2 - Tawaran Setelah Duka
Video berdurasi dua menit itu menampilkan Arisu yang sedang menari di dalam kamar. Lagu pertama Starlight, Ceri di Musim Panas, mengalun sebagai musik latarnya. Arisu mengenakan setelan kemeja katun putih lengan pendek berkerah merah, serta rok pendek lebar berwarna merah menyala, sangat mirip dengan kostum para personel Starlight dalam video klip aslinya. Wajah Arisu dihiasi eye shadow dan lipstik merah jambu dari merk yang pernah diiklankan oleh Alice Akiyama. Kakinya terbungkus kaus kaki putih setinggi paha dan sepatu Mary Jane merah bersol tebal. Rambut hitamnya dikuncir dua, lalu dihiasi dengan bandana merah berenda.
Dahulu, Arisu merasa sangat cantik dalam dandanannya. Kostum yang ia kenakan benar-benar membuatnya merasa bagaikan Alice sendiri. Namun, kini ia hanya bisa melihat betapa rok itu membuat pinggangnya kelihatan gemuk, kaus kaki itu membuat betisnya kelihatan sangat besar, dan betapa riasannya membuat mata dan pipinya kelihatan bengkak. Sinar lampu LED yang berkedip-kedip membuat video itu tampak bak diambil dalam sebuah diskotik murahan tempat para pemabuk dan pelacur kelas rendah berkumpul.
Aku belum menghapus video ini. Arisu tertegun begitu mengingat akun YouTube lamanya yang sudah berbulan-bulan tidak dibuka. Dahulu, ia beberapa kali membuat video dance cover. Saat manajemen Starlight mengadakan kompetisi dance cover beberapa bulan lalu untuk merayakan rilis mini album pertama Starlight, Arisu turut berpartisipasi.
Arisu tidak pernah menyangka hal itu adalah awal dari bencana. Entah siapa yang menyebarkan, tautan video dance cover-nya beredar ke seisi sekolahnya dan menjadi bahan tertawaan. Sejak saat itu, semua orang memperlakukannya seakan ia adalah seekor serangga yang menjijikkan dan berbau busuk. Arisu pun tak pernah menyentuh akun YouTube-nya lagi.
Tenang, mungkin tidak seburuk yang kukira. Arisu menarik napas dalam-dalam. Dengan tangan gemetar, ia memungut ponsel dari lantai. Dalam lima belas menit, lebih dari dua ratus komentar muncul di beranda fanpage anonim itu. Arisu hanya sempat membaca beberapa komentar teratas, yang segera ditenggelamkan oleh komentar-komentar baru.
Magicaldream: Hei, sedang apa babi itu menari-nari? Ugh, merusak selera makanku saja!
Hxmster_angel: Tadinya aku ingin menangis malam ini, tetapi video ini membuatku tertawa terbahak-bahak! Terima kasih karena sudah membagikannya!
Inthewonderland: Wah, orang ini benar-benar percaya diri. Andai aku adalah dia, aku takkan berani menampakkan mukaku di internet.
Cloudy.sky: Astaga, dance cover macam apa ini? Sungguh sebuah penghinaan untuk Starlight dan Alice-chan!
Mereka tidak tahu kalau itu aku. Arisu mencoba menenangkan diri. Ia memang tidak menggunakan foto wajah ataupun nama aslinya di forum itu. Namun, harapannya seketika sirna ketika beberapa user di kolom komentar mulai mengenali wajahnya. Ada yang mengaku pernah beberapa kali melihatnya di bus yang menuju Stasiun Asagaya. Ada pula yang mengaku sebagai salah satu pegawai di supermarket yang sering ia kunjungi di akhir pekan. Puncaknya, seseorang tiba-tiba mengeposkan nama dan alamat rumahnya.
Alice_lvr: Arisu Shimada. Umur 17 tahun. Siswi kelas 2-A SMA Yumekawa. Tsukimi Mansion unit 401, Suginami, Tokyo. Silakan kalau kalian hendak silaturahmi dengannya. Thank me later.
Hxmster_angel: Hei, jangan mengeposkan doxxing! Kau akan dikeluarkan oleh moderator forum! Cepat, hapus sekarang!
Inthewonderland: Aku sudah menyimpan screenshot pesanmu. Sekarang, cepat hapus sebelum ketahuan!
[Alice_lvr deleted a message]
Alice_lvr: Haha, maaf, kawan-kawan, tadi itu memang agak keterlaluan. Gadis di video itu satu sekolah denganku. Ia memang anak yang aneh. Kurasa ia benar-benar menganggap dirinya adalah Alice. Maksudku, aku juga fans Alice, tetapi aku tahu bagaimana membedakan dunia khayal dan nyata!
Cloudy.sky: Oh, itu terdengar menyedihkan. Aku yakin ia pasti juga ada dalam forum ini. Hei, apa menurut kalian ia sedang membaca thread ini selagi kita mengobrol?
Alice_lvr: Mungkin saja, tetapi ia toh tak tahu siapa aku. Ada lebih dari dua ratus siswa di sekolah kami, dan kami bahkan tidak sekelas. Tidak usah terlalu khawatir, teman-teman!
“Sialan! Sialan kalian semua!” Arisu berteriak sekuat tenaga. Ia merenggut dan melemparkan boneka-boneka kelincinya ke dinding. Masih belum puas, gadis itu beralih ke meja belajarnya. Ia banting buku-buku ke lantai. Tanpa sengaja, matanya beradu dengan tatapan mata Alice dalam deretan photocard yang ia pajang di rak buku. Seketika, rasa kagumnya pada gadis itu berubah menjadi kebencian membara. Ia sambar gunting di atas meja. Dalam waktu singkat, jajaran photocard bernilai puluhan ribu yen itu hancur menjadi potongan-potongan kecil.
“Mengapa? Mengapa kau begitu cantik, Alice-chan? Mengapa kau begitu berbakat? Bukankah kita seumuran? Seandainya aku bisa jadi dirimu, tentu aku takkan menderita seperti ini!” Arisu terus menggunting. Ia tak peduli biarpun ia dahulu mendapatkan kartu-kartu itu melalui perebutan ketat melawan ribuan fans lainnya di situs resmi Starlight. Ia tak peduli biarpun ia telah menghabiskan seluruh uang jajan, tabungan, dan hadiah tahun barunya demi membeli kartu-kartu itu.
Arisu menangis tersedu-sedu. Air matanya bertetesan ke atas potongan-potongan kartu. Jemarinya mencengkram bilah gunting erat-erat. Dingin, sedingin kesedihan yang menghantui hatinya. Tepian tajam gunting mengiris kulit telapak tangannya, tetapi gadis itu tidak peduli. Wajah-wajah para personel Starlight menatapnya dari poster-poster di dinding. Mereka tersenyum bahagia, seolah menertawakan nasibnya.
Kau tahu kau takkan pernah bisa menjadi seorang idol, Shimada-san. Kalimat itu terngiang lagi dalam benak Arisu. Gadis itu yakin ia bisa mendengar gadis-gadis di poster itu berbicara. Selamanya, kau akan terus memandang kami dari bawah panggung. Dunia memang tidak adil, dan kau termasuk dalam golongan yang sial. Jadi, kuburlah mimpimu dalam-dalam, dan teruslah puja kami layaknya kau memuja surga yang tak mungkin kaucapai.
Tiba-tiba, terdengar suara gemerisik di luar. Mulanya pelan, lalu makin lama bertambah keras. Jendela bergetar hebat. Selotnya berkelotakan hingga terlepas dari kaitnya. Perlahan, Arisu bangkit dengan keheranan. Tidak ada gempa. Bagaimana mungkin jendela itu saja yang bergetar?
“Siapa di luar?” seru Arisu takut-takut. Gadis itu mengambil sapu dari balik pintu, lalu hati-hati mendekati jendela. Tiba-tiba, jendela itu terbanting membuka. Angin musim gugur berembus kencang, menerbangkan serpihan-serpihan photocard di lantai. Seekor kelinci putih melompat masuk entah dari mana. Ukurannya lebih besar dari kelinci umumnya, seperti anak berusia dua tahun. Kelinci itu mengenakan setelan jas beludru berwarna biru tua berenda hitam. Pakaian dalamnya adalah sehelai kemeja putih dengan renda di kerah. Secara keseluruhan, kostum si kelinci bergaya ouji, mirip pakaian para bangsawan Eropa di abad ke-18. Sebuah kacamata monocle bertengger di mata kirinya.
“Selamat malam, Shimada-san. Tangisanmu telah sampai ke telingaku.” Kelinci itu berucap. Suaranya dalam dan merdu. Gerak-geriknya halus, tetapi berwibawa. Arisu tidak pernah bertemu makhluk seanggun itu kecuali di film-film. Gadis itu mundur ketakutan. Ia nyaris terjengkang karena terpeleset potongan-potongan kertas di lantai, tetapi ia cepat-cepat menopang dirinya ke tepian kasur.
“Makhluk apa kau ini? Robot? Boneka?” Arisu mengucek-ngucek matanya. Gadis itu mengira dirinya berhalusinasi. Namun, dengan langkah-langkah yang amat sangat menyerupai manusia, kelinci itu mendekatinya.
“Kau tidak perlu tahu aku ini apa.” Kelinci itu tersenyum. Mata merahnya menatap tajam, membuat bulu kuduk Arisu berdiri. “Maukah kau mengubah hidupmu?”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top