6 - Happy Sunday Life
Sinar lampu sorot menerpa Arisu begitu ia menginjakkan kaki ke set talkshow. Spontan, gadis itu memicingkan mata. Ia berusaha fokus pada lagu, tetapi tatapan dan tepuk tangan para penonton mengalihkan perhatiannya. Hitungan iramanya kacau. Lantai terasa bergoyang di bawah kakinya. Tiba-tiba saja, ingatannya tentang gerakan-gerakan dance Ceri di Musim Panas lenyap entah ke mana.
“Alice-chan!” Hana menusuk pinggang Arisu dengan jari.
Aduh, sial! Gadis itu tersentak, menyadari bahwa ia telah melewatkan satu ketukan. Segera ia masuk dalam nyanyian. Meski ia berusaha tampil percaya diri, ia tak dapat mendengar apa-apa selain laju detak jantungnya sendiri. Matanya terfokus pada ekspresi wajah para penonton. Beberapa orang terlihat mengernyitkan dahi. Tak sedikit yang mulai berbisik-bisik.
Mereka pasti menganggap penampilanku buruk. Sebuah suara muncul tanpa permisi dalam benak Arisu. Tawa dan ejekan teman-teman sekelasnya kembali terngiang. Sungguh, Arisu ingin kabur dan bersembunyi dalam kamarnya. Sorot lampu dan kamera, tatapan para penonton dan kru, serta luasnya studio itu membuatnya merasa kecil dan rapuh. Dalam benaknya, ia bagaikan makhluk aneh yang dipajang sebagai bahan tertawaan di sirkus.
Gadis itu menegakkan kepala dan bernyanyi lebih lantang. Namun, suaranya mulai bergetar. Ia mengerjap-ngerjapkan mata, berupaya mencegah air matanya jatuh. Tangannya yang berkeringat terbungkus erat pada gagang mikrofon, seolah-olah benda itu dapat tiba-tiba lepas dan terbang kapan saja. Putus asa ia mencari sosok si kelinci di antara para penonton, tetapi makhluk itu tak kelihatan di mana pun.
“Semangat, Alice-chan!”
Eh? Arisu menajamkan telinga. Bait pertama lagu sudah selesai. Melodi intermission mengiringi tarian Starlight. Di antara penonton, seseorang berteriak memberi semangat. Tak lama kemudian, orang lain turut menimpali. Beberapa orang berdiri, bersorak, dan mengayunkan lightstick. Dari pandangan mata mereka, terpancar cinta dan dukungan yang tulus. Beberapa orang membentangkan poster yang menunjukkan nama fans club dan kota asal mereka. Ada yang datang dari Osaka, Sapporo, Fukuoka, bahkan Okinawa. Itu berarti, ada banyak fans yang rela menempuh perjalanan jauh di akhir pekan demi menonton penampilan Starlight.
Benar juga, banyak fans di sini yang rela datang dari jauh dan mengorbankan kesibukan mereka. Aku tidak boleh mengecewakan mereka di sisa waktu ini. Baiklah, saatnya menggunakan Queen of Hearts!
Intermission selesai. Saatnya bagian solo untuk Arisu. Gadis itu melangkah maju. Kehangatan berkas cahaya lampu sorot menyelimuti tubuhnya. Ia menarik napas panjang, lalu membayangkan bahwa dirinya adalah Alice. Perlahan, tubuhnya bagai bergerak sendiri. Semangat baru mengalir dalam nadinya. Dengan percaya diri, gadis itu membuka mulut.
“Meski sekarang kita sudah berpisah. Sampai sekarang pun tak akan terlupa. Rasa ceri di bibirmu pada hari itu. Musim panas setahun yang lalu.” Suara Arisu mengalun merdu. Para penonton menatap penuh perhatian. Irama lagu bertambah rancak. Di sela-sela tarian, Arisu mengedipkan sebelah matanya pada para penonton. Sorak-sorai pun bertambah ramai. Kelima rekannya menggabungkan diri membentuk formasi berbentuk segi lima. Bersama-sama mereka menyanyikan bagian refrain.
“Hei! Hei! Suatu hari nanti, bila nasib baik menghampiri. Kita kan bertemu kembali. Mungkin kita bisa memutar sang waktu. Rayakan masa lampau, di musim panas itu, seperti dulu lagi!” Keenam gadis itu bergandengan tangan membentuk bintang bersudut lima, dengan Arisu di tengah. “Starlight! Starlight! Yeah!”
Lagu berakhir diiringi tepuk tangan dan sorak meriah. Seluruh penonton memberikan standing ovation. Napasnya terengah-engah setelah menari demikian semangat. Titik-titik keringat berkilauan di dahinya. Namun, gadis itu tersenyum lebar. Wajahnya berseri ketika ia memandang senyum-senyum bahagia di wajah para penonton.
“Terima kasih! Terima kasih!” Arisu melambai.
“Starlight, kami mencintai kalian!” Seorang pemuda berseru lantang. Seruan-seruan serupa terdengar dari sana-sini. Arisu menghela napas lega. Refleks, ia peluk erat Haruhi yang kebetulan berada di sampingnya. Gadis mungil itu memekik kaget, tetapi langsung membalas pelukan Arisu.
Presenter talkshow hadir mengambil alih jalannya acara. Untung bagi Arisu, tidak banyak pertanyaan sulit sepanjang talkshow itu. Selain bincang-bincang santai tentang keseharian Starlight, yang kebanyakan sudah Arisu ketahui berkat seringnya ia menonton vlog di official fanpage Starlight. Ia tahu Alice menyukai matcha latte dengan dosis gula lima puluh persen, selalu mendengarkan musik klasik instrumental sebelum tidur, takut pada suara guntur, kehilangan ayah ketika berusia lima tahun, terjun ke dunia hiburan sebagai bintang iklan waktu berusia tujuh tahun, dan sudah lama tidak berkomunikasi dengan sang ibu yang tinggal di sebuah desa kecil di Hokkaido. Ia tahu Alice tidak suka dipotret diam-diam, tetapi ia tetap menyimpan foto-foto Alice yang diambil sembunyi-sembunyi oleh para fans.
“Kalian semua masih berusia remaja. Bagaimana kalian menyeimbangkan karier dengan pelajaran kalian?” tanya presenter tersebut, seorang lelaki gemuk yang mengenakan setelan jas hitam dan rambutnya dicat pirang. Kenichi Fukawa memulai karier sebagai komedian lima belas tahun lalu, tetapi kini lebih dikenal sebagai presenter sejak mulai membawakan acara Happy Sunday Life lima tahun lalu.
“Kami semua rutin mengikuti kelas homeschooling minimal tiga kali seminggu. Kadang memang membosankan, tetapi Alice-chan selalu mengingatkan kami supaya tidak melalaikan pelajaran. Di Starlight, Alice-chan sudah seperti kakak perempuan semua orang!” Akari tertawa kecil.
“Wah, sepertinya Alice-chan gadis yang rajin, ya!” Kenichi turut terkekeh, lalu berpaling pada Arisu. “Nah, Alice-chan, apakah kau ada rencana untuk kuliah? Andai tidak menjadi idol, pekerjaan apa yang kauinginkan?”
“Ah, etto ….” Arisu tergagap sejenak. “Sejujurnya, aku belum memikirkan sampai sejauh itu. Hidup sebagai idol adalah kehidupan paling menyenangkan untukku. Mungkin, kalau aku sudah graduate nanti, aku akan menjadi penyanyi solo. Namun, saat ini aku masih ingin berkumpul bersama teman-temanku di Starlight.”
“Wah, sungguh jawaban yang manis!” sahut Kenichi riang. “Aku jadi penasaran. Di antara para personel Starlight, adakah yang tidak kausukai? Atau, pernahkah kalian bertengkar karena suatu masalah?”
“Tidak, tidak ada. Kita selalu akrab. Ya kan, teman-teman?” Suara Arisu mengandung ragu. Ia melirik rekan-rekannya, berusaha membaca ekspresi wajah mereka. Di depan kamera, tentu saja Starlight selalu kompak. Namun, Arisu pernah mendengar desas-desus tentang persaingan di antara para personel. Posisi Alice sebagai center konon mengundang iri hati dari para personel lain, meski belum ada yang pernah membuktikan kebenaran rumor tersebut.
“Tentu saja kami selalu saling sayang. Kadang-kadang, tentu ada perbedaan pendapat dan salah paham, tetapi kami selalu berusaha menyelesaikan masalah sesegera mungkin.” Hana segera menimpali. “Starlight adalah satu kesatuan.”
“Aku setuju, Starlight adalah satu kesatuan.” Arisu mengangguk dan tersenyum. “Aku memang center, tetapi kami tidak dapat menampilkan lagu yang baik tanpa harmoni semua orang. Jadi, untuk para fans, biarpun kalian memiliki oshi masing-masing, tolong jangan bertengkar, oke? Aku sayang kalian!”
Arisu menghadap ke penonton, lalu membentuk hati dengan kedua telapak tangan. Tidak lupa kembali ia mengedip. Ucapannya disambut sorak setuju para penonton. Kenichi bangkit dari kursi untuk menutup acara.
“Nah, demikian wawancara dengan Starlight untuk hari ini. Untuk para pemirsa, terima kasih karena sudah menonton. Sekarang, mari kita dengarkan lagu terbaru Starlight, Romansa Buku Kenangan!”
Starlight membawakan lagu penutup. Kini Arisu tampil penuh percaya diri. Ia bernyanyi, menari, dan bersorak bagaikan panggung itu telah menjadi rumahnya selama bertahun-tahun. Studio itu pun berubah laksana pesta meriah.
Begitu lagu berakhir, semua penonton bertepuk tangan kecuali seorang pemuda berpakaian celana training dan jaket hoodie serba kelabu gelap. Wajahnya tertutup oleh tudung hoodie. Tak ada seorang pun yang memperhatikannya. Diam-diam, pemuda itu melirik tajam pada Arisu. Dengkusan geram keluar dari bibirnya. Selagi para penonton mendekati panggung untuk mengucapkan selamat tinggal pada Starlight, pemuda itu menyelinap keluar studio.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top