17 - Kejutan Mengerikan

Musim panas melesat cepat. Di sela-sela kesibukannya, Arisu menyempatkan diri menggeledah apartemen Alice. Namun, ia gagal menemukan petunjuk. Laptop Alice pun bersih. Arisu bertambah yakin bahwa Alice adalah idol yang sempurna. Saat banyak idol remaja terjerat skandal lantaran berpacaran atau diam-diam merekam video tak senonoh, Alice sama sekali tidak melakukan hal-hal semacam itu. Laptopnya hanya dipenuhi foto-foto kegiatan bersama Starlight, serta beberapa draf lirik lagu dan puisi yang isinya betul-betul aman.

Sesekali, saat pulang ke apartemen, Arisu masih melihat si penguntit mengawasinya dari kejauhan. Namun, entah takut atau sadar diri, pemuda itu tak pernah lagi mendekat. Sosok itu hanya memandanginya dengan ekspresi yang tidak bisa ia jelaskan. Terkadang sosok itu terlihat sedih, terkadang marah, dan terkadang jijik. Arisu tidak punya waktu untuk menafsirkan ekspresi pemuda itu satu-satu. Ia hanya berpesan pada satpam apartemen untuk tidak membiarkan pemuda itu masuk. Menurutnya, selama si penguntit tidak melakukan hal-hal aneh kepadanya, ia tidak masalah diperhatikan sepanjang hari.

Lagipula, Arisu makin jarang berada di apartemen. Insiden Chika membuat nama Starlight diberitakan di mana-mana, bahkan sampai ke luar negeri. Tidak sedikit orang yang penasaran akhirnya ikut menjadi fans mereka. Setelah sebulan berlalu pasca kematian Chika, kelima gadis yang tersisa mulai diam-diam mensyukuri kematiannya sebagai salah satu faktor yang mendorong popularitas mereka. Setelah tiga bulan berlalu, mereka sudah bersikap seolah-olah Chika tidak pernah menjadi bagian Starlight.

Hal yang paling mengalihkan perhatian kelima gadis itu adalah berita bahwa mereka telah menjadi selebriti terkenal di Asia Tenggara. Miniseri yang dibintangi Arisu menjadi serial yang paling banyak ditonton orang di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Lagu Romansa Buku Kenangan menjadi backsound Tiktok yang terkenal di Thailand. Banyak promotor konser yang berebut hendak mendatangkan mereka. Akhirnya, manajemen memutuskan bahwa Starlight akan menyelenggarakan tur keliling Asia Tenggara.

Tur Asia Tenggara mereka mengelilingi lima negara. Di tiap negara, mereka tinggal dua hari. Hari pertama untuk konser, hari kedua untuk berkeliling dan merekam vlog. Indonesia jadi tujuan pertama, disusul Singapura, Malaysia, Thailand, dan terakhir Filipina. Tentu saja mereka berlima sangat antusias. Semalam sebelum keberangkatan, Arisu hampir tidak bisa tidur karena terlalu bersemangat. Sepanjang di bandara pun ia tak henti-henti berdecak kagum. Ia belum pernah pergi ke luar negeri. Naik pesawat pun baru sekali, waktu berlibur ke Sapporo bersama orang tuanya kala usianya sepuluh tahun.

Begitu pesawat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, kelima gadis remaja itu berseru-deru dan mengobrol riuh. Lantaran bukan musim liburan, bandara tidak terlalu ramai. Beberapa orang yang mengenali mereka langsung memotret dengan ponsel, tetapi Kaito melarang mereka berinteraksi dengan orang-orang itu. Lelaki itu langsung menggiring mereka melewati jalur khusus di imigrasi, lalu terus ke tempat pengambilan bagasi.

“Akhirnya kita ke luar negeri!” seru Haruhi riang. Gadis itu melangkah sambil melompat-lompat kecil, lalu menggelayut di lengan Arisu. “Alice-chan, ini pertama kalinya kau ke luar negeri, kan?”

“Hehe, iya. Aku tidak sabar berjalan-jalan!” Arisu tertawa riang. “Oh ya, kalau tidak salah, Hana-chan pernah ke Indonesia, ya? Wah, kau bisa jadi tour guide kami di sini!”

“Hm?” Begitu mendengar namanya disebut, Hana, yang sedang berdiri menunggu kopernya muncul, menoleh. “Oh, ini juga kali pertamaku di Jakarta. Dulu orang tuaku pernah beberapa kali mengajakku berlibur ke Bali, tetapi aku belum pernah ke kota-kota lain. Aku sempat mencari tahu tentang Jakarta di internet, sih. Kota tuanya terlihat menarik. Kuharap besok kita sempat ke sana.”

“Anak-anak, tersenyum! Kalian disorot kamera!” seru Kaito dari kejauhan. Lelaki itu telah menyalakan kamera yang biasa digunakan untuk merekam vlog mereka.

“Alice-chan, katakan sesuatu!” Kaito menyodorkan mikrofon mungil ke tangan Arisu. Gadis itu mengerjap kaget, tetapi dengan cepat menguasai diri. Ia segera memasang ekspresi centil dan mengedipkan sebelah matanya ke arah kamera.

“Hai semua! Kami sekarang sudah sampai di Jakarta! Wah, besar sekali bandaranya! Udara di sini hangat. Kudengar, tempat ini terasa seperti musim panas sepanjang tahun. Aku tidak sabar bertemu dengan para fans di sini!” ucap Arisu riang.  Sambil melambai ke kamera, gadis itu berlari kecil menghampiri teman-temannya. Mereka menyeret koper pribadi masing-masing, sedang para kru mengikuti dari belakang sambil mendorong troli-troli penuh koper berisi kostum dan properti panggung mereka.

“Wah, ramainya!” seru Akari kala mereka keluar. Dari jauh, gadis-gadis Starlight bisa melihat fans yang berkerumun di area penjemputan. Sepanjang mata memandang, hanya lautan manusia yang terlihat. Spanduk dan lightstick violet melambai-lambai. Kelima gadis itu tidak menyangka mereka sebegitu terkenal di Asia Tenggara.

“Starlight! Starlight!” seru kerumunan yang sebagian besar terdiri dari lelaki-lelaki muda itu. Beberapa orang mendorong pagar pembatas ketika Arisu lewat. Meski sudah ditahan oleh petugas keamanan dan pagar pembatas setinggi pinggang, mereka menggapai-gapai Arisu seperti zombie. Beberapa berhasil menyentuhkan ujung jari pada lengan si gadis, lalu bersorak-sorak kegirangan bak telah memenangkan lotere. Arisu bergerak ke tengah, sedikit risih akan sentuhan tak diinginkan itu, tetapi ia tetap memasang senyuman ramah.

“Mungkin lain kali kau harus menjual air mandi dan pakaian dalam bekasmu, Alice-chan. Aku yakin sepuluh juta yen pun akan mereka bayar,” bisik Megumi usil di telinga Arisu.

“Megumi-chan! Aku tidak mau jadi idol yang semacam itu!” pekik Arisu lirih. Spontan, pipinya merona merah.

“Hehe, kurasa semua orang senang melihatmu comeback setelah sekian lama mengurangi kegiatan di depan umum, Alice-chan!” Haruhi tertawa kecil. Gadis itu melambai ceria pada para fans yang menyapanya.

Beberapa orang memberi hadiah pada member favorit mereka. Kelima gadis itu sampai kewalahan membawa barang. Terutama Arisu, yang terpaksa meminta para kru membawakan sebagian kado yang ia terima. Beberapa orang tampak mengacung-acungkan sesuatu, tetapi jarak yang jauh membuat Arisu sulit melihat. Gadis itu menyipitkan mata, berusaha mempertajam penglihatannya.

Tunggu, apakah itu … darah?

Arisu tak sanggup berkata-kata. Namanya, nama Starlight, dan simbol hati terukir pada lengan-lengan yang teracung tinggi ke angkasa. Beberapa sudah samar seperti goresan pulpen, beberapa masih baru dan segar. Titik-titik darah mengalir dari goresan-goresan nama itu, tetapi para fans tidak peduli. Mereka berteriak-teriak serempak bagaikan manusia-manusia yang terhipnotis.

“Alice-chan, we love you! Alice-chan, we love you!

“A … aku …. Terima kasih, tetapi tidak perlu ….” Arisu tergagap. Gadis itu berdiri mematung. Matanya melebar tanpa berkedip. Kado berjatuhan dari pelukannya. Kakinya mendadak kaku, memaksa ia berdiri terpaku.

“Sudah cukup! Ayo cepat masuk ke bus!” Kaito menarik Arisu yang tercengang dan mendorongnya masuk ke bus jemputan. Biarpun ia sudah beranjak, Arisu tak bisa mengenyahkan gambaran merahnya darah dari benaknya. Ini jauh lebih buruk daripada ketika ia melihat Chika hancur di depan matanya. Saat itu, kebencian dan kepuasan segera merenggut rasa takutnya. Namun, ini lain. Ia tidak mengenal pemuda-pemuda itu. Ia tidak memiliki dendam apa-apa pada mereka. Jadi, melihat mereka rela melukai diri sendiri demi menunjukkan rasa cinta kepadanya malah membuat Arisu miris.

“Apa kalian tahu kapan tren ini muncul? Mustahil baru muncul dalam semalam,” tanya Arisu lirih pada kawan-kawannya saat mereka sudah berada dalam bus. Meski AC bus disetel pada suhu terdingin, gadis itu berkeringat bak habis berlari sepanjang hari. Keempat temannya hanya diam sambil saling berpandangan. Kemudian, Megumi memberanikan diri berbicara.

“Sepertinya sudah agak lama, Alice-chan. Sekitar dua minggu lalu, kurasa. Hanya saja, cuma satu dua orang fans yang mengunggah hal itu di internet, jadi kukira tren itu takkan menyebar luas. Lagipula, orang waras mana yang mau mengiris-iris tangan mereka sendiri hanya demi seorang idol? Sial,aku benar-benar meremehkan kegilaan mereka!” Megumi geleng-geleng kepala.

“Benarkah, coba kucek …. Oh, Alice-chan, tren ini sudah menyebar di mana-mana! Di Jepang, sudah banyak yang melakukan. Ada unggahan dari Korea Selatan, Filipina, bahkan dari Amerika Serikat! Coba bukalah di X. Astaga, siapa yang memulai?” Haruhi berseru ngeri begitu ia menelusuri media sosial.

“Jangan dilihat, Haruhi-chan!” Arisu cepat-cepat mengambil ponsel Haruhi dan menutup aplikasi media sosialnya. Sekilas, gadis itu melihat foto-foto lengan yang diukir dengan nama Alice, baik dalam huruf latin maupun kanji. Ketika Arisu akhirnya meletakkan ponsel Haruhi, telapak tangannya basah oleh keringat dingin. Jantungnya berdebar kencang penuh kekhawatiran.

Apa lagi ini? Bagaimana bisa tren seaneh ini muncul begitu mendadak? Mengapa tiba-tiba banyak sekali yang mengikuti?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top