7

Masih tak ada tanda-tanda kembalinya si Penyihir Sensian. Karena bosan menunggu lelaki mungil yang tak pasti kembalinya kapan, aku memutuskan untuk membersihkan diri dari lendir-lendir ini. Punggungku masih terasa tak nyaman. Aku melepas baju kaus agar tak makin terkontaminasi lendir, kemudian berjalan ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamar ini.

Satu hal yang kusadari ketika membersihkan badan, lendir-lendir yang sebelumnya bening berubah menjadi agak kehitaman. Aku buru-buru mengguyur semua dengan air sampai bersih, teringat bahwa ini adalah lendir buaya. Ugh ....

"Oh, sudah bersih-bersih ternyata?" Penyihir Sensian tiba-tiba muncul di depan pintu tepat ketika diriku selesai memakai baju sehabis mandi. "Ya tidak apa, sih. Memang pengobatannya sudah selesai."

Wah ... tumben tidak sensi. Seperti ada yang kurang.

"Aku bosan," ujarku sombong, sekalian mengetes kesabaran Penyihir Sensian akan bertahan berapa lama. "Nggak ada hal seru di sini."

"Kamu boleh jalan-jalan di sekitar rumah ini, kok. Asalkan jangan lari-lari atau bergerak berlebihan. Dan jangan berulah," ujarnya santai, sambil mulai merapikan barang-barang yang tadi dibawanya ke sini.

Ini kenapa Penyihir Sensian tiba-tiba berubah jadi Penyihir Santai?

"Aku boleh pulang?"

"Nggak."

Oke, statusku masih sebagai tawanan di sini, ternyata tak bisa lepas dengan semudah itu.

***

Setelah memohon kepada Penyihir Sensian, aku akhirnya diizinkan untuk menghubungi ibu di rumah. Ehehe ... dia tak tahu saja, nanti aku akan meminta ibu menyelamatkanku dari tempat ini sesegera mungkin, kalau bisa sambil bawa pasukan keamanan!

Aku duduk di depan cermin besar, alat komunikasi berbasis sihir yang sering digunakan pada masa ini. Setelah memasukkan informasi penerima panggilan, aku menunggu sampai wajah ibuku terlihat.

"Halo, ini siapa?" wajah ibuku belum terlihat di cermin, tetapi suaranya sudah terdengar.

"Ini anakmu, Bu. Aku ditawan penyihir sekarang, nggak bisa pulang."

Entah kenapa, mungkin karena nada bicaraku yang kurang drama atau ibuku memang aneh sedari awal, beliau malah tertawa dan memunculkan wajahnya.

"Kalau mau bohong yang pintar sedikit, dong. Ditawan penyihir kok bisa menghubungi pakai cermin tanpa ada nada ketakutan sedikit pun. Bilang saja kalau mau menginap di rumah teman, ibu nggak akan mengomel, kok."

"Tapi betulan, Bu, aku lagi jadi tawanan! Aku ditangkap di jalan, terus nggak dikasih pulang. Nggak ketakutan karena ... apa yang harus ditakutkan, coba."

Ya benar, kan? Kenapa aku harus ketakutan terhadap penyihir yang menawanku sekarang?

"Haduh, sudah ibu bilang, kan, kalau mau menginap di rumah teman ya tidak apa-apa, malah bagus. Sudah, ya, sana balik main sama temanmu."

Dan gambar di cermin menghilang. Huh, ibuku tidak percaya bahwa aku sedang dikurung oleh seorang penyihir yang suka marah-marah, malah disangka aku kabur ke rumah teman untuk menginap ...

... padahal aku tak benar-benar punya teman akhir-akhir ini, gara-gara mereka semua pendukung sihir.

Aku mendorong cermin besar ini keluar dari kamar, tak yakin akan menggunakan benda ini lagi dalam waktu dekat.

***

Rencana untuk meminta ibu menyelamatkanku gagal. Tak ada yang bisa kulakukan sekarang, hanya bisa menunggu dan mengikuti alur yang diciptakan Penyihir Sensian.

Karena mulai bosan, aku melakukan hal yang tadi disarankan oleh Penyihir Sensian, yaitu mengelilingi rumah ini. Baru keluar kamar sedikit, aku menemukan sebuah pintu bertuliskan DILARANG MASUK. Yah, bukan diriku namanya kalau semudah itu taat pada aturan, apalagi yang dikeluarkan oleh Penyihir Sensian ....

Maka aku menutup pintu kamar dengan perlahan, berbalik, kemudian diam-diam membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top