9 - Sebelum Gosip Membara
Bunyi musik berirama cepat berdentam-dentam dalam studio tari tempat Starlight berlatih. Meski mereka baru saja merilis single baru, mereka sudah mulai berlatih untuk perilisan single berikutnya di musim panas mendatang. Sudah seminggu berlalu setelah pertengkaran Arisu dan Chika. Sejauh ini, Arisu belum melihat Chika berulah lagi. Keduanya hanya saling menjaga jarak di mana pun dan kapan pun. Mereka tidak lagi bertegur sapa. Komunikasi pun hanya bila sangat terpaksa.
Begitu latihan dinyatakan selesai, seluruh anggota Starlight bernapas lega. Arisu mengelap keringat di dahi. Segera ia menenggak air banyak-banyak dari botol minumnya. Masih awal musim semi, tetapi koreografi yang dipelajari para personel hari ini benar-benar memanaskan seluruh tubuh mereka. Haruhi mengerang keras sambil memijat-mijat bahu. Chika cepat-cepat menyalakan kipas angin, lalu berdiri di depannya. Hana mengipas-ngipas wajahnya yang merah padam dan berkilat karena keringat. Akane sudah sejak tadi duduk lemas di pojok ruangan. Bahkan Megumi, yang biasanya paling energik, sekarang termenung di samping jendela sambil menyesap minuman isotonik.
“Ah, sepertinya teh boba enak sekali, ya. Ayo, Alice-chan, kita pesan teh!” ajak Haruhi. Gadis itu bergelayut di lengan Arisu.
“Ayo!” Arisu mengangguk. Gadis-gadis lain berseru hendak ikut. Mereka segera membereskan barang bawaan, menyisir rambut dan memakai make-up seadanya agar tidak terlihat terlalu berantakan, lalu beranjak keluar.
“Alice Akiyama! Chika Sawamura! Kalian tinggal! Ikut aku ke ruanganku,” seru Kaito. Spontan, kedua gadis yang namanya disebut langsung berhenti berjalan. Keduanya berdiri memandangi manajer mereka tanpa berkedip.
“Maaf, ada apa, Ichinose-san?” Arisu memberanikan diri bertanya.
“Tidak usah banyak tanya. Kutunggu kalian di ruanganku sekarang juga,” sahut Kaito dingin. Pria itu berbalik dan pergi mendahului mereka. Hentak langkahnya bergema mengisi keheningan canggung antara Arisu dan Chika.
Arisu tertegun. Gadis itu belum pernah melihat Kaito begitu marah. Seperti anak TK yang mengikuti guru menyeberang jalan, Arisu dan Chika mengikuti sang manajer ke ruangan lelaki itu. Kedua gadis remaja itu saling melirik. Namun, keduanya sama-sama enggan jadi yang pertama membuka mulut. Ruang kerja Kaito tiba-tiba saja terasa dingin dan mengerikan. Nuansa familiar menerpa benak Arisu. Gadis itu teringat kala ia dipanggil menghadap kepala sekolah ketika video dance cover-nya menjadi viral. Kepala sekolah yang sangat konservatif itu tak suka Arisu menarik terlalu banyak perhatian dan mengganggu ketenangan sekolah.
“Duduk,” perintah Kaito. Arisu dan Chika menurut. Keduanya menempati sofa yang berbeda. Belum sempat mereka memposisikan diri dengan nyaman, Kaito langsung memberondong mereka dengan omelan.
“Alice-chan, Chika-chan, berita apa ini? Aku tahu kalian sedang bertengkar, tetapi setidaknya cobalah kelihatan akrab di atas panggung!” Pria itu meletakkan komputer tablet di atas meja sehingga kedua gadis itu dapat membaca isinya.
---
Battle of Angels! Apakah Ini Awal Mula Perpecahan Starlight?
Setelah diumumkannya series Not Just A Love Story yang dibintangi Alice Akiyama, hubungan antara Alice dan rekan segrupnya, Chika Sawamura, ditengarai sedang memanas. Keduanya terlihat menjauhi satu sama lain dalam tur promo single terbaru Starlight. Bahkan, mereka telah saling meng-unfollow akun Instagram masing-masing. Dugaan ini diperkuat oleh kesaksian seorang sumber yang namanya dirahasiakan dari internal Mirai Entertainment. Menurut sumber tersebut, perseteruan antara Alice dan Chika disebabkan oleh seringnya Alice mengambil proyek solo akhir-akhir ini. Hingga berita ini diterbitkan, baik pihak Mirai Entertainment ataupun kedua gadis belum mengkonfirmasi kebenaran rumor tersebut.
---
“Oh,” gumam Arisu pelan. Diam-diam ia menggigit bibir. Seketika, gerutuan sambung menyambung memenuhi pikirannya. Sebagai seseorang yang sering menyaksikan sendiri betapa hebatnya kemampuan fans fanatik dan wartawan gosip dalam mengulik berita, seharusnya ia bisa lebih berhati-hati. Andai ia bisa sedikit bersabar, barangkali kekacauan ini takkan terjadi!
“Jadi, Ichinose-san, apa kau ingin kami muncul bergandengan tangan dan berpelukan seperti Teletubies?” jawab Chika sinis. Lengannya bersedekap dengan pose menantang. “Karena aku lebih baik mati daripada melakukan hal itu.”
“Dengar, maksudku— Argh, kalian memang anak-anak berandalan! Yah, pokoknya, banyak wartawan yang menunggu kalian di luar. Pikirkan jawaban yang bagus, dan jangan membuat masalah lebih besar.” Kaito menghela napas kesal. Kerutan-kerutan tipis di dahi dan sudut matanya seolah bertambah mencolok hanya dalam semalam. “Kalau kalian tidak tahu harus bicara apa, diamlah. Ingat, jangan mengatakan apa pun yang dapat merusak nama baik agensi.”
“Baik, Ichinose-san.” sahut Chika ogah-ogahan. “Aku takkan membuat onar—”
“Adakan konferensi pers,” cetus Arisu tiba-tiba. Sontak, Chika dan Kaito terbelalak. Keduanya menatap Arisu seolah gadis itu sudah kehilangan akal.
“Apa kau sudah gila, Alice-chan? Sekali kau salah bicara, kariermu bisa berantakan!” tegur Kaito. Namun, Arisu sama sekali tak gentar. Malahan, ia menatap sang manajer yang dua puluh tahun lebih tua daripadanya itu lekat-lekat.
“Justru karena itu, mari kita adakan konferensi pers saja secepatnya, Ichinose-san. Daripada membiarkan masalah ini berlarut-larut, lebih baik aku klarifikasi saja semuanya sekalian.” Arisu memperjelas usulannya. Keputusannya sudah bulat, meski ia sendiri tahu ia sedang mengambil risiko besar. Ia ingin membuktikan seberapa ampuh Queen of Hearts dalam mempengaruhi hati orang yang terkena efeknya. Apa lagi kesempatan yang lebih baik untuk meraih simpati banyak orang dibanding sebuah konferensi pers yang ditayangkan ke seluruh Jepang?
“K … kalau begitu, aku setuju!” Chika cepat-cepat menambahkan. Sekilas, Arisu menangkap kilatan rasa was-was dari sudut mata gadis itu. “Izinkan kami bicara pada media, Ichinose-san.”
“Aku akan mendiskusikannya dengan manajemen.” Dengan berat hati, Kaito mengangguk. “Aku percaya kalian cukup tahu diri untuk mengatakan hal-hal yang benar, tetapi jangan kecewa kalau manajemen menolak. Bukan hanya karier kalian yang dipertaruhkan di sini, melainkan juga karierku. Sekarang, kalian boleh pergi. Oh, ya, jangan keluar. Makanlah di kantin agensi, dan jangan menarik perhatian.”
Arisu mengangguk. Sepanjang sisa hari itu, yang diisi dengan kelas homeschooling, ia harap-harap cemas menunggu berita dari Kaito. Seiring naiknya angka yang ditunjuk jarum jam, meningkat pulalah keresahannya. Bahkan materi homeschooling kesukaannya, matematika, gagal mengalihkan perhatian Arisu. Diam-diam ia mulai menyesali perkataan gegabahnya. Seumur hidup, ia tidak pernah menganggap diri pandai bicara. Malahan, setiap kali ia dirundung di sekolahnya yang lama, segala upayanya untuk membela diri malah dianggap sebagai tindak pembangkangan oleh para guru. Andai Queen of Hearts gagal, akankah Alice Akiyama di-cancel oleh masyarakat luas?
Dari sudut mata, Arisu melihat Kaito keluar dari ruang kantor manajemen Mirai Entertainment, lalu menuju ke lift. Segera ia berdiri dan berlari ke luar kelas, mengabaikan panggilan guru dan teriakan teman-temannya. Sementara itu, Kaito sudah masuk dalam lift. Saat pintu lift hampir menutup, Arisu buru-buru melompat ke depan. Ia selipkan lengan kanannya di celah pintu lift, yang otomatis langsung membuka kembali.
“Alice-chan, apa-apaan ini? Kau bisa terluka, tahu!” seru Kaito kesal.
“Ichinose-san! Bagaimana hasil diskusinya?” seru Arisu. “Apakah kami boleh mengadakan konferensi pers?”
Kaito mendengkus sementara Arisu menyelipkan diri ke sampingnya. Nyata benar kalau suasana hati pria itu sedang sangat buruk. Meski demikian, gadis itu tetap memandang sang manajer penuh harap. Akhirnya, Kaito mengatakan keputusan manajemen. Namun, alih-alih menampakkan reaksi, Arisu malah diam tertegun. Jemarinya meremas tepian rok erat-erat. Ia tak tahu harus mengucap syukur atau malah berteriak kesal.
Mulai dari titik ini, aku harus benar-benar berjuang sendirian.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top