleh Nathan di belakang.
Sekarang mereka berdua berjalan di trotoar tanpa tahu apa yang akan mereka lakukan setelahnya.
“So ... what now? What are you gonna do?” tanya Nathan. Pasalnya melihat ekspresi kosong Nirmala, membuat cowok itu jadi sedikit merasa kasihan.
Nirmala mendongak, menatap cowok itu dengan mata yang masih sembab. Beberapa detik Nathan meneliti wajahnya, tapi tiba-tiba saja cewek itu mendadak menangis. Merintih cukup kencang hingga menarik perhatian beberapa orang di jalanan. Nathan seketika panik, refleks menarik cewek itu untuk melipir dan duduk di salah satu kursi pinggir jalan. Cowok itu kira tangis Nirmala akan berhenti, tapi ternyata tidak. Bahkan para driver ojol yang mangkal di sana mulai menatap mereka curiga. Alhasil tubuh Nathan bergerak memeluk Nirmala dan mengelus kepala dan punggungnya seraya mengatakan;
“Shh, it’s okay. Stop crying for that ashole!” ucapnya. Dan untungnya aksinya itu berhasil membuat Nirmala tenang dan perlahan tangisnya pun mereda, meskipun dia masih sesenggukan.
“Tha—Thank you, Nath. Hiks. Thank you.”
“No problem. You just don't deserve him, Mala. You're too perfect for him,” ucap Nathan, lagi-lagi mencoba menenangkannya. Beberapa detik kemudian, cowok itu akhirnya melepas pelukannya.
Nirmala mengambil tissue dari tasnya, dan mengelap air mata serta ingusnya. Dia bahkan melupakan rasa jaim-nya sebab melakukannya di hadapan Nathan. “I think I need to find my car. But I don’t event know where’s he parking at.”
Nathan terdiam. Mencoba memahami maksud ucapannya barusan. Artinya, pacarnya barusan menggunakan mobil miliknya secara pribadi, lalu berselingkuh begitu saja? Benar-benar pria brengsek!
“Okay. I'll accompany you.”
“No. It’s almost midnight. You have to get rest. Let me order taxi to take you to the hotel,” tolak Nirmala. Cewek itu hendak mengeluarkan ponselnya. Namun segera dihalangi oleh Nathan.
“What about you?”
“I can do it myself. It’s okay, I’ll be alright.”
Nathan terdiam sejenak. Dia tidak tega meninggalkan Nirmala sendirian. Dia perempuan, tidak mungkin Nathan meninggalkannya mencari mobilnya yang entah itu ada di mana seorang diri. Mama atau Papanya pun tidak pernah mengajarkan hal tidak sopan seperti itu padanya.
“No, I'll accompany you. Come on.” Nathan berdiri dari duduknya dan ancang-ancang mengajak Nirmala untuk ikut berdiri juga.
Nirmala juga bingung. Dia juga tidak yakin berani menyusuri kawasan Blok-M hanya untuk mencari mobil ayahnya yang entah sekarang diparkir di mana oleh Zayan. Begini-begini dia juga masih cewek penakut yang tidak berani keluar sendirian malam hari. Apalagi di tempat seperti ini. Terkadang Blok-M jika di malam hari bisa astaghfirullah banget.
“Come on.” Nathan menarik tangannya dan menuntunnya berjalan. “What your car is like?” tanyanya.
“Toyota Sedan. Dark green. F 1345 CE.”
“Alright.” Nathan mengangguk dan mengedarkan pandangan ke setiap mobil yang terparkir di sekitar jalanan.
Baru berjalan beberapa menit, Nirmala tiba-tiba tersadar akan sesuatu. Buru-buru cewek itu mengambil masker yang masih diplastik-in dan memberikannya kepada Nathan. “Wear this. Better save than sorry, right? I’m afraid there’s a lot camera, I mean ... You know, paparazi.”
Nathan terdiam. Dia baru menyadari hal ini. Alhasil dia menerima masker tersebut dan buru-buru mengenakannya. Semoga saja dia tidak tertangkap kamera dan tidak muncul berita-berita aneh tentangnya di media sosial.
* * *
Note:
Terima kasih sudah mau membaca. Jangan lupa tinggalkan jejak.
Sincerely, Nanda.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top