22. Party #2

"Leon mana!?" Tanya Kazuto memperhatikan teman-temannya.

Crats!!

Sebuah pedang menebas punggung Kazuto hingga Kazuto langsung tersungkur ditanah berteriak kesakitan.

"Kazuto!!" Teriak Lyra memecah keheningan seketika.

"Leon! Apa yang kau lakukan?!" Kata Chloe tak kalah panik dengan yang lain.

"Leon? Apa yang merasukimu?!" Kata Vianna kembali berdiri.

"Itu manipulasi." Gumam Gray

"Semuanya, Leon dimanipulasi! Lihat matanya!" Kata Gray menunjuk mata Leon yang memang terlihat berbeda dari biasanya.

"Kalau benar dia sedang dikendalikan, kita harus mencari pengendalinya! Kita juga harus menahan Leon disini!" Kata Reine mulai mendekat untuk menyembuhkan Kazuto.

Tring!

"Jangan mendekat. Bergerak sedikit, maka anak ini akan mati." Leon mengarahkan mata pedangnya ke leher Kazuto yang mengerang kesakitan.

Cplak.

"L..eon?" Kazuto melirik Leon yang meneteskan air mata tapi tetap berekspresi serius.

"Ma...af." Leon berkata tanpa menengok sedikitpun. Matanya masih meneteskan air mata. Tapi, tatapan matanya masih menunjukkan bahwa dirinya masih dikendalikan.

"Blind spot."

Semuanya tiba-tiba gelap gulita. Seseorang baru saja merapal mantra cahaya. Tak ada yang bisa dilihat. Hanya hamparan warna hitam yang menjadi penglihatan. Sebuah area kegelapan telah terbuat di tengah-tengah taman kerajaan.

"Gray." Vianna memegang tangan Gray. Mereka saling memunggungi, walau dalam kegelapan yang hening ini.

"Lantern." Ujar Gray. Lentera berwarna merah keemasan pun menghiasi hamparan hitam yang menutupi pandangan mereka.

Leon masih berdiri di samping Kazuto dan menghunuskan pedangnya ke leher temannya itu. Gray masih berada di samping Vianna. Chloe, Lyra, dan Reine memasang kuda-kuda mereka. Mereka tau, hal buruk akan segera terjadi.

"Metal needle."

Belum sempat Gray melihat dan menengok suara di belakangnya,

"GYAAA!!"

Tubuh Gray dan Vianna tertusuk puluhan jarum yang entah darimana datangnya. Mereka tersungkur dengan jarum yang masih menancap di bagian punggungnya. Lentera yang Gray buat kehilangan cahayanya. Sekarang, semua kembali gelap. Hampir tak bisa melihat apapun. Hanyalah kegelapan.

"Gray! Vianna!" Teriak Chloe yang berlari ke arah Gray dan Vianna tanpa melihat arah.

"Chloe! Jangan!" Reine memanggil Chloe yang perlahan menghilang di dalam kegelapan.

"Sial!" Umpat Lyra yang masih berada di samping Reine dan merasakan pergerakan udara.

Reine berkonsentrasi dan mengandalkan pendengarannya. Hanya itu yang bisa ia gunakan sekarang ini. Begitu juga dengan Lyra. Mereka berdua sudah tidak mendengar langkah kaki Chloe.

"Lyra, dengar kata-kataku. Kita buat perisai disekeliling kita. Elemen air dan angin akan membuat perisai es yang kuat." Kata Reine.

"Oke." Lyra mengangguk.

Mereka bersinkronisasi dengan baik walaupun mereka tak bisa melihat apapun. Suara angin dan air bersatu menghasilkan sebuah es yang melindungi mereka berdua.

"Dimension arc!"

Lalu tiba-tiba, semua kembali terlihat dengan jelas. Kegelapan sudah menghilang. Tapi,

"Apa ini?!" Kata Lyra membelalakkan matanya melihat ke arah atas dan sekelilingnya.

"Ruangan?" Tanya Reine menghilangkan perisai yang mengelilingi mereka berdua secara perlahan.

"Ini... seperti sebuah aula besar. Tapi, mana yang lain? Chloe dan Gray? Vianna dan Kazuto? Mana mereka?" Tanya Lyra mulai takut dengan keadaan mereka.

"Aku tak tau." Jawab Reine lemas.

"Metal needle."

Jarum- jarum melesat ke arah Reine. Lyra yang mengetahui hal itu langsung mencoba menggapai Reine, tapi tidak bisa. Jarak mereka sekarang cukup jauh.

Crat. Crat.

"Eh?" Lyra ternganga tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Jarum-jarum itu menembus tubuh Reine begitu saja. Tak ada luka dan bekas goresan sedikitpun di tubuh Reine. Justru, tubuh Reine seperti meleleh dan terlihat mencair. Tapi tubuhnya utuh kembali seperti semula dalam waktu cepat.

"Slicer." Ucap Reine mengarahkan air yang tipis dan sangat kuat ke arah jarum-jarum itu datang.

Bayangan seseorang melesat cepat menghindari serangan dari Reine.

"Icy wind." Ujar Lyra dan membuat angin super dingin di sekitar orang yang sedang berlari itu.

"Water lock." Ucap Reine membungkus angin dingin Lyra dengan airnya sehingga membentuk sebuah bola kristal.

Krtk. Krtk. Trang!!

"A--?! Sekuat apa dia?" Tanya Lyra dengan wajah merah dan kembali kehilangan musuhnya itu.

"Metal crush."

DUM!!

Sebuah tangan besi raksasa yang terkepal menghantam Reine dari atas.

"Astaga! Kak Reine!" Panggil Lyra sambil menutup matanya mencegah debu masuk.

"Aku tak apa." Kata Reine yang tiba-tiba saja sudah berada di samping Lyra.

"Ta--? Bagaimana?" Tanya Lyra setengah kaget.

"Tubuhku ini terbuat dari air. Serangan fisik tak mempan terhadapku." Kata Reine melirik Lyra begitu wajahnya kembali utuh.

"Arah jam 8." Kata Reine menunjuk sesuatu.

Seseorang sedang berlari dengan cepat menghindar dari penglihatan Reine dan Lyra.

"Water bomb." Ucap Reine mencoba meledakkan musuhnya yang cepat itu tapi tak berhasil.

"Nail rain." Ucap orang itu menggerak-gerakkan tangannya. Lyra yang merasakan bahwa atmosfer disekitarnya berubah, langsung menengok ke atas.

"Kak Reine! Awas!"

---

Csss....

Gray mencoba melelehkan jarum-jarum yang menancap di punggungnya dan melepaskan mereka dengan cara membakar punggungnya sendiri.

"Manusia sialan. Akan kubunuh dia nanti." Kata Gray mencoba duduk.

"Astaga, Vianna!" Ujar Gray melihat Vianna yang juga tertusuk jarum jarum dipunggungnya.

"Haiii~" Panggil seseorang yang tak jauh dari tempat Gray.

"Ada orang lain?" Gumam Gray menajamkan pendengarannya.

"Ayo bermain! Aku tau permainan yang bagus." Ujar orang itu lagi.

"Atas?" Gray mendongak melihat ke atas dan melihat sebuah kepiting raksasa yang ditunggangi seorang tak jauh umurnya dari Gray.

"Siap... mulai!" Kepiting itu langsung meluncur jatuh ke bawah. Gray terlihat sangat kaget.

"Rugido!" Gray meniupkan semburan api ke kepiting itu dan seketika itu juga, kepiting itu berteriak dan menghilang menjadi asap.

"Akh!! Hewanku kau hilangkan. Tak apa sih. Kalau begitu," orang itu mencakupkan kedua tangannya di depan dada.

"Re-raise. Centipede." Sebuah kelabang berukuran raksasa dan berkepala tiga muncul dari dalam lingkaran sihir dan maju menyerang Gray.

"Hahaha! Ayo! Aku menjadi wasit disini!" Orang itu berteriak dan tertawa seperti orang gila.

"Freak." Gumam Gray mengangkat Vianna dan membawanya pergi.

Gray menghindar dengan lincah, dengan bantuan api di kakinya, ia bisa berbelok dan melaju dengan kencang di udara.

'Sial. Kalau begini, bagaimana aku bisa menghantam orang itu?' Pikir Gray yang dari tadi hanya bisa menghindar dari kelabang itu.

Ia lalu mendarat di sebuah tumpukan boks dan mengarahkan satu tangannya ke kelabang itu.

"Flame gun." Gray menembak mata kelabang itu dengan peluru api yang ditembak Gray terus menerus.

Menghilang. Kelabang itu berteriak dan menghilang, sama seperti kepiting tadi. Gray melihat musuhnya yang masih kecil itu terlihat kesakitan dan memegangi dadanya. Tiba-tiba sebuah lingkaran sihir muncul di beberapa tempat.

"Gargoyle?" Gumam Gray.

Gargoyle bermunculan, seekor makhluk mitologi penjaga yang biasanya terukir di tempat suci. Gargoyle berbentuk seperti sebuah kelelawar raksasa dengan empat kaki dan 2 buah sayap dipunggungnya.

Dan kali ini, tidak satu. Ada 5 gargoyle raksasa yang mengelilingi Gray.

"Selamat bersenang-senang!" Kata orang itu sambil duduk di atas kayu yang menggantung di langit-langit.

---

"Aduh! Kakiku!" Chloe terbangun di hamparan lautan yang luas dan panas.

"Mana yang lain?" Chloe mencoba berdiri walaupun sangat susah dan merepotkan. Hanya ada suara deru ombak yang berlomba mencapai sisi pantai. Chloe mencoba berjalan dan akhirnya tersandung sebuah batu kecil.

"Leon?! Kazuto?!" Chloe melihat 2 orang yang tertidur di hamparan pasir putih yang luas di dekatnya dan ia hampir tak menyadarinya.

"Astaga!" Chloe tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Kazuto terluka lebar dipunggungnya, dan Leon, Leon memiliki luka-luka sayatan kecil yang menghiasi seluruh tubuhnya.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Gumam Chloe mulai panik.

"Permisi." Panggil seseorang yang muncul dari balik pohon kelapa.

"Hm? Kau siapa?" Tanya Chloe menjauh dan memasang kuda-kudanya.

"Ma-maafkan aku. Aku.. aku musuh... musuhmu. Maaf!" Ucap orang itu semakin menyembunyikan dirinya.

"Hah? Kau gadis aneh." Kata Chloe menggelengkan kepalanya.

"Maaf! Aku... aku hanya akan mengalahkanmu. Jadi, bisa... bisakah kau mengalah? Karena, kau tak... akan bisa me.. mengalahkanku." Wajah orang itu memerah.

'Sinting.' Pikir Chloe.

"Pergilah! Aku sedang kebingungan mengurus kedua temanku disini." Kata Chloe bersikap santai kembali.

"A-aku tak bisa. Aku disuruh mengalahkanmu disini. J-jadi... Sword dance."

"Uwaaah!!!" Chloe menghindari ribuan pedang yang terbang kearahnya.

"Requip. Black hammer." Dengan sangat cepat, orang itu merubah pakaiannya menjadi sebuah armor hitam dengan palu besar di tangannya.

"Ma-maafkan aku!"

Dum!!

---

"Rugido!" Gray menyemburkan api ke salah satu gargoyle yang berada paling dekat dengannya. Tapi, tampaknya serangan apinya tak mampu berbuat banyak.

"Sial. Batu pahat memang menang kalau melawan api." Umpat Gray sambil menggendong Vianna yang masih pingsan agar tak terluka.

"Ayo! Lagi! Lagi!" Tawa orang itu memenuhi ruangan dan membuat Gray semakin kesal.

Gray diserang oleh 5 gargoyle. Dan orang itu melindungi dirinya dengan seekor armadillo raksasa.

'Bagaimana sekarang? Pikir Gray! Pikir!'

Dan seperti sebuah mukjizat Tuhan, seperti bola lampu yang bersinar terang muncul di atas kepalanya, Gray mendapat ide cemerlang.

"Itu dia!" Ucap Gray dengan sebuah senyuman.

Gray menurunkan Vianna dan mengangkat kedua tangannya kearah musuhnya. Ia lalu merasakan kehangatan udara saat itu.

"Temperature controller. Mummy."

---

"Hammer."

Bam! Bam! Bam!

Sebuah palu raksasa berjatuhan mencoba menghantam Reine dan Lyra. Walaupun tak berhasil, menghindari palu itu sudah cukup menghabiskan tenaga.

Lyra sudah mencoba berbagai cara, begitu juga dengan Reine, tapi musuhnya seperti sekeras baja. Tak terluka sedikitpun, dan tak bicara sedikitpun.

Tiba-tiba, sebuah perangkap besi muncul dari dalam tanah dan hendak menghancurkan Lyra. Tapi, Lyra dengan kemampuan udaranya berhasil terbang dan melesat kencang menghindari besi tajam yang bertubi-tubi itu.

"Kak Reine, bisa beri aku waktu sekitar 1 menit?" Tanya Lyra.

"Oke, untuk apa?" Jawab Reine kembali maju menyerang musuhnya yang bertubuh tinggi itu.

"Tolong saja!"

Lyra mundur kebelakang dan mulai merapal mantra di udara. Ia menggenggam kedua tangannya dan meempatkan mereka di depan dadanya. Tiba-tiba, sebuah sayap yang besar berwarna putih dengan corak hijau terbuka di punggung kanan Lyra.

"I, the controller of the aera. Command! Aerial force."

---

Asap mengepul menutupi penglihatan. Para gargoyle sudah tak terlihat lagi karena mereka berubah menjadi tulang-tulang karena efek dari elemen api Gray.

"Berhasil?" Gumam Gray menajamkan penglihatannya.

"!!" Gray seketika membelalakkan matanya. Seekor naga biru mengelilingi tubuh seorang anak yang menjadi musuh Gray saat ini.

"Kakak mainnya curang!" Ucap anak itu setelah dirinya terlepas dari lilitan naga biru itu.

"Untung saja aku punya naga air ini yang melindungiku. Nah, sekarang," anak itu terdiam sejenak, "Thorns."

Seekor banteng bertanduk, rusa dengan tanduknya yang bercabang, dan badak bercula satu yang juga berukuran raksasa muncul di hadapan Gray dan ketiga binatang itu bersiap meluncur ke arah Gray.

'Sial!' Hanya itu yang bisa Gray pikirkan saat ini.

"Rugido." Gray mencoba menyemburkan api kearah banteng itu, tapi serangannya sama sekali tak membuahkan hasil. Naga air itu melindungi si banteng dan menepis api Gray.

'Naga merepotkan.'

"Oke. Bagaimana kalau ini? Pheonix."

Gray mengarahkan ratusan burung yang terselimuti api menuju kepala naga air itu. Walau tak berbuat banyak, itu sudah cukup untuk merusak tanduk si rusa yang besar dan menghancurkan seluruh benda di sekelilingnya.

Badak itu menghantam Gray dengan culanya. Banteng itu menginjak Gray dan membuat tanah sekitarnya retak. Rusa itu mengaum keras dan mengejar Gray yang berlari menghindar.

"Lava zone."

Gray membuat lantai yang ada dibawah binatang-binatang itu berubah menjadi kawah lava.

Groaa!! Rooaaarrr!!!

Banteng dan rusa itu tenggelam di dalam lava itu. Gray lalu mengarahkan ribuan burung api ke wajah si naga air. Tak berbuat banyak, tapi naga itu perlahan-lahan menguap dan lalu menjadi asap. Badak dengan culanya yang besar itu menyeruduk Gray yang lengah dan Gray terhantam dengan keras karena dirinya memeluk Vianna. Gray mengarahkan sebuah tombak api yang besar dan langsung menembus perut si badak. Ia menghilang menjadi asap.

Saat itu juga, Gray melihat kalau si penjinak hewan memegang dadanya dan berlutut kesakitan.

"Oi! Ada apa denganmu?" Tanya Gray yang sudah terlalu penasaran.

"Hah... hah... sialan kau! Kalau begitu, aku akan memberikanmu pertunjukkan terbaikku. Angel!" Orang itu memegang dadanya sambil mengarahkan tangan yang satunya keatas.

Sebuah lubang cahaya muncul dan mengeluarkan seorang malaikat bersayap empat, juga bertangan empat, dan berkepala dua, serta memegang dua tombak dan sebuah buku.

"Yang benar saja?! Malaikat macam apa itu?!"

---

Oksigen berubah menjadi racun yang berbahaya jika dihirup. Itulah kata Lyra setelah dirinya mengubah kadar oksigen menjadi gas beracun.

Lalu, kenapa Lyra dan Reine baik-baik saja walaupun oksigen sekitar mereka juga berubah menjadi gas berbahaya? Jawabannya satu: Reine membuat badannya terbungkus air dan bernapas melalui air tersebut. Lyra mudah saja, apapun yang masuk ke paru-parunya, tak akan berpengaruh pada kesehatannya.

Tetapi, musuh pengendali besi yang ada dihadapan mereka terjatuh dari ketinggian 20 meter.

Musuhnya terlihat tak bisa bernapas karena daritadi ia hanya memegangi leher dan dadanya, serta mengerang kesakitan.

"Kita sepertinya berhasil." Kata Reine membuat air yang menyelimutinya mengeluarkan gelembung.

"Aku juga berharap begitu." Jawab Lyra yang tak mendengar jelas apa yang Reine katakan.

Musuhnya masih mencoba untuk bernapas dan tetap saja tidak bisa. Tapi, musuhnya tiba-tiba saja mengeluarkan seringaiannya dan kembali berdiri tanpa terlihat lelah maupun sakit.

"Apa?! Bagaimana bisa?" Lyra terlihat kesal.

Orang itu bangkit kembali dan mendekat perlahan.

"Nona, biar kuberitahu anda satu hal. Aku adalah pengendali besi, sekaligus ahli penyucian." Kata musuhnya itu dengan suara beratnya.

"Ahli penyucian?"

"Ya. Hahaha! Aku tak menyangka kalau aku harus sejauh ini memakai kemampuan penyucianku untuk melawan kalian. Begini, penyucian memperbolehkan penggunanya untuk mengubah molekul, zat, atom, bahkan senyawa yang ada dimuka bumi ini."

"Kemampuan macam apa itu?!" Bentak Reine karena dirinya sama sekali belum pernah mengetahui tentang sihir ini.

"Ahli penyucian adalah sihir yang hanya bisa dimiliki orang yang mampu membunuh seluruh anggota keluarganya sendiri dengan tangan kosong." Jelas orang itu menyunggingkan senyum sinis.

"Namaku adalah Sera. Aku harap kau ingat nama itu baik-baik. Karena, sekali kau membuatku mengerahkan kemampuan penyucianku, tak ada alasan lagi bagi kalian untuk hidup." Kata Sera mengeluarkan wajah dinginnya.

"Lyra?" Reine melihat Lyra yang sedikit ketakutan dengan Sera. Sera sudah membunuh orang dengan tangan kosong dan korbannya adalah keluarganya sendiri. Wajar kalau Lyra merasa takut dengan Sera.

"Lyra!" Panggil Reine yang membuat Lyra tersadar.

"Kau kenapa? Jangan takut!" Kata Reine bersikap lebih serius.

"Kak. D-di-dia... s-sama." Kata Lyra terbata-bata mengeluarkan keringat dingin.

"Sama?"

"Dia sama... denganku."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top