2. The Saving

"Perasaanku saja atau kita memang sedang diawasi daritadi?" Kata Leon.

"Ya, aku menyadarinya. Dia bukan penduduk... kurasa." Kata Reine dan Chloe mengangguk.

Leon lalu menyentuh tanah dengan satu jarinya, "Bukan dia. Tapi mereka." Leon merasakan getaran di tanah yang terjadi karena pergerakan orang-orang yang berjalan.

"Mereka?" Chloe melepas hoodie mantelnya dan menatap jalanan dengan matanya yang tajam.

"6... 7... tidak, ada 9. 2 diantaranya aku yakin merupakan seorang petarung. Langkahnya yang berat dan getaran yang terjadi membuktikannya." Kata Leon kembali berdiri menghadap ke arah datangnya perkumpulan yang ia rasakan tadi.

***

Kazuto menyembunyikan kepalanya di balik dinding, begitu juga dengan Gray dan Lyra yang ditarik Kazuto. Suara tapakkan kaki dan juga suara air yang berciprat, membuat mereka bertiga bersembunyi di balik sebuah rumah yang beberapa bagiannya sudah hancur.

"3 orang. 2 laki-laki, 1 lagi mengenakan mantel yang besar. Aku tak dapat melihatnya dengan jelas." Kata Gray.

"Warga sekitar?" Tanya Lyra.

"Ayo cari tau." Kazuto mengepalkan tangan kanannya lalu membukanya kembali, beberapa kristal es terbentuk, dan es-es itu melayang mengikuti ketiga orang itu.

"Ini perjalanan yang cukup jauh! Perjalanan ini membuatku kelelahan, kakiku rasanya mau putus!"

"Tahanlah sedikit lagi. Kita akan sampai di markas. Kau bisa istirahat sepuasnya di sana. Lagipula, Tuan Frost tidak memberi kita waktu lama."

"Ia masih perlu untuk melakukan percobaannya. Dan yang kudengar, hanya ada 2 orang yang selamat dari percobaannya. Dan mereka itu saudara kembar."

"Ah, aku juga mendengar rumor itu. Adiknya yang cewek, dan kakaknya cowok. Benar?"

"Ya. Dan kurasa kita akan meluncurkan penyerangan pada desa ini dalam waktu dekat. Untuk mencari bahan-bahan percobaannya."

"Warga yang malang. Tak mengetahui bahwa rumahnya akan menjadi debu dalam waktu dekat."

Dan mereka bertiga tertawa diam-diam.

Kazuto yang mendengarnya dari sebuah kepingan es di samping telinganya, mencoba untuk menahan emosinya, walaupun hawa dingin sudah menyeruak keluar dari tubuhnya. Gray dan Lyra juga mencoba menahan dirinya mendengar apa yang baru saja orang-orang itu katakan tadi. Mereka bertiga terdiam di tempat itu dan mencoba memahami perkataan mereka bertiga.

***

Leon, Chloe, dan Reine setuju untuk menjauh dari kumpulan orang ini. Dan kembali ke rumah serta mencoba untuk mengacuhkannya. Karena di lain sisi, mereka akan ketahuan dalam waktu cepat dan mereka kalah jumlah. Hujan berhenti turun, dan bintang malam kembali menunjukkan cahayanya.

***

Mereka berenam kembali berkumpul di ruang keluarga rumah Oma Laine. Dan kali ini, tanpa adanya Khanz yang sedang bekerja seperti biasa di dunia nyata. Hanya ada Oma Laine yang menemani saat mereka di sana berbincang-bincang.

"Kembar?" Tanya Oma Laine merasa asing.

Gray mengangguk, sedangkan Oma menggelengkan kepalanya, tidak mengetahui apapun tentang hal itu.

"Dan kalian mendengar kalau desa itu akan segera dihancurkan?" Tanya Oma Laine berwajah serius.

"Benar. Salah satu orang asing itu berkata seperti apa yang baru saja Oma katakan. Aku tak tau bagaimana mereka akan melakukannya." Kata Kazuto bermain dengan seekor kucing yang ia temukan saat berada di desa tadi.

Chloe melihat Kazuto sedang bermain bersama kucing itu tanpa henti. Entah apa yang sedang berada di dalam pikirannya. Lucu, menggemaskan, aneh, konyol, atau hal-hal lainnya. Dan Lyra menyentil dahinya hingga Chloe terbangun dari lamunannya.

"Dengar apa yang tadi Oma katakan?" Tanya Lyra.

Chloe terdiam sejenak, "Tidak."

Lyra menghembuskan nafasnya. Dan Oma Laine melanjutkan perkataannya.

"Jadi, karena kalian juga yang mengetahui persis kejadiannya, aku ingin kalian untuk berjaga di desa itu selama seminggu kedepan. Ungsikan warga di sana. Dan kalian boleh melakukan apapun untuk mencegah desa itu dihancurkan. Dan kalian kali ini tak boleh berlebihan. Kalau kalian terlalu bersemangat hingga rumah-rumah itu hancur, sama dengan kalian yang menghancurkan desa itu." Kata Oma Laine.

Mereka semua mengangguk dengan mantap mendengar kata-kata Oma Laine.

Dan begitulah ceritanya, keesokan harinya, mereka bersiap-siap untuk kembali menuju desa itu.

"Leon?" Panggil Kazuto dari dalam kamar. Leon lalu memasuki kamar dan berkata, "Kenapa?"

"Kau punya baju lebih? Semua bajuku masih di luar dan basah gara-gara hujan kemarin." Kata Kazuto yang hanya mengenakan celana jeans panjang dan masih sibuk membongkar isi dari lemarinya.

"Mm-hm kurasa ada, kucari dulu." Leon lalu membuka lemari pakaiannya dan mengambil beberapa pakaian untuk Kazuto pakai.

Kazuto lalu mengambil salah satu baju itu dan menempelkannya di depan badannya.

"Bagus?" Tanya Kazuto.

Leon mengangguk, "Yap. Pas."

Kazuto lalu mengenakannya. Dan baju itu terlihat terlalu kecil untuk ukuran tubuh Kazuto. Leon memang lebih kecil di antara Gray dan Kazuto.

"Ah kecil ya? Aku tak punya baju yang lebih besar dari itu. Kecuali... kalau kau memakai ini," Leon mengambil sebuah kemeja putih yang ia pakai saat pesta di istana beberapa tahun lalu.

"Bukannya kau masih memakainya?" Tanya Kazuto.

"Oh, tidak. Kau tau, aku punya 1 tumpukan kemeja putih di dalam sana. Dan itu yg paling besar dan ukurannya memang tidak terlalu pas untukku."

Kazuto lalu mengenakannya, "Lumayan. Tapi akan susah bergerak dengan ini." Kata Kazuto.

"Kenapa tak minta pada Gray?"

"Yah, nasibnya sama denganku. Dan untungnya ia memiliki baju cadangan ayahnya di sini."

"Ah kau memang selalu tak beruntung." Leon tertawa kecil.

Kazuto lalu menarik kerah belakang baju temannya itu, "Jangan tertawa! Ayo, sudah ditunggu."

Kazuto dan Leon lalu turun menuju lantai bawah, saat Reine dan Oma Laine sedang menyiapkan sarapan untuk mereka semua.

"Wahh, Oma! Menu sarapannya enak sekali!" Leon sedikit berteriak dengan mata yang berbinar-binar.

Sontak Gray, Chloe, dan Lyra segera turun dari kamar mereka dan juga terlihat menanti-nantikan makan pagi mereka. Sebuah roti isi yang cukup besar dengan daging dan salad yang memiliki berbagai rasa.

"Kalian makanlah dulu, setelah ini kalian akan langsung pergi menuju desa itu. Dan karena saat ini sedang tidak hujan, kusarankan kalian untuk segera menuju ke sana secepatnya. Mungkin saja sebentar lagi akan turun hujan. Musim hujan begini memang susah diperkirakan." Kata Oma Laine masih dengan apron bermotif bunga-bunga yang dikenakannya.

"Siap, Oma!" Serentak mereka menjawab.

***

"Penduduknya melakukan kegiatan sehari-hari mereka." Kata Lyra melihat para penduduk desa bekerja.

"Apakah perlu kita ungsikan mereka semua?" Tanya Leon.

"Untuk saat ini, kurasa itu tidak diperlukan. Kita juga tak tau kapan mereka akan menyerang, atau apakah mereka akan kembali lalu menyerang desa ini." Kata Gray.

"Kata-katamu benar juga." Kata Kazuto merasakan teriknya matahari.

Mereka berenam lalu berjalan menyusuri desa, dan mendapati kalau para penduduk desa ini sangatlah ramah dan baik. Mereka bahkan diberi kesempatan untuk mencicipi makanan khas desa itu karena mereka diketahui merupakan penduduk asing di sana.

Zzing!

Mata Reine melebar, menahan rasa sakit yang menjalar. Sebuah bulatan kecil berwarna merah yang mengambang di udara mengeluarkan sebuah laser yang kecil dan cepat yang melukai Reine.

"Kak!" Gray lalu memegangi kakaknya yang hampir terjatuh. Seluruh penduduk desa panik, sebuah tank kerajaan dan juga 2 orang yang mengendarai motor datang dari arah selatan. Tank itu lalu mengeluarkan tiga buah senapan, machine gun. Dan menembakkan peluru ke segala arah penjuru.

"Muro de escudos!" Kazuto membuat sebuah dinding raksasa yang menutupi seluruh bagian selatan desa.

"Leon!" Kazuto memerintahkan, dan Leon dengan sigap menapakkan telapak tangannya ke atas tanah.

"Agujero de gusanos!" Para penduduk terjatuh ke puluhan lubang di tanah dan langsung terperosot ke dalam tanah.

"Lyra, bawa Kak Reine untuk sementara, biarkan ia memulihkan dirinya." Kata Gray dan Lyra bersama Reine ikut masuk ke dalam sebuah lubang yang Leon buat.

"Kazuto, kau tak apa?" Tanya Leon.

Kazuto masih dengan posisinya menahan dinding yang ia buat. Kaki dan tangannya menahan dengan keras dan keringat mengaliri tubuhnya. Dinding yang ia buat terlalu besar dan tebal, dan ia masih mencoba menahan dinding itu untuk tetap berdiri.

"Hah... hah... te... tenagaku... hah... hah... aku tak... akan tahan lebih lama..."

Disaat yang sama, sebuah bulatan berwarna merah terbentuk di sebelah kiri bahu Kazuto, dan dengan sangat cepat, bulatan itu menembakkan lasernya tepat di bagian lengan kiri Kazuto.

"Aarghh!!" Kazuto tak bisa menahan posisinya, dan dinding yang ia buat hancur menjadi kepingan es kecil.

"Kazuto! Sial!" Leon lalu menatap tank tadi dan menapakkan tangannya.

"La boca de la tierra." Sebuah lubang yang sangat besar terbuat di bawah tank itu dan langsung membuat tank berwarna hijau dan merah itu terjatuh.

Kedua orang yang tadi datang bersama tank itu sedikit terlihat terkejut. Seluruh lubang yang terbuat di desa lalu tertutup. Kini, hanya ada 4 dari mereka dan 2 musuh di depannya.

Sedangkan di bawah tanah, Reine dan Lyra menatap tank yang baru saja terjatuh membuat tanah bergetar dengan sangat keras. Lyra menyunggingkan senyumnya dan mengangguk.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top