00. 49

Keduanya berakhir tertidur di kursi seperti sofa yang tergeletak di atas rerumputan dari taman buatan apartemen Jungkook. Setelah semalam menghabiskan waktu, makan malam dan menciptakan kehangatan, mereka tertidur begitu saja sembari memberikan kehangatan lewat pelukan.
 
Matahari belum terlalu menampakkan diri, mengingat waktu yang masih begitu pagi. Terlebih, taman Jungkook memiliki atap transparan yang tidak sepenuhnya terkena cahaya terik, sehingga mereka sama sekali tidak terusik.
 
Bahkan kala keduanya tidak menyadari kini menjadi tontonan dari pasangan paruh baya dengan satu koper yang ada di hadapannya. Keduanya saling menatap sebelum kembali menoleh ke arah sepasang kekasih yang katanya sudah tunangan.
 
Pria yang umurnya tidak muda lagi itu—Choi Minso—memilih untuk menghembuskan napas kasar. “Putramu itu memang berbuat semaunya. Aku tidak habis pikir saja.” Tatapan dingin begitu tampak, tetapi berbeda dengan wanita disebelahnya yang tidak lain adalah istrinya—Hui Zizi—tersenyum lebar.
 
“Kau seperti tidak mengenalnya. Biarkan saja, ini hidupnya, bukan? Aku akan memasak saja dulu. Sepertinya, mereka kelelahan dan semalam melakukan aktivitas yang menguras tenaga,” ucap Zizi. Jika sudah seperti itu, Minso tidak bisa berkata apa lagi. Ia bahkan beranjak meninggalkan area itu bersama dengan istrinya—keduanya membiarkan sepasang kekasih tersebut untuk beristirahat.
 
Namun, tidak berselang lama, Jihyo terbangun dari alam bawah sadar. Kedua mata bulatnya menyipit, berusaha membuatnya beradaptasi dengan keadaan sekitar dan terkejut melihat posisinya dengan Jungkook yang tidak melepas rangkulan dari tubuhnya dan ia menjadikan Jungkook sebagai sandaran kepalanya. Jihyo akui, tidurnya sangat nyenyak hingga tidak menyadari akan menginap di apartemen Jungkook.
 
Semalam, mereka hanya melakukan pesta kecil, hanya berdua saja. Tidak lebih atau mengarah ke hal yang mesum. Akan tetapi, Jihyo serasa tidak bisa menahan otaknya yang mulai berpikir mesum kala melihat Jungkook begitu leluasa dan begitu dekat—nyatanya sangat tampan dan manis.
 
Tidak ia sadari, nalurinya menuntun jemarinya untuk meraba wajah tampan itu. Begitu lembut ia lakukan, berusaha agar Jungkook tidak terganggu. Namun ternyata, ia sia-sia karena mata yang sebelumnya terpejam kini terbuka secara perlahan. Bahkan langsung menerkam manik Jihyo yang kini terkejut akibat ketahuan.
 
“I—tu, ak—aku—“
 
“Apa aku setampan itu, Sayang?” Pertanyaan yang membuat Jihyo merona. Ia dibuat salah tingkah karena itu, hendak menjawab tetapi suara bising dari dalam rumah membuatnya keduanya mengalihkan amatan.
 
“Apa ada seseorang yang bertamu?” Tetapi Jungkook menggelengkan kepala.
 
“Aku tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam rumahku. Pembersihan juga hanya dilakukan setiap hari minggu dan ....” Jungkook tidak lagi melanjutkan ucapannya. Terdengar sangat menjengkelkan, bahkan kala Jungkook langsung bangkit seraya membantu Jihyo untuk berdiri.
 
“Dan apa? Kenapa tidak Master lanjutkan? Apa ada sesuatu yang terjadi?” Jungkook hanya menggelengkan kepala. Tidak memberikan penjelasan lebih. Kali ini, Jungkook langsung menarik Jihyo untuk sejajar dengannya. Mereka hendak ke arah sumber suara yang terdapat di dalam dapur.
 
Hanya membutuhkan beberapa saat, mereka pun tiba di daerah dapur. Keduanya langsung membeku melihat pemandangan di depan mata.
 
“Eh, kalian sudah bangun? Bergabunglah dengan Ayahmu di meja makan. Ibu akan menyajikan ini,” ucap Zizi yang memegang nampan berisi beberapa roti panggang yang terdapat beberapa rasa seperti; keju, cokelat dan strowberry serta teko yang berisi cokelat hangat.
 
Mendengar itu, langsung membuat tubuh Jihyo menegang. Ayahmu. Apa wanita itu adalah ibu Jungkook dan tidak jauh dari keberadaan mereka, Jihyo dapat melihat pria paruh baya yang sepertinya adalah ayah Jungkook
 
“Kapan ibu tiba? Kenapa sama sekali tidak mengabari?” tanya Jungkook sembari mendekat ke arah ibunya, tidak lupa membawa Jihyo turut serta dengannya—Jungkook terus menggenggam jemari lembut itu.
 
“Ingin memberikan kejutan, tetapi kitalah yang mendapatkan kejutan,” ucap Minso dengan dingin. Pria tua itu menatap Jungkook dan Jihyo secara bergantian.
 
“Akan tetapi, itu baik daripada harus menghubungimu, Nak. Nyatanya kalian sedang berpesta dan menghabiskan waktu berdua. Hampir saja kita mengganggu!” sahut Zizi. Jihyo menggelengkan kepala dan Jungkook hanya tersenyum tipis.
 
“Ya, kita memang sudah menghabiskan malam.” Jungkook tersenyum kepada ibunya.
 
“Sudah, kalian duduklah. Kita akan sarapan dan ibu hanya bisa membuat ini. Kulkasmu perlu diisi,” ucap Zizi dengan pelan seraya menuangkan teko berisi cokelat hangat ke cangkir suaminya.
 
“Mast—“
 
“Duduk Sayangku.” Sambil menuntun Jihyo duduk di sampingnya lalu sedikit menunduk—mensejajarkan tubuh agar bibirnya bisa berada di dekat telinga Jihyo. “Di depan mereka apa kau akan memanggilku Master, hm?”
 
Benar juga! Namun, Jihyo tidak tahu harus memanggil Jungkook dengan apa? Memanggil nama terdengar sangat tidak sopan. Apakah perlu memanggil Sayang juga?
 
Sepeninggalnya Jungkook untuk duduk di sampingnya, membuat Jihyo terpikir akan itu. Ia bingung sendiri dan melihat Jungkook yang hendak meraih teko untuk diseduhnya, ia bangkit lalu mengambil alih. “Biar aku saja, Sayang.”
 
Manis sekali. Jungkook terasa bahagia dan menang kala Jihyo memanggilnya seperti itu. Pria itu memilih untuk membiarkan gadisnya melakukan keinginannya dan hal itu tidak luput dari pandangan Zizi maupun Minso.  Bahkan kala Jihyo kembali pada duduknya kemudian mulai untuk sarapan, kedua orang tua itu masih memberikan tatapan yang tidak bisa dimengerti Jihyo.
 
Jihyo merasa ditelan bulat-bulat oleh mereka berdua. Ia tidak berkutik, tidak tahu harus berkata apa. Semuanya di luar dari dugaannya—Jihyo belum siap berhadapan dengan mereka. Terlebih bagaimana dirinya saat ini.
 
Memahami keadaan yang membuat sang kekasih canggung, Jungkook berdeham lalu memberikan amatan pada kedua orangtuanya.  “Ibu, gadis di sampingku adalah Shin Jihyo. Akan kunikahi secepatnya.” Perkenalan yang membuat Jihyo semakin tegang.
 
Namun, Jihyo mencoba untuk tenang walau susah. Ia bangkit dan memberikan sapaan. “Nama saya Shin Jihyo dan saya meminta maaf kalau membuat kalian tidak nyaman.” Entah apa yang dipikirkan Jihyo, tetapi kalimat itulah yang keluar.
 
Zizi lantas menggeleng. “Jangan seperti itu, Nak. Kami bukannya tidak nyaman, tetapi kami hanya masih terkejut jika si bungsu akhirnya mengakhiri masa lajangnya,” ucapnya dengan lembut. Jihyo sebenarnya sedikit bingung melihatnya karena ibu Jungkook tidak seperti yang banyak orang katakan sesama kuliah. Sepertinya mulut para penggosip harus diberi pelajaran.
 
Namun, Minso langsung menatap ke arah Jungkook. “Buru-buru sekali. Apa ada yang terjadi selain kasus tabrak lari itu?” Tentu, berita itu dapat menyebar hingga ke orang tua Jungkook pastinya. Mereka khawatir, tetapi Jungkook mampu memberikan mereka keyakinan jika ia baik-baik saja.
 
Jungkook spontan menggelengkan kepala atas pertanyaan yang sebenarnya terdengar ambigu. “Hanya ingin memberikan kejelasan hubungan pada kekasihku dan aku sudah tidak ingin menunggu lama.”
 
“Kalian sudah tinggal seatap? Berapa lama?” Minso kembali bertanya. Terdengar aneh.
 
“Tidak, Jihyo menginap hari ini karena pesta semalam dan kami bahkan belum pernah sampai melakukan sesuatu yang lebih jauh. Sepertinya Ayah berpikir sampai sana karena aku yang mendadak ingin menikah.” Minso diam mendengar penuturan putranya. Diamnya sang ayah, tentu membuat Jungkook paham. Ia tidak akan membuat kesalahpahaman terjadi.
 
“Aku akan menikahi Jihyo secepatnya. Akan kudiskusikan dengan kedua orang tuanya dan kakek juga tidak mempermasalahkan ini. Kuharap kalian tidak mempermasalahkan soal pilihan hidupku, dengan siapa aku akan menghabiskan seumur hidupku,” ucap Jungkook dengan dingin—menatap lekat ayahnya yang masih diam.
 
Melihat suasana yang tegang, Zizi memegang punggung tangan suaminya. “Kami tidak akan mempermasalahkannya, Nak. Buat kebahagiaanmu sendiri dan kami akan membantu untuk persiapan pernikahan kalian. Kebetulan kami sedang libur,” ucap Zizi dengan senyumannya.
 
Setidaknya, ungkapan sang ibu membuat Jungkook tenang. Walau ia bisa melihat Jihyo masih diam membeku—ia seperti bingung dengan keadaan sekarang.
 
“Ya, kami tidak masalah.” Hanya itu yang dikatakan Minso sebelum kembali pada sarapannya. Sementara Zizi, langsung menoleh ke arah Jihyo yang diam saja sejak tadi.
 
“Nak Jihyo, jangan gugup, ya. Santai saja. Kita akan menjadi keluarga. Kau akan menjadi menantu kami.”
 
Dengan perlahan, Jihyo mengangguk dengan amatannya mengarah pada Zizi. “Terima kasih, Bibi—“
 
“Kau akan menjadi menantu keluarga Shin. Seharusnya kau memanggil kami seperti yang Jungkook lakukan.”
 
Tentu Jihyo terkejut dengan seseorang yang memangkas perkataannya. Jika itu Zizi, ia sudah bisa menebak tetapi nyatanya itu adalah Minso. Apakah Jihyo sudah mendapatkan restu?
 
Dengan spontan, Jungkook mendekat ke arah Jihyo yang mengangguk pelan dengan wajah lucunya. “Kau menang, Sayangku. Selamat, kau akan menjadi bagian dari keluarga Shin.”

Tbc.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top