00. 25
Waktu terus saja berputar, tetapi ia tidak bisa tertidur dan terus memikirkan apa yang sudah terjadi beberapa waktu yang lalu. Jihyo tidak berhenti tersipu malu di atas kasurnya.
Sebuah pengakuan yang membuat jantungnya terus berdebar tidak karuan. Rasa-rasanya, mungkin akan melepaskan diri detik itu juga.
“Ya Tuhan. Kenapa semuanya terasa mimpi?” gumam Jihyo lantas memberikan tepukan ringan pada pipinya.
Ia masih tidak menyangka. Kini ia telah menjadi kekasih Choi Jungkook—idolanya semasa kuliah dulu. Jihyo lalu memejamkan matanya, ingatan itu kembali menyeruak di pikirannya.
“Master bercanda’kan?”
“Aku serius, Jihyo. Aku menyukaimu. Aku bahkan bingung sejak kapan menyukaimu dan aku berharap kau juga menyukaiku, tetapi jika memang kau tidak menyukaiku, aku akan membuatmu menyukaiku,” kata Jungkook dengan serius. Jihyo langsung menghentikan tawanya dan seketika ia merasakan jantungnya seketika berdebar tidak karuan. Belum lagi, Jungkook sejak tadi menggenggam jemarinya.
Jihyo terlihat gelagapan. Ia bingung untuk bereaksi seperti apa setelah mendapati pengakuan seperti itu. Setelah apa yang terjadi saat sesi makan malam.
Jungkook mengerti kebingungan Jihyo. Ia hanya tersenyum tipis dan terlihat manis. “Kau bisa memikirkannya. Aku akan menunggu jawaban darimu. Ya, jangan lama-lama juga—“
“Aku juga menyukaimu, Master. Aku mencintaimu dan itu bahkan saat Master masih menjadi senior di kampus,” kata Jihyo cepat—memotong tutur kata Jungkook. Tetapi buru-buru menutup kedua bibirnya dengan tangan.
Alhasil, Jungkook menerbitkan senyum manisnya pada Jihyo. Dengan kedua tangan yang masih tergenggam amat erat. “Serius? Apa aku tidak salah dengar?”
Oh. Mendengar itu, membuat Jihyo menghembuskan napas pelan dengan pipi yang merona. Sungguh, agak memalukan jika ia mengulang kalimatnya.
“Master, itu, aku ....” Jihyo langsung menutup wajahnya dengan kedua jemarinya. “Yak! Aku malu.”
Astaga. Jungkook langsung tergelak dibuatnya. Bagi Jungkook, Jihyo sangat menggemaskan jika sedang malu. Ia pun memilih menuntun jemarinya untuk mengusap pucuk rambut Jihyo dengan lembut.
“Baiklah, tetapi kau harus mengingat satu hal, Jihyo. Jungkook, panggil namaku jika kita hanya berdua saja. Bahkan tidak masalah juga kalau memanggil namaku setiap saat,” katanya.
Kesekian kalinya, Jihyo merasakan pipinya sangat merona. Ia sungguh merasa sangat gugup. Terlebih jarak mereka yang kini mulai dekat. Perlahan, Jihyo mengangguk sembari menurunkan jemarinya. Diwaktu bersamaan, Jungkook memajukan wajahnya dengan senyum yang tidak pudar dan Jihyo langsung memejamkan matanya dengan pelan.
“Kak, kau melihat ponselku? Oh, shit! Aku minta maaf!”
Alhasil, Jihyo yang mengingat akhirnya menggeram kesal pada Yeonjun yang langsung berada di antara ia dengan Jungkook. Rasa kesal dan malu tercampur menjadi satu. Ia rasa-rasanya ingin menggantung Yeonjun di pohon yang berada di depan rumah.
“Menyebalkan sekali,” ucap Jihyo mencoba tenang. Di waktu bersamaan, terdengar ketukan pada pintu kamarnya yang diiringi dengan seorang wanita masuk ke dalam kamarnya.
“Ibu?”
Yumi tersenyum lebar. “Apa ibu mengganggumu, sayang?”
Dengan cepat, Jihyo menggelengkan kepalanya. “Tidak sama sekali. Kebetulan, aku juga belum bisa tidur. Ibu masuk saja ke dalam kamarku.”
Alhasil, Yumi menarik langkah mendekati putri sulungnya setelah menutup pintu kamar, lalu duduk di atas kasur—tepat di samping Jihyo yang tengah berbaring. Jihyo yang sedang memiliki suasana hati yang cukup baik, memilih menidurkan kepalanya di atas paha ibunya. Wanita yang sangat ia sayangi.
“Kenapa belum tidur, hem?” tanya Yumi. Tidak lupa mengusap rambut Jihyo dengan lembut.
Helaan napas sontak terdengar dengan jelas. “Entahlah, Ibu. Mungkin karena efek dari aku yang tidur hampir seharian sehingga berjaga seperti kelelawar sekarang ini. Menyulitkan saja.” Sambil mengembungkan wajahnya dengan cemberut.
Yumi tertawa kecil. “Kau bisa saja, sayang. Akan tetapi, sepertinya bukan karena itu.”
“Maksud ibu?’’
“Ya sederhana. Kau’kan baru bertemu dengan kekasihmu lagi. Bukankah itu cerita yang sangat manis dan membuatmu terus tersipu?” ucap Yumi yang memang ingin menggoda putrinya. Bahkan, Yumi langsung menggelitik pinggang Jihyo yang membuat gadis itu merasa tidak nyaman—lebih tepatnya merasa geli.
“Ibu! Apa yang ibu katakan? Dan ibu, itu sangat geli! Ibu ....”
Yumi pun tertawa akan Jihyo yang mencoba menjauhinya. Lihat saja, Jihyo sudah membuat jarak dan kini tidak lagi berbaring.
“Tapi ibu benar’kan? Kau tidak perlu mengelak! Dulu ibu juga seperti itu, tetapi ibu hanya heran, kenapa kau sama sekali tidak pernah bercerita soal ini? Ibu kira putri ibu yang cantik ini tidak menarik di mata pria karena keseringan menyendiri,” kata Yumi yang kembali menggoda Jihyo.
Jihyo tidak tahan. Bisa-bisa, ia akan berakhir menjadi seperti kepiting rebus. Memerah karena menahan malu. Lagipula, kenapa ibunya tiba-tiba seperti ini dan membuatnya kehabisan kata-kata untuk mengelak?
***
Hari ini, Jihyo bangun lumayan cepat. Mendahului Yeonjun yang belum memperlihatkan tanda-tanda jika ia masih hidup. Entah, ia merasa tiba-tiba ingin bangun saja dan saat ingin kembali memejamkan mata, otaknya tidak ingin bekerja sama dan memberikan perintah untuk keluar dari kamar, hingga ia berakhir di dapur. Tempat di mana ibu dan bibinya sedang menyiapkan sarapan.
Omong-omong soal bibinya, wanita itu terus menyindir dan secara terang-terangan mengatakan ketidaksukaannya. Jihyo sudah menebak sebelumnya, mengingat rencana untuk menjodohkan putrinya dengan Jungkook tidak berhasil.
“Entah apa yang anakmu miliki, Yumi. Padahal, Sihye lebih unggul,” katanya saat Jihyo sedang memunggunginya. Ia tengah melepas dahaganya. Rasa-rasanya, Jihyo ingin menyemburkan isi mulutnya tepat ke wajah wanita dengan riasan tebal itu.
‘Dasar badut!’ umpatnya dalam hati. Ia tidak menimpali secara terang-terangan, takut akan terjadi perang dunia kedua di rumah ini. Itu kenapa, Jihyo hanya merotasikan bola matanya dengan malas dan mengamati ibunya yang memilih diam dengan senyumannya. ‘Ibu seperti tertekan karena ocehan wanita ini!’
Jihyo prihatin dengan ibunya. Akan tetapi, amatannya tiba-tiba teralihkan kala ponsel yang ia bawa tiba-tiba saja berdering. Saat memastikan itu, itu adalah panggilan dari Jungkook. Alisnya spontan bertaut. “Sepagi ini?”
Alhasil, Jihyo mengabaikan perkataan bibinya dan memilih menjawab panggilan dari Jungkook. Masih memilih berdiri di tempatnya karena rasa malas untuk mencari tempat. Lagi pula, biarkan bibinya mendengar pembicaraannya dengan Jungkoook.
“Halo, ada apa?” ucap Jihyo sebagai sapaan.
Jihyo belum mendapatkan jawaban. Hanya terdengar helaan napas yang membuat tubuh Jihyo langsung merinding. Kenapa ia terkesan sangat labil sekarang?
“Hm, apa hari ini kau sibuk?”
Suara Jungkook menari-nari di kepalanya. Suara yang terdengar merdu karena terdengar berbeda dari sebelumnya. Jihyo pun bisa menebak jika pria itu pasti baru bangun. Terlebih dahulu, Jihyo melirik ke belakang. Ia bisa melihat bibinya yang ingin tahu akan percakapannya dengan Jungkook. Jihyo mencoba tidak peduli.
“Tidak. Kenapa?”
“Baiklah. Kalau begitu, aku akan menjemputmu jam 9 nanti. Kita akan jalan-jalan, tetapi aku membawa Misun. Apa itu menganggumu?” tanyanya. Terdengar tidak enak.
Tentu saja, Jihyo tidak mempermasalahkannya. Apalagi Misun yang tidak seperti dengan Yeonjun yang selalu membuat kepalanya mendidih. Belum lagi, ia memang memiliki janji kepada Misun pada waktu itu sehingga ia tidak merasa keberatan.
“Tidak masalah. Kalau begitu aku akan menunggumu jam 9 nanti,” kata Jihyo final.
“Oke. Sampai jumpa nanti, sayang.”
Mendengar kata itu, membuat kedua mata Jihyo melotot. Sayang? Tidakkah Jungkook mengatakan itu untuk pertama kalinya. Sungguh, ia sangat terkejut. Belum sempat ia memberikan balasan, sambungan teleponnya dimatikan secara pihak. Seakan-akan Jungkook tahu ia sedang merona saat ini. Alhasil, Jihyo langsung bergegas ke kamarnya untuk menetralkan dirinya. Mengabaikan tatapan heran baik dari ibu dan bibinya.
Tbc.
Helloww~~ aku update dan maaf kalau agak gaje, hehehe.
Intinya, sampai jumpa di bab selanjutnya❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top