After [Yamada Story]
Ichiro hanya terdiam. Namun seulas senyum menghiasi wajahnya. Bukan senyum bahagia, namun senyum dengan rasa sakit yang mendalam.
"Gomen..."
***
Hypnosis Mic
Yamada Story
After
Happy reading:)
***
Ichiro sedang duduk di sofanya. Dia menutup mata dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Terlihat, dia tengah berpikir sesuatu entah apa.
Tak lama, dia membuka matanya. Kini matanya menatap langit langit rumahnya. Lampu yang menyala itu membuat matanya silau. Namun itu tak membuatnya menutup kedua matanya. Dia tetap membukanya, dan menatap cahaya itu lekat lekat.
Helaan nafas terdengar dari si sulung. Kepalanya menunduk, tangannya kini megacak kasar helaian rambutnya. Dia berdiri dari duduknya, dan berjalan menuju ke dapur. Langkah kakinya tak bersemangat, dengan tatapan sendu dan sayu. Tak ada semangat hidup di dalam dirinya, hanya ada rasa derita.
Tangannya kini membuka pintu pendingin makanan itu. Matanya menatap ke kanan dan ke kiri. Ke atas dan ke bawah. Hanya ada beberapa daging dan juga sayur. Setidaknya cukup untuk dirinya sendiri makan.
Ichiro bergeming. Seketika tubuhnya begetar. Matanya kini menatap nanar seluruh penjuru rumahnya.
Tak ada suara langkahan kaki. Tak ada suara makian dan teriakan kesal. Tak ada suara menggemaskan dan meminta pelukan. Tak ada ucapan sapaan, dan juga ucapan kepergian. Rumah itu sangat sunyi.
Bahkan, kini tak ada lagi. Tak ada lagi dua sosok menyebalkan sekaligus disayangi itu.
Keduanya tinggal kenangan. Yang sangat menyedihkan.
Kenangan yang menyakitkan bagi Ichiro. Sangat...
Ichiro menutup pintu kulkas. Lalu langsung beranjak pergi dari dapur. Kini dia mengambil jaketnya, memasang sepatu lalu mulai membuka pintu. Sebelum dia pergi, Ichiro kembali menatap rumahnya itu. Entah apa yang dia pikirkan dan yang dia tunggu. Tatapannya kini semakin menyedihkan.
Kakinya kini melangkah pergi. Yang tersisa hanyalah suara pintu yang di tutup. Dan rumah itu kini didominasi dengan suara sunyi.
***
Ichiro terdiam. Dia menatap lekat lekat orang berlalu lalang di dalam cafe. Dia tengah duduk di dekat jendela, agar dia bisa melihat orang orang yang biasanya berlalu lalang. Mata dwi-warna itu terlihat kosong. Nyaris tak ada apapun di sana.
"Nii-chan! Jangan begitu donk!"
Mata Ichiro terpaku pada tiga kakak beradik yang tengah berjalan bersama. Kakak yang tertua kini tangah mengendong dan menggeggam tangan adiknya. Dia tengah terkekeh pelan. Begitu pula dengan adiknya yang dia gendong. Ketiganya masih kecil, sepertinya umur ketiganya belum mencapai angka sebelas.
"Hahaha. Yare yare, rupanya adikku ini bisa juga begitu."
"Bukan nii-chan!!!"
Mereka kembali tertawa. Awalnya adiknya yang satu tak tertawa, namun akhirnya dia ikut tertawa. Tangannya makin erat menggenggam tangan sang kakak. Lalu keduanya kembali berjalan menjauh.
Ichiro terdiam. Mulutnya terbuka sesaat. Dia sama sekali tak bergerak dari tempatnya. Kepalanya tertunduk, dengan raut wajah yang tak bisa di baca. Bahkan dia tak menyadari bahwa cafe itu kian ramai karena jam sudah menunjukan waktu pulang para orang dewasa.
Ichiro tak mengerti...
Dia tak mengerti dengan takdirnya.
Tak lama, Ichiro kembali berdiri. Dia meninggalkan uang di atas meja. Lalu pergi keluar cafe. Melangkahkan kakinya, mengikuti hatinya pergi. Entah kemana.
***
Bukan salahnya.
Bukan salahnya jika dia tak bisa mengalahkan Mad Trigger Crew.
Namun rasa bersalah selalu menyelimuti hatinya.
Mengapa?
Mengapa rasa bersalah itu tak pernah hilang?
Ichiro kembali terdiam. Matanya menatap matahari yang kini mulai terbenam. Dia kini tengah duduk di rumput hijau. Punggungnya disandarkannya pada sebuah batu yang berada di belakangnya. Batu itu bertuliskan sesuatu hal. Sesuatu hal yang selalu membuat Ichiro merasa bersalah.
Yamada Jiro dan Yamada Saburo.
Keduanya kini hanya tinggal kenangan. Keduanya kini sudah terbaring kaku dalam peti yang sudah masuk ke dalan tanah. Ichiro merindukan kedua adiknya, sangat...
'Bukan salahmu mereka meninggal...'
Dia terus mengingat kalimat Jakurai, namun itu percuma. Dia tetap merasa bersalah. Ini jelas jelas salahnya. Salahnya karena tak bisa menahan Mad Trigger Crew. Salahnya karena memperbolehkan kedua adiknya ikut dalam timnya. Salahnya karena telah menantang yakuza kejam itu. Salahnya ... ini semua salahnya.
"Hiks..."
Air matanya kini mengalir. Kepala Ichiro menunduk. Membiarkan suara isakan terus keluar. Mengabaikan gelap malam yang kini datang.
Ichiro terus menangis. Dia selalu merasa bersalah karena kepergian kedua adiknya setelah battle itu.
Dia mulai membenci dirinya sendiri.
Karena dirinya tak bisa melindungi keduanya.
***
Ichiro terduduk. Matanya masih terlihat kosong dan tak berarti. Dia kini terdiam di pinggir balkon apartemennya. Menatap keramaian malam yang sangat terlihat dari atas sana. Di depannya terdapat meja kecil dan juga segelas kopi yang masih hangat. Namun, kopi itu sama sekali belum disentuh oleh Ichiro.
Dia tak mengerti.
Dia tak mengerti dengan ucapan kedua adiknya sebelum pergi meninggalkannya.
Ucapan penuh kasih sayang, dan memintanya untuk terus hidup.
Bukan kalimat makian dan mengharapkannya ikut mati.
Dia berpikir, bahwa kedua adiknya akan membenci dirinya. Namun mereka sama sekali tidak membenci Ichiro. Mereka malah terus mengulas senyum manis untuk terakhir kalinya. Bahkan Ichiro masih mengingat senyuman itu.
Namun, itu juga membuatnya ingat. Bagaimana kedua adiknya mati.
Keduanya bersimbah darah. Terbaring lemah di tanah. Dengan rasa sakit yang membara.
Sedangkan Ichiro? Dia masih mampu berdiri, namun bibir dan hidungnya mengeluarkan darah. Tidak separah Jiro dan Saburo.
Ichiro langsung menggeleng kepalanya kuat. Mencoba melupakan kematian Jiro dan Saburo.
"Jadi, kau merasa bersalah?"
Ichiro menolehkan kepalanya. Matanya kini menangkap sosok dirinya yang lain. Dia kini tengah berdiri sambil bersandar di pagar pembatas. Wajahnya terlihat tak kalah sedih dari Ichiro. Bahkan lebih tertekan. Dia bukanlah malaikat maut, melainkan hanyalah bayangan depresi Ichiro.
"Enyahlah..."
"Kedua adikmu mati karenamu. Kau tak sedih?"
Ichiro menepis semua kalimat itu. Dia menutup matanya, lalu kembali menggeleng cepat kepalanya. Tangannya menutup kedua telinganya erat. Saat dia membuka mata lagi, sosok itu sudah menghilang.
Sebegitu sedihnyakah kau, hingga membayangkan dirimu yang lebih menyedihkan. Hei, Ichiro?
***
"Nii-chan! Bangun!"
Ichiro membuka matanya pelan. Sosok pemuda dengan surai panjang sebahu kini tengah mengguncang tubuhnya. Ichiro berdiri dari duduknya. Dia sepertinya tertidur di balkon. Tapi bukan itu masalahnya.
Mata Ichiro terbelalak. Menatap sosok mirip dirinya tengah menatapnya khawatir. Tatapan, yang sangat dirindukan oleh Ichiro.
"Ji ... ro..."
"Kenapa nii-chan tidur di sini!? Masuklah nii-chan! Di luar dingin."
Jiro membantu Ichiro berdiri lalu membawanya masuk ke dalam. Ichiro masih diam, dia tak berbicara sepatah kata pun. Wajahnya masih shock.
"Ichi-nii! Kau di ma--"
Ichiro dan Jiro menatap ke pintu. Saburo kini berdiri di sana. Wajahnya terlihat kesal melihat Jiro yang sudah berada di sebelah Ichiro duluan.
"Kenapa Jiro di sini!?"
"Karena aku ingin membangunkan Nii-chan!"
"Aku bisa melakukan itu juga!"
"Menunggumu itu bisa membuat Nii-chan mati membeku!"
Keduanya kini bertengkar. Sedangkan Ichiro menatap kedua orang itu tak percaya. Tanpa aba aba, air matanya kini mengalir deras. Menatap sosok yang di rindukannya dengan penuh bahagia.
Jiro dan Saburo terdiam. Matanya menatap Ichiro yang tengah menangis. Keduanya berpikir sejenak.
"Nii-chan kenapa menangis?"
Ichiro menyeka air matanya. Dia menggeleng sambil tersenyum bahagia. Lalu langsung memeluk Jiro dan Saburo erat.
"I - Ichi-nii, nande yo? Kenapa kau menangis?"
Jiro dan Saburo membalas pelukan Ichiro. Memeluknya erat dan ikut menangis. Pelukan Ichiro kian erat, takut adiknya kembali menghilang.
"Tidak ... Nii-chan tidak apa apa. Lupakan semuanya..."
Ichiro melepaskan pelukan tersebut, lalu menyeka air mata kedua adiknya itu. Menenangkan keduanya yang ikut menangis karena dirinya.
"Nii-chan, beri tau kami jika ada masalah!"
"Iya! Kami pasti bisa membantu!"
Ichiro terdiam. Senyuman kembali menghiasi wajah Ichiro. Senyuman yang dulunya sempat menghilang.
"Aku bermimpi, kalian pergi meninggalkanku. Mimpi yang mengerikan."
Jiro dan Saburo saling tatap.
"Kami tak akan meninggalkan Nii-chan!"
"Benar! Itu tak mungkin!"
Ichiro tersenyum. Dia terkekeh pelan. Tangannya kini mengelus pucuk kepala Jiro dan Saburo. Kedua adiknya akhirnya tersenyum.
"Jadi, jangan pergi dari sisiku nee?"
Jiro Saburo kembali saling tatap. Lalu seulas senyum menghiasi wajah keduanya.
"Nii-chan, itu tak mungkin. Kami memang tak meninggalkanmu. Tapi kami ini sudah tak ada..."
Ichiro membeku. Senyum yang tadi mengembang kini menghilang.
"Ichi-nii, jangan terus bersedih nee? Kami ikut sedih kau tau?"
"Nii-chan harus terus tersenyum! Bukannya kau juga ingin kami tersenyum?"
Jiro dan Saburo memeluk Ichiro. Kini giliran keduanya yang memeluk erat kakak sulungnya.
"Kematian kami bukan salahmu. Jadi, bagunlah dan bukalah lembaran baru! Nii-chan..."
Deg!
Ichiro terbangun. Air matanya kini mengalir deras. Dia terbangun dan mendapati dirinya masih di balkon. Dia terengah engah. Keringatnya bercucur deras.
Ichiro menyeka air matanya kasar. Mencoba menghapus air matanya. Dia berdiri dari tempatnya duduk. Lalu menghela nafas panjang.
Beberapa jam berlalu, kini Ichiro sudah siap. Ichiro kini terlihat lebih bersemangat. Dia juga mulai sarapan pagi.
Ichiro kini mengenakan sepatunya. Lalu membuka pintu. Sebelum dia keluar, matanya kembali menatap ke dalam rumahnya. Menatap lekat lekat setiap ruangan tersebut.
'Nii-chan berhati hatilah!'
'Ichi-nii cepatlah pulang!'
Seulas senyum kini menghiasi wajah Ichiro. Kali ini senyum bahagia. Senyuman yang dulu kini kembali. Senyuman bahagia yang dulu menghilang kini kembali. Dengan langkah mantap, Ichiro berjalan keluar. Menutup pintu lalu pergi. Berjalan dengan semangat dan tekad baru.
"Nii-chan, tidak akan membuat kalian kecewa."
Tamat.
Note:
G tau dah:v
Ideku mampet wkwkwkwk
G tau jg mau nulis apa di note:v/plak
Oh sorry kalau di req nanti ada selingan cerita bkn req(?)
Tandanya lg zonkXD/plak
Sebenarnya awalnya pen buat bad ending atau sad ending. Tapi jd gini wkwkwkwk. Oh mungkin akan mu buat sad endingnya di bawah aja...
Hope you like it!
©Katarina_294
Omake not found...
Sad Ending Ver
"Aku bermimpi, kalian pergi meninggalkanku. Mimpi yang mengerikan."
Jiro dan Saburo saling tatap.
"Kami memang sudah mati."
Ichiro seketika membeku. Matanya menatap tak percaya ke arah dua adiknya itu. Sedangkan keduanya kini tengah menatap tajam Ichiro.
"Kami mati karenamu."
"Ini salahmu, karena kau tak bisa melindungi kami. Kami berdua mati."
Hingga akhirnya, di penglihatan Ichiro, Jiro dan Saburo bergelinang darah. Di bagian mata, hidung, bahkan mulutnya. Darah mengalir deras. Membuat Ichiro terkejut dan terjatuh dari posisi berdirinya. Jiro dan Saburo kini tersenyum mengerikan. Keduanya mendekati Ichiro.
Tangannya mencekik keras leher Ichiro. Membuat Ichiro sesak napas. Kekehan pelan terdengar dari keduanya.
"Benar juga, mengapa kau tak mati bersama kami saja?"
"Iya ya, agar kita bisa terus bersama Ichi-nii~"
"Matilah!"
Deg!
Jantung Ichiro berpacu cepat. Keringat mengalir deras dari pelipisnya. Air matanya ikut keluar. Ichiro terbangun di balkonnya.
Tangannya kini menutup wajahnya. Membiarkan isakan tangis terus terdengar. Guna mengurangi rasa sesak di hati.
Ichiro berdiri. Matanya kini menatap ke bawah.
Mobil dengan laju normal melewati. Dengan para pejalan kaki yang berlalu lalang.
Senyum lirih menghiasi wajah Ichiro. Dia akhirnya memanjat pagar pembatas. Membiarkan kepalanya di terpa oleh angin.
Ingatan indah bersama adik adiknya kembali teringat. Ichiro menutup matanya, membiarkan ingatan itu mulai menguasainya.
"Gomen Jiro, Saburo. Nii-chan sudah tak mengerti lagi..."
Lalu Ichiro melompat. Membiarkan dirinya di tarik oleh grafitasi. Membiarkan angin pagi menusuk tubuhnya dan merasakan dingin. Jeritan salah satu orang pun terdengar di bawah. Di ikuti dengan tatapan panik dari semua orang.
Tubuh Ichiro kini terbaring tak berdaya di tanah. Darah menghiasi setiap trotoar. Sangat banyak, sehingga mobil yang parkir di dekatnya pun ikut mengenai darahnya.
Ichiro tersenyum. Namun bukan senyum bahagia. Melainkan senyum dengan rasa sakit yang mendalam.
"Go - gomen ... Nii-chan, akan menyusul..."
Hingga akhirnya. Gelap menguasai Ichiro
Tamat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top