29. Misery
Krsak!
Ribuan pasir menyelimuti tubuh Ervan, dan Lyra terus berusaha untuk mempertahankan dirinya untuk tidak terkena serangan Teckin.
"Memoria, interruptor."
Sebuah tangan raksasa muncul di atas Ervan dan mengepal menghantam tubuh Ervan sepenuhnya. Lyra mengucapkan beberapa mantra, dan Ervan terlihat baik-baik saja begitu tangan itu menghilang.
"Ahli penyucian, kau cukup merepotkan." Kata Teckin lalu menapakkan tangannya ke tanah.
"Memoria, trampa de cadena!"
Tiba-tiba, dari dalam tanah, muncul seperti bola raksasa yang langsung mengurung Lyra di dalamnya. Dan beberapa rantai langsung mengikat bola itu hingga rantainya terdengar melengking karena saling bersentuhan dengan bola yang terbuat dari besi itu. Bola itu langsung lenyap begitu saja seperti hologram dan Lyra tak terlihat lagi.
"Apa... apa yang kau lakukan?! Lyra!" Ervan berteriak lalu menembakkan lasernya kepada Teckin, tetapi Teckin dengan mudahnya membuat tameng yang menghalangi laser itu.
Ervan lalu menghentikan lasernya, dan tameng itu menghilang, Teckin tersenyum kecil, "Memoria, laser."
Laser yang baru saja Ervan keluarkan dari tangannya, kini keluar dari tangan Teckin dan balik menyerang Ervan.
Ervan mencoba menghindar, namun laser itu lebih cepat daripada gerakan kakinya. Dan alhasil, tangannya terkena dan terluka sangat parah. Ervan memegangi tangannya dan mengerang, rasa sakit menjalar di seluruh tubuhnya. Ervan berdiri kembali dan mencoba menahan rasa sakitnya. Ia menghela napas panjang.
"Yah, setidaknya aku sendirian. Dengan begini, aku bisa mengeluarkan kemampuanku 100%." Aura berwarna merah menyeruak keluar dari tubuh Ervan.
"Hah? Apa maksudmu?" Kata Teckin berkacak pinggang.
"Kalau biasanya, Sarah ada disisiku, aku akan menahan kekuatan asliku. Teckin, apa kau tau apa jenis sihirku?" Tanya Ervan membuka kedua tangannya.
"Cahaya." Kata Teckin pelan.
"Tidak, kau salah. Sihirku, boneka-bonekaku." Puluhan lubang berwarna hitam dengan sinar-sinar kecil berwarna ungu terbuka di dinding dan lantai di sekitar mereka. Dan di masing-masing lubang, ada belasan boneka kayu seukuran manusia yang keluar dengan berbagai bentuk dan rupa.
"Sihirku bukanlah cahaya. Tapi pengaplikasian boneka."
Teckin mengeraskan rahangnya, Ervan lalu menggerakkan jari-jarinya. Dan tiba-tiba, boneka-boneka itu sudah menyerang Teckin dengan macam-macam benda yang sudah dilengkapi di tubuh mereka.
"GARRGH! AARGHH!!" Teckin berteriak semakin kencang, tubuhnya terluka parah. Dan tak lama kemudian, sebuah boneka menariknya masuk ke dalam lubang di salah satu lantai.
"Pengaplikasian boneka, anti-sihir, pengatur dimensi ruang-waktu, ahli senjata. Dan sebuah tambahan, pembatalan kehendak." Tiba-tiba, dari sebuah lubang, Lyra keluar tak sadarkan diri. Ervan menggendong Lyra dan mengecek keadaannya, ia bernafas lega.
Seluruh boneka itu kembali masuk ke lubangnya dan lubang-lubang itu menutup.
Ervan berjalan pergi sambil menggendong Lyra menyusuri gedung, "Sial, usia hidupku,"
***
"Sarah?" Sarah terbangun begitu Reine memanggilnya berkali-kali.
"Reine?" Sarah memegangi kepalanya yang terasa sakit, "Lien?"
"... entahlah. Dia kabur setelah para makhluk putih itu hancur." Kata Reine sambil menengok ke luar dinding yang terbuat dari kaca.
Sarah menempelkan kedua jarinya di pelipisnya, "Hei, bagaimana keadaan kalian?"
"Sarah! Syukurlah kau baik-baik saja. Aku mencoba menghubungimu daritadi!" Suara Ervan terdengar dari seberang sana. Dan Sarah ikut bernafas lega.
"Aku hanya berkeliling, dan Lyra baru saja sadar."
"Yang lain? Leon? Kazuto?" Kata Reine sambil berjalan kembali bersama Sarah.
"Sstt! Aku mencoba... bersembunyi. Gray dan aku... kurasa ini ruangan Frost. Kuhubungi lagi nanti." Dan sambungan Sarah kepada Leon terputus.
"Kazuto? Chloe?" Sarah mencoba memanggil, namun tak ada jawaban.
"Hei! Apa kalian mendengarku?!" Sarah memperbesar suaranya.
"Ya... aku mendengarmu." Suara Chloe terdengar begitu kecil dan lemas.
"Chloe, Kazuto dimana? Keadaan kalian bagaimana?"
Chloe tak kunjung menjawab, Sarah saling bertatapan dengan Reine, mereka terlihat ketakutan sekaligus sedih, "Oh tidak. Chloe kau ada dima--"
Sambungan Chloe terputus. Dan Sarah tak bisa lagi menghubunginya.
"Reine..." Sarah memegangi Reine yang terjatuh, Reine tak bisa berhenti memikirkan kemungkinan terburuk dari yang Chloe katakan. Sarah mendekap Reine erat sambil terus berusaha untuk mencari keberadaan Kazuto dengan telepatinya.
***
"Oh, benarkah? Hah... kasian. Baiklah, terima kasih!" Kata Trish lalu memutuskan layar panggilan dari sebuah layar proyeksi yang ada di depannya.
Leon dan Gray mengendap-endap di bawah meja dan mendengarkan apa yang baru saja orang yang tadi Trish hubungi katakan. Mereka saling bertatapan dan tiba-tiba Leon menyenggol kaki meja hingga terdengar suara benturan kecil.
Trish menengokkan kepalanya, "Siapapun itu, keluarlah! Aku tak akan menggigit."
Setelah beberapa detik keheningan, Gray dan Leon keluar dan berdiri di balik meja yang ada di belakang Trish.
"Oh halo, Gray dan Leon, kan?" Kata Trish lalu melanjutkan kembali kerjaannya di layar proyeksi.
"Apa kau mendengar percakapan kami yang barusan?" Tanya Trish.
"... iya." Kata Gray pelan.
"Aku turut berduka. Dan bisakah kalian keluar dari sini? Aku akan senang jika bisa mengerjakan pekerjaanku sendirian."
"Dimana Frost?" Tanya Leon.
Trish menghentikan pekerjaannya, lalu membalikkan badannya melihat Leon dan Gray, "Seingatku, dia pergi atas atap, hm entahlah."
"Apa? Kau memberitahu kami begitu saja?" Tanya Gray setengah tak percaya.
"Oh tentu, aku hanya bekerja di sini, tak berpihak pada siapapun, dan hanya bekerja atas dasar perintah." Kata Trish.
Gray dan Leon menatapnya aneh, lalu hendak pergi dari ruangan itu. Tetapi tiba-tiba, dari layar proyeksi, muncul wajah Frost yang mengatakan, "Trish, siapapun yang memasuki ruanganku, selain dirimu dan aku, musnahkan."
"Ah begitukah, tentu, tuanku."
Tiba-tiba pintu tertutup dan ruangan menjadi gelap gulita. Gray dan Leon langsung saling memunggungi dan mencoba untuk tetap tenang.
"Magia arte, desierto."
***
Chloe berjalan menyusuri lorong yang gelap, dan ia membuka pintu di ujung lorong itu, dan begitu ia membuka pintu, sebuah ruangan yang sangat luas dan hampa dengan dinding berwarna biru memberikan Chloe pemandangan yang cukup tenang.
Chloe perlahan memasuki ruangan itu dan tiba-tiba saja, pintu tertutup dengan tiba-tiba. Di balik pintu, seorang dengan kaos berwarna putih dan celana panjang yang berwarna hitam. Chloe menatap orang itu dan ia memundurkan langkahnya.
"Vida mágica, resurrección." Orang itu mencakup kedua tangannya, dan tiba-tiba, sebuah peti mati berbentuk salib keluar dari sebuah lubang yang terbentuk di lantai.
Keringat mengalir di pelipis Chloe yang sedang melihat aura ungu yang keluar dari peti itu. Peti itu terbuka perlahan, dan asap keluar dari dalamnya.
Begitu asap itu menghilang, Chloe membelalakkan matanya lebar, Kazuto yang tertidur, memberikan Chloe pemandangan yang begitu mengejutkan baginya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top