11. Anger
Kraush!
Kazuto mengunyah apel merah yang Omanya berikan. Matanya mengikuti Leon yang berjalan kesana kemari mengitari ruangan Kazuto dan ruang tamu di kamar rumah sakit bernomor 210 itu. Kazuto sesekali tersenyum cekikikan melihat Leon.
"Kau ngapain?" Tanya Kazuto setelah menelan apelnya.
"Bosan." Jawab Leon singkat.
Kazuto mengambil sebuah apel lagi dan juga sebuah pisau lalu melemparkan apel itu pada Leon, juga menyodorkan pisaunya.
"Kupaskan!" Kazuto tertawa kecil dan Gray yang baru saja masuk ke kamar Kazuto langsung tersenyum tipis.
Leon hanya mendengus kecil lalu mengupaskan apel itu.
"Nah, bagaimana keadaanmu?" Tanya Gray menaruh sebuah tas kecil di meja sebelah ranjang Kazuto.
"Membaik. Tak separah kemarin." Kata Kazuto.
"Matamu?" Tanya Gray.
"Hm, kata dokter, ini tidak bisa disembuhkan lagi dengan mudah. Sayatannya terlalu dalam dan merusak sel-sel didalamnya." Kata Kazuto.
"Mana yang lain?" Tanya Kazuto sambil membuka tas yang Gray bawa tadi.
"Tadi sedang membersihkan rumah. Debunya banyak sekali." Kata Gray duduk di sofa dan melepas jaketnya.
"Ya kalau begitu, kurasa aku akan membersihkan diri dulu." Kazuto beranjak dari ranjangnya lalu pergi ke kamar mandi dengan membawa tas tadi.
"Butuh bantuan?" Tanya Leon.
"Darimu? Tidak, aku sudah cukup melihatmu telanjang, dan kini aku tak mau mempermalukan diriku." Kata Kazuto.
Cklik!
Suara pintu terkunci terdengar, Gray dan Leon saling memandang.
"Bukankah dia sehat?" Kata Gray.
"Dia menikmati ini." Jawab Leon sambil membuang kulit apel yang tadi ia kupas.
***
Ervan dan Sarah berdiri di tengah ruangan. Frost duduk di kursinya sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di meja. Mukanya terlihat sedikit marah. Mata Sarah berubah menjadi berwarna hijau terang dan kembali lagi menjadi biru.
Ervan melihatnya dan menghela nafas. Sarah menggeleng kecil.
"Jadi, kenapa aku panggil kalian kesini? Untuk saat ini, seperti biasa kita akan mencari bahan yang diperlukan. Mengerti? Aku sudah memberikan peta lokasinya pada Gian." Kata Frost berpangku dagu pada tangannya.
"Ya, Tuanku." Mereka berdua membungkuk lalu pergi meninggalkan ruangan Frost.
Ervan dan Sarah mempercepat langkahnya.
"Sedikit." Sarah berkata.
"Apa?" Ervan menghentikan langkahnya, begitu juga dengan Sarah.
"Aku membaca sebuah kata dan mencoba merangkainya." Kata Sarah kembali berjalan.
***
Crsss..
Air hangat membasahi tubuh Kazuto. Ia terdiam di bawah pancuran air itu sudah hampir 15 menit lamanya. Ia mengusap-usap lengan kirinya yang terukir dengan garis hitam yang melintasi seluruh tangan kirinya. Ia mematikan kran airnya, lalu mengambil handuk.
Kazuto keluar dari kamar mandi mengenakan sebuah kaos putih dan celana pendek. Gray dan Leon memandangnya. Handuk Kazuto masih tergantung di kepalanya mengeringkan rambutnya.
Kazuto terdiam sambil membalas pandang Leon dan Gray yang kini saling berpandangan.
Kazuto menaikkan kedua pundaknya, "Apa?"
Leon menggeleng. Kazuto menaruh handuknya dan meregangkan tubuhnya.
"Kau tidak benar-benar sakit, kan?" Kata Gray.
Kazuto menggeleng, "Oma yang menyuruhku untuk beristirahat di sini. Bukan keinginanku sendiri." Kata Kazuto lalu menyalakan televisi.
'Terima kasih kare--'
Klik!
'Kamu lucu sekali! Mirip sepe--'
Klik!
'Puluhan tulisan yang bertuliskan 'Aku dapat Chloe' , tersebar di seluruh kota.' Leon dan Gray langsung menengok ke arah Televisi dan Kazuto membelalakkan matanya.
'Tulisan ini tersebar di sudut kota dan juga ditulis menggunakan darah. Aparat keamanan sedang mengusut kasus ini dan kami sudah mencoba bertanya pada warga sekitar. Selebihnya, akan kami beritau pada informasi selanjutnya.' Kazuto menelan ludahnya, tenggorokannya terasa sangat kering dan kakinya gemetar.
'Berita kedua. Sebuah mobil berwarna merah terperosok ke dalam jurang dan paramedis sudah menyelamatkan kedua orang yang berada di dalam mobil itu. Keduanya tidak terluka parah, tetapi tetap harus dirawat di--'
Bzzt!
"Itu Oma dan Lyra. Mereka yang terperosok di tv tadi!" Kata Gray dengan mata yang melebar.
Kazuto menundukkan kepalanya, aura dingin keluar dari tubuhnya, matanya berubah menjadi warna keabuan, dinding ruangan menjadi membeku akibat Kazuto, Leon dan Gray mengeluarkan asap setiap kali mereka bernafas, mereka berdua mengusap-usap tubuhnya sendiri dan menggigil.
"Kazuto?!" Leon menghampiri Kazuto lalu menepuk pundaknya. Kazuto tak bergeming, rambutnya berkibar karena angin yang masuk dari jendela ruangannya. Kazuto turun dari ranjangnya dan membuka pintu menuju balkon. Tangan Kazuto mengeluarkan hawa dingin berwarna biru. Ia lalu menaikkan kakinya dan melompat setinggi mungkin.
"Kazuto!!" Gray berteriak seraya Kazuto melompat dari tumpukan es yang ia buat di udara dan menjauh kembali menuju kurungannya.
"Tidak tidak ini tidak baik! Leon, kau pergilah ke bawah! Tanyakan apakah Oma dan Lyra sudah masuk ke rumah sakit ini atau tidak. Aku akan menyusulnya!" Gray lalu terbang dengan membuat sebuah api seperti jet di kakinya, melaju mengejar Kazuto yang sangat cepat.
Leon segera menuruni tangga dan bertanya pada resepsionis. Gray melaju dan melihat Kazuto dari kejauhan semakin cepat.
Gray terbang dengan kecepatan tinggi, mengejar Kazuto yang semakin dekat dengan kediaman Frost. Dan begitu Kazuto melihat gedung Frost, ia langsung menembus memecahkan kaca dan mendarat dengan sempurna.
Gray melaju dan,
DAKK!
Gray meringis kesakitan. Sebuah pelindung tak terlihat telah mengelilingi gedung Frost. Gray tak bisa masuk lebih jauh.
"KAZUTO! KAZUTO!! KAZUTOO!!" Gray memanggil-manggil, tapi jawaban dari Kazuto tak kunjung datang.
Rambut hitam Gray tertiup angin dan ia memundurkan tubuhnya beberapa meter dari pelindung itu. Gray menarik nafas sedalam mungkin dan membuka mulutnya, "ROAARR!!"
Semburan apinya sama sekali tak berpengaruh pada pelindung itu. Ia menghentikan apinya, lalu berpikir lebih keras.
Sementara itu, Kazuto sudah berjalan dengan sangat cepat melewati lorong-lorong, dan hawa dinginnya menyebabkan seluruh dinding lorong itu membeku. Dan di salah satu ujung lorong itu, ia melihat sebuah pintu dan Sarah masuk ke dalamnya. Tanpa berpikir panjang, Kazuto berlari dan masuk ke dalam pintu itu.
Gray menembus tanah basah dan mendapati bahwa lorong yang ia gunakan kemarin untuk menyelamatkan Kazuto masih terhubung dengan ruang bawah tanah. Ia lalu menelusuri lorong itu dan dengan cepat ia sampai di salah satu lorong yang Leon sempat lubangi dan tersembunyi di antara berbagai benda-benda usang. Gray lalu berjalan dengan perlahan menelusuri lorong itu, tak mengharapkan siapapun kecuali Kazuto untuk bertemu dengannya.
Kazuto membuka pintu itu, dan tak ada siapapun di dalamnya. Matanya yang berwarna keabuan lalu menengok ke belakangnya. Dan seseorang yang mengenakan celana panjang, sebuah rompi, dan juga sebuah rambut panjang yang diikat satu melihat Kazuto. Matanya sipit dengan telinganya tertindik. Kazuto menatap orang itu dengan sangat tidak senang.
"Mana Chloe?" Tanya Kazuto dengan suara yang geram.
Orang itu tersenyum, menunjukkan tulang pipinya yang semakin tampak begitu ia tersenyum. Bahunya ia naikkan sedikit, "Tak tau."
Gray melihat lorong yang penuh dengan es, ia lalu mengikuti lorong itu dan sampai di tempat dimana Kazuto dan seseorang yang tak ia kenal sedang saling berpandangan.
Orang itu menjentikkan jarinya, dan tiba-tiba saja, sebuah laser berwarna keunguan menembus jantung Kazuto. Kazuto yang tak menyadari hal itu membelalakkan matanya. Mulutnya mengeluarkan darah, dan lubang di jantungnya mengeluarkan sangat banyak darah. Kazuto terjatuh, matanya berubah kembali menjadi warna biru. Gray berubah menjadi pucat, dan kakinya memaksanya untuk berlari meraih tubuh Kazuto.
"Gra..."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top