23. Chloe vs Stella
Chloe menghindar dari serangan musuhnya dan pergi ke tengah laut.
"Tunggu sebentar! Jangan lari. Aku tidak bisa berlari dengan celana panjang ini!" Kata musuh Chloe mengangkat celananya dan ikut masuk kedalam air.
"Bodoh. Karena kau sudah menyerang duluan, sekarang giliranku." Kata Chloe setelah musuhnya semakin dalam ke tengah laut
"Trueno mar."
Zztt! Bzztt!!
Chloe menggunakan kemampuannya dengan bantuan air untuk memperluas serangannya.
"Ha?!" Chloe tak percaya, petirnya tak memberikan sedikitpun luka pada musuh imutnya itu.
"Apa-apaan?" Gumam Chloe. Ini pertama kalinya dia menghadapi musuh yang seperti ini. Chloe menjauh dari laut dan berlari masuk ke dalam rimbun pepohonan yang tak terlalu luas.
"Hoi! Permisi, kau dimana?" Panggil cewek itu sambil membawa sebuah tombak di tangan kanan dan shotgun di tangan kiri. Armornya yang awalnya hanya berupa baju pelindung kini sudah berubah menjadi pakaian yang lentur dan sedikit terbuka.
Sementara itu, dibalik semak-semak.
'Sial! Untung saja cewek itu tidak ada maksud menyerang Leon dan Kazuto. Dia membawa senapan dan tombak. Jarak dekat dan jauh? Sihirnya kemungkinan sihir requip. Requip ya? Jarang aku bertemu dengan sihir begini.' Chloe mencoba menganalisis musuhnya terlebih dahulu sebelum ia bisa menyerangnya. Serangan acak tidak akan mempan melawan orang yang menggunakan requip. Requip memungkinkan penggunanya untuk menyimpan berbagai benda di dimensi lain dan menggunakannya disaat dibutuhkan.
"Kalau begitu," Chloe keluar dari semak-semak dengan wajah dan gerakan yang tenang.
"Oi!" Panggil Chloe.
"Ketemu! Maaf! Agak lama mencarinya." Kata orang itu sedikit membungkuk dan berwajah merah.
'Benar-benar sinting.' Pikir Chloe.
"Siapa namamu? Namaku Chloe." Tanya Chloe yang berdiri sekitar 50 meter di depan musuhnya.
"Aku? Namaku Stella." Jawab orang yang bernama Stella itu.
"Begitu. Sekarang, bisa kita melanjutkan pertarungan?" Tanya Chloe, jari-jari tangannya mengeluarkan listrik berwarna biru dan ungu.
"Oke. Tentu." Jawab Stella dengan senyuman manis.
"Espada de flash." Chloe melancarkan serangan petir dan mengarahkanmya ke titik vital Stella.
Stella tak terlihat akan menghindar. Dirinya hanya mengatakan sesuatu sebelum terhantam petir Chloe.
"Sudah kuduga." Gumam Chloe.
Stella mengubah armornya menjadi sebuah pakaian besi yang berwarna terang dan membawa sebuah pedang berwarna sama dengan armornya kali ini.
'Dia cantik.' Pikir Chloe ditengah-tengah konsentrasinya merencanakan serangan.
"Aku memakai sebuah armor petir. Armor yang bisa menahan serangan petir sekaligus menyerang dengan elemen petir." Jelas Stella setelah melihat Chloe yang cukup kebingungan.
"Jadi, seluruh serangan petirku tak mempan terhadapmu?" Tanya Chloe.
Stella menganggukkan kepalanya dan tersenyum jahat.
"Guión." Chloe mempercepat gerakannya dan dalam sepersekian detik, dirinya sudah berada di samping Stella. Chloe mengarahkan tendangannya dan berencana untuk mengalahkan Stella dengan tangan kosong.
"Kau menyerangku secara fisik? Maaf. Itu tak akan berguna." Kata Stella menahan kaki Chloe dan melempar Chloe menjauh.
"Hihi... kupikir aku menyukaimu." Chloe terjatuh di pasir dan kembali berdiri.
Kali ini, Stella yang mendekati Chloe dan melancarkan serangan dengan pedang listriknya. Walaupun Chloe punya tubuh yang tahan terhadap listrik, dirinya tak akan bisa menahan tajamnya pedang yang Stella luncurkan.
'Astaga.. kenapa disaat seperti ini, cowok-cowok itu malah menikmati mimpinya?' Umpat Chloe dalam hati.
Stella terus mengarahkan pedanganya dan berkali-kali mencoba untuk menusuk Chloe. Tapi, Chloe memiliki kelincahan yang bagus ditambah kecepatan dari elemen listriknya memberikan hasil yang bagus saat sedang menghindari serangan.
"Kau kuat." Kata Stella menjauh beberapa langkah.
"Arte de espada."
Sebuah lingkaran sihir besar muncul diatas Chloe. Dan ratusan bahkan ribuan senjata muncul dan bersiap menancap ke tanah.
"Proteger!" Chloe yang tak sempat berlari hanya bisa membuat perisai yang melindungi dirinya. Tapi itupun tak bisa bertahan lama karena beberapa senjata Stella ada yang memiliki pertahanan terhadap elemen petir dan melukai tubuh Chloe.
Chloe tak punya pilihan selain menghindar dari berbagai serangan yang kembali dilakukan Stella. Ia terluka dan bajunya yang bagus kini ia robek dari pinggul ke bawah.
'Sip. 1 masalah selesai, dan masalah terbesar ada di depanku.' Chloe merasa lebih leluasa setelah berhadapan dengan pakaian yang sempit.
'Kelemahan, kelemahan... apa kelemahannya? Requip... requip...? Itu apa?' Chloe melihat pantulan cahaya datang dari dalam pepohonan yang cukup lebat.
Selagi ia berpikir, ia tak sadar kalau Stella sudah berdiri di belakangnya dan bersiap menusuknya dengan meluncurkan sebuah panah ke arah Chloe. Chloe lalu terkesiap, ia bergerak dengan cepat dan dengan bantuan kemampuan listriknya, panah itu ia balikkan kembali ke Stella. Tepat sebelum panah itu mengenai Stella, panah itu lenyap seketika dan ledakan terjadi, Chloe menambah aliran listrik ke dalam panah itu.
Begitu asap ledakan menghilang, terlihat Stella berdiri dengan sebuah tameng besar yang sebesar ukuran tubuhnya. Begitu ia membuka tamengnya, Chloe sudah tak ada di hadapannya. Ia bersembunyi.
Chloe menuju ke tempat yang dari tadi membuatnya penasaran. Pantulan sinar kembali terlihat dan Chloe terkejut melihat banyaknya susunan baju besi, pakaian berwarna-warni dan berbagai macam senjata ada di sana.
'Astaga. Jangan bilang kalau tempat ini... adalah dimensi dimana Stella menyimpan seluruh senjatanya?' Pikir Chloe.
Chloe mencuri sebuah riffle dan pedang untuk pertahanan diri. Tapi dirinya tau, ini tak akan cukup kuat untuk melawan musuhnya yang bahkan lebih menguasai hal seperti itu dibanding dengannya.
"Tak akan tau kalau tak dicoba."
Chloe menembakkan rifflenya ke arah Stella dari jarak yang cukup jauh. Tapi, Stella yang merasakannya dengan cepat mengarahkan tamengnya ke arah peluru riffle itu berasal. Dan dengan sangat cepat, Stella membawa sebuah di tangannya dan melemparnya dengan kekuatan penuh ke arah Chloe.
'Sial. Memang tak akan mempan kalau begini.' Pikir Chloe menghindari tombak yang Stella lempar.
'Tunggu dulu. Ini adalah dimensi sihirnya, berarti kemungkinan besar tempat ini tidak terlalu luas. Hehe, aku tau cara memenangkan pertarungan ini.'
Chloe keluar dari persembunyiannya dan berhadapan langsung dengan Stella.
"Stella, dengan senang hati, aku akan menunjukkanmu sebuah atraksi megah yang hanya bisa dibuat oleh para penyihir elemen petir." Kata Chloe yang jaraknya dengan Stella hanya sekitar 10 meter.
"Pertunjukkan? Atraksi? Atraksi macam apa?" Kata Stella mengganti armornya menjadi armor listriknya tadi, "Jangan membuatku kecewa."
"Kau tak akan kecewa dengan yang satu ini." Jawab Chloe.
"La fuerza eléctrica." Chloe membuka kedua tangannya dan petir biru dan ungu mulai menyelimuti tubuh Chloe.
"Kau mau apa?" Tanya Stella bersiaga.
"Explosión eléctrica." Chloe membuat petir-petir itu merambat ke dalam tanah, menghilang dilangit, masuk kedalam hutan, tenggelam dilautan. Dan dengan satu jentikkan jari, Chloe berhasil membuat semua yang ada di sekitarnya meledak tak karuan.
"Astaga! Beraninya kau!" Stella mulai geram. Perlahan, armor yang sedang dipakainya menghilang menjadi partikel-partikel kecil karena seluruh sihir dimensinya sudah Chloe hancurkan.
"Sial!" Umpat Stella.
"Sekarang kau tak bisa menghindar dari seranganku. Benar begitu?" Tanya Chloe memberikan senyum termanisnya sambil berkeringat kelelahan setelah memberikan sihir terbesarnya.
"T-tunggu dulu." Stella mulai berkeringat dingin, sedangakan Chloe mulai beralirkan listrik.
"Bala eléctrica." Chloe melancarkan serangannya berupa petir-petir kecil dan maju menyerang Stella.
"KYAAAAAAA!!!" Stella terjatuh dan terluka. Ia tak sadarkan diri lagi.
"Aku tak menyangka bahwa aku menang. Oya! Leon dan Kazuto!" Chloe lalu menemukan mereka masih dalam posisi yang sama, hanya saja tubuh mereka berdua bersinar, begitu juga dengan dirinya.
"Ayo, kita pulang!" Kata Chloe lalu menghilang bersama Kazuto dan Leon dari dimensi yang perlahan menghancur itu.
---
"Malaikat yang satu ini sangat merepotkan." Umpat Gray mengeraskan rahangnya.
"Hn?" Vianna perlahan membuka matanya dan melihat dirinya sedang diangkat Gray.
"G-Gray?!" Vianna langsung kaget dan hampir terjatuh jika Gray tak menangkapnya.
"Vianna, kau sudah bangun!"
Shhh... Dum!!
"Astaga! Kita sedang apa? Ini dimana?" Tanya Vianna melihat kerusakan dimana-mana.
"Singkatnya, dia musuh. Kita harus menghancurkan malaikat itu." Kata Gray secara singkat.
"Malaikat?"
Gray lalu menunjuk malaikat yang mengarahkan satu tangannya yang tak membawa apapun kearah Gray dan Vianna. Bukunya terbuka, dan mulutnya terlihat seperti merapal mantra.
Suara samar yang terdengar tidak jelas keluar dari mulut malaikat itu. Dan dari tangannya, cahaya biru terlihat seperti listrik dan melesat menuju Gray dan Vianna.
'Tak sempat menghindar!' Gray tau, kecepatan sihir dari malaikat itu lebih cepat daripada gerakan dan kelincahannya.
Zuungg
Sebuah lubang teleportasi muncul dan menghalangi sihir malaikat itu untuk menghancurkan Gray dan Vianna. Gray tau, Viannalah yang melakukan ini.
Duaarr!
Setelah lubang teleportasi yang menghalangi tak terlihat kembali, kali ini adalah sebuah asap dan debu yang menghalangi penglihatan karena ledakan listrik itu.
Setelah tak lama debunya menghilang, Gray menyadari sesuatu. Malaikat itu sudah tak ada lagi. Yang ada hanyalah si anak kecil yang tergeletak bersimbah darah.
"Apa yang kau lakukan?" Tanya Gray pada Vianna.
"Mengantarkan sihir malaikat itu ke penggunanya sendiri. Seperti kau tau hal itu, senjata makan tuan." Kata Vianna membetulkan kacamatanya yang retak.
Dan tak lama kemudian, ruangan luas menghilang menjadi partikel bercahaya biru dan menghilang begitu saja. Mereka berdua selamat, untuk saat ini.
---
"Apa maksudmu dia sama sepertimu?" Tanya Reine setelah mendengar pernyataan aneh dari Lyra.
"Aku adalah ahli penyucian. Aku sempat diberitahu oleh Oma Laine. Aku... aku takut. Ini... aku tidak senang dengan ingatan penyucian ini." Lyra memegang kepalanya dengan kedua tangannya. Ia berkeringat, takut, dan gelisah.
"Sial. Sadar dulu, Lyra!" Reine sekali lagi membentak Lyra dan itu sepertinya cukup untuk membuat Lyra kembali tersadar tapi masih dengan wajah yang gelisah dan bingung.
Reine memberi isyarat tangan kepada Lyra yang berjarak cukup jauh darinya. Dan Lyra membalas dengan isyarat juga.
'Tenang dulu. Gunakan ini sebagai keuntungan. Apa kelemahan ahli penyucian?' Tangan Reine bergerak kecil.
'Tubuh mereka sendiri.'
'Hah?'
'Jika salah satu dari bagian tubuh ahli penyucian terluka dan tak bisa digerakkan, maka kekuatan ahli penyuciannya tak bisa digunakan sepenuhnya.' Lyra menjelaskan.
'Kalau begitu, aku akan fokuskan kekuatanku untuk menghancurkan lengan kanannya. Kau cobalah untuk mengalihkan perhatiannya.'
'Oke.'
Reine dan Lyra mengambil sikap aba-aba. Walaupun musuhnya mempunyai kekuatan untuk mengubah partikel, mereka tetap menggunakan sihirnya dan terus melaju.
"Trituradora de viento!" Lyra membuat angin yang ada disekitar musuhnya menjadi berat dan keras. Angin-angin itu menghantan Sera beberapa kali.
"Mano."
Lalu, dikedua sisi kanan dan kiri Lyra, terbentuk tangan raksasa yang siap mengatup kapan saja.
Denngg!
Suara dentuman besi terdengar begitu kedua bagian tangan itu mengatup dengan tubuh Lyra ditengahnya. Tapi, tak lama kemudian, Lyra muncul kembali disamping Sera dan mencoba menghantam pipi kiri Sera dengan kaki kirinya.
Duak!
Tendangan Lyra tertahan oleh lengan Sera yang kuat. Lyra kembali menghilang dan muncul di beberapa titik yang berbeda dan kembali melancarkan serangan fisik maupun sihir.
'Aku juga adalah seorang ahli penyucian bodoh.' Pikir Lyra.
"Lyra!" Panggil Reine dari sisi ujung. Lyra yang mengerti hal itu langsung menjauh dari tempat Sera dan bergabung disamping Reine.
"Ácido fluorosulfúrico." Ujar Reine
Sera tiba-tiba berteriak kesakitan dan memegangi lengan kanannya.
"Apa yang kau lakukan padaku?!" Bentak Sera.
"Ácido fluorosulfúrico. Asam yang seribu kali lebih kuat dari asam sulfat. Aku menanamkan beberapa dibagian tubuhmu yang mengalirkan air. Aku mengubah kadar airnya. Aku juga menanamnya diperut dan paha kirimu. Tapi sepertinya reaksinya lebih cepat pada tangan kananmu." Ujar Reine tersenyum kemenangan.
"Si..al!! GAAAA!!!" Teriakan Sera berhenti dan dilanjuti dengan suara tubuhnya yang terjatuh.
"Lyra. Kita menang." Kata Reine yang hampir terjatuh jika Lyra tak memeganginya.
Ruangan yang mereka tempati kini perlahan menghilang. Reine, Lyra, Gray, Vianna, Chloe, Leon, dan Kazuto sudah berkumpul kembali. Leon dan Kazuto juga sudah kembali sadar walau ia tetap kesakitan. Dan Leon banyak meminta maaf pada Kazuto akibat luka yang dibuatnya.
Mereka kali ini sudah lebih dari lelah. Apalagi Reine yang menggunakan sihir penghancurnya dan Chloe yang menghabiskan 98% kekuatannya.
"Heii!" Suara yang berat dan serak terdengar dan dari asalnya, itu ada dibalik sebuah pohon besar.
"Suara itu... Sera?!" Kata Lyra mengenalinya.
Sera keluar dari balik pohon sambil memegangi perutnya yang kesakitan. Wajahnya sangat pucat. Dan darah terus ia muntahkan.
"Setidaknya, aku akan melakukan ini untuk membunuh salah satu dari kalian." Kata Sera tersenyum sinis.
"Uñas de huracanes."
Sebuah jarum berukuran seperti tongkat muncul disamping Sera. Dan Sera menggerakkan tangannya untuk memerintahkan jarum itu melesat menuju arah Chloe.
Chloe tak sempat menghindar, dirinya terpaku tak bisa berbuat apa-apa. Leon dan Lyra berusaha meraih Chloe, tangan mereka tak jauh lagi dari baju Chloe.
'Astaga.'
Zlebb!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top