00.11

Sepertinya, Jihyo harus kuat mental setelah menjadi bagian dari Dream Tech. Sebenarnya, para pekerja di sini tidaklah seburuk yang dibayangkan di mana akan menuntut banyak hal kepadanya saat bekerja---semuanya sangat ramah. Hanya saja, terkecuali untuk Cao Myung.

Jihyo bahkan dibuat frustasi karena pria itu menyuruhnya untuk membuat jarak, minimal satu meter di antara mereka. Oleh karena itu, Jihyo lantas berpikir, apa masalah pria itu hingga terlalu berlebihan pada seorang wanita jika bertemu?

"Eh, bukankah sudah kubilang! Kau di sana saja, jangan terlalu dekat denganku!" kata Cao Myung lagi.

Sungguh, Jihyo sedari tadi sangat kesal. Namun, ia terus menahannya dikarenakan ia tidak ingin kehilangan pekerjaan yang ia impikan ini.

"Baik, Senior! Dan sebelumnya, saya ingin mengembalikan proposal ini. Semuanya sudah terinput dengan benar. Senior bisa memeriksanya sendiri," ucap Jihyo seraya melangkah untuk menaruh map itu di atas meja Cao Myung, tetapi Cao Myung sontak berteriak ke arahnya.

"Kupatahkan kakimu jika kau melangkah selangkah saja ke arahku!"

Dengan spontan, Jihyo menghentikan langkahnya, mencoba tidak mengumpat---seperti yang sering ia lakukan pada Yeonjun agar tidak memperkeruh keadaan.

"Oke, tapi bagaimana saya memberikan ini kepada anda, Senior? Awalnya saya ingin memberikannya pada Subin Senior, tetapi Subin Senior mendadak kembali lebih awal karena urusan keluarga. Apa saya harus berguru dengan Harry Potter agar semua hal bisa dengan sihir?" ujar Jihyo yang diselingi dengan candaan.

Namun, nyatanya candaannya itu terasa hambar bagi Cao Myung. Baiklah, Jihyo sepertinya akan menjadi musuh bebuyutan Cao Myung dan bisa saja, menjadi alasan ia akan dipecat.

Apalagi, kala Cao Myung hanya memberikan bahaya isyarat melalui sorot matanya di mana pribadi itu menunjuk lantai.

Jihyo ber'oh. Ia baru paham sehingga langsung melakukannya. "Baik, Senior. Kalau begitu, saya pergi dulu. Senior bisa memanggilku jika Senior membutuhkan bantuan--"

"Iya, iya! Pergilah sana!" pangkas pribadi itu dengan ketus.

Tidak ingin membuat dirinya menjadi tidak waras, Jihyo sontak berbalik dan hendak menarik langkah ke mejanya---tidak terlalu jauh dari tempat Cao Myung sembari mendumel.

"Akan kupatahkan kakimu!" cibir Jihyo dengan memelankan suara. Demi apapun itu! Jihyo benar-benar tidak suka dengan Cao Myung. Pria itu sepertinya mencoba untuk membuatnya tidak nyaman bekerja di sini.

Jihyo berpangku tangan, tepat di hadapan mejanya. "Kau harus menguatkan mental, Jihyo! Apapun caranya! Jika bisa, kau harus berusaha menjadi pekerja tetap di Dream Tech. Setidaknya ... setidaknya kau akan melihat Senior kesayanganmu setiap saat," ucap Jihyo yang menyadarkan diri.

Tepat saat bersamaan, Jihyo tidak sengaja menoleh ka arah ruangan Jungkook. Sungguh, dinding transparan itu memberikan banyak ruang. Buktinya, Jihyo dapat melihat Jungkook tanpa mengenakan jas yang sedang fokus pada komputernya dan tidak lama, sorot mata mereka bertemu.

Jihyo tersentak dan langsung saja membuat dirinya sibuk dengan pekerjaan. "Kenapa selalu saja seperti ini?" katanya dalam hati. Sangat kentara jika ia sedang salah tingkah.

***

Perlahan, para pekerja meninggalkan kantor karena jam kerja yang memang hampir usai. Bahkan, Taekyung dan yang lainnya sudah meninggalkan perusahaan---mereka tentu saja tidak lupa memberikan salam perpisahan pada Jihyo. Hanya saja, Jihyo menambah sedikit waktu di mana ia akan berakhir pulang terlambat untuk menyelesaikan pekerjaannya sebentar saja.

Lagipula, ini semua tidak akan lama lagi. Hanya beberapa menit lagi. "Ayo, Jihyo! Kau harus bisa menyelesaikannya!" gumam Jihyo dengan semangat.

Terlihat, jari-jemari lentiknya yang terus menari di papan tombol dengan kedua bola mata bulatnya yang fokus pada layar komputer tetapi juga sesekali mengarah pada sebuah kertas yang berisi data-data pemrograman.

Dan tidak terasa, Jihyo berhasil menyelesaikan. Gadis itu benar-benar sangat bahagia, tetapi kebahagiaannya perlahan pudar saat mengamati seisi kantor yang sunyi---tidak ada siapapun di sini.

"Heh, apa ini? Ke--kenapa aku tidak sadar jika semua orang sudah pulang?" tanya Jihyo pada dirinya sendiri seraya mengamati sekeliling---mencoba mencari seseorang yang mungkin saja masih ada.

Nyatanya, kedua mata Jihyo masih melihat seseorang yang sedang disibukkan dengan pekerjaannya. Itu atasannya, Jungkook dengan dahi berkerut menatap layar komputer.

Atasannya sangat bekerja keras dan ini bukanlah semata-mata saja karena game keluaran mereka yang meledak, akan melakukan pembaharuan. Itu yang Jihyo dengar dari Taekyung dan katanya, hal-hal yang berhubungan dengan itu akan dibahas esok hari.

"Senior Choi memang tidak pernah berubah. Dia pekerja keras dan juga berambisi," gumamnya sembari menghembuskan napas.

Karena pekerjaannya sudah usai, Jihyo memilih mematikan komputernya dan membereskan meja kerjanya. Ia benar-benar harus segera pulang dan sialnya, ia harus memasak untuk makan malam.

Sebenarnya, Jihyo tidak berharap lebih kepada adiknya, tetapi Jihyo mencoba membuat harapan kepada Yeonjun di mana adiknya itu telah memasak sesuatu sehingga ia bisa langsung mengisi perut.

"Aku berdoa kepadamu, Tuhan!" Sambil memejamkan mata dan mengatupkan kedua tangan.

Akan tetapi, Jihyo dikejutkan dengan suara dari luar yang menggelegar.

Itu suara petir.

Sontak saja, Jihyo membulatkan kedua matanya. "Astaga! Gawat kalau hujan langsung turun. Setidaknya, biarkan aku tiba di rumahku dulu!" ucap Jihyo dengan gelisah seraya berlari keluar dari perusahaan.

Suara sepatu Jihyo tentu saja terdengar di ruangan sepi itu. Bahkan Jungkook saja dapat mendengarnya. Pria itu sontak menoleh dan mendapati sosok gadis yang bekerja untuknya.

Jungkook sontak menatap pergelangan tangannya dan mengamati dengan lekat pergerakan jam yang sudah menunjuk angka 7 malam. Pria itu menghela napas pelan. "Sepertinya, Cao Myung sangat menekan gadis itu!"

Namun, ia yang tengah memikirkan hal itu, harus dialihkan dengan suara hujan yang langsung turun deras. Jungkook bisa melihatnya melalui jendela ruangannya dan membuat pria itu mengingat soal Jihyo yang baru saja keluar dari perusahaan.

Akan tetapi, Jungkook mencoba mengabaikannya dan kembali pada pekerjaannya. Pikiran berkata, Jihyo pasti memiliki jemputan atau memiliki kendaraan. Akan tetapi, hatinya malah berkata lain.

Sejenak, Jungkook merenung, hingga helaan napas langsung terdengar yang beriringan di mana Jungkook bangkit dari tempat duduk kebanggaannya.

***

Jihyo ingin memaki dan mengumpat langit, walau itu sebenarnya tidak berguna juga. Akan tetapi, ia sungguh kesal dan ingin menangis saat hujan turun sangat cepat dan cukup deras.

"Kenapa langit tidak mendengar negosiasiku?" tanya Jihyo frustrasi. Manalagi, saat ia harus bersusah payah menemukan taksi online yang bisa menjemputnya di tengah hujan deras seperti ini. Namun sialnya, taksi online itu menolak tawaran yang ia berikan dan malah membuatnya untuk membayar dengan harga dua kali lipat. Bukankah itu hal gila?

"Huh, hari ini kau memang sangat diuji oleh Tuhan, Jihyo! Belum lagi, Senior Cao yang tidak ingin kau hidup bahagia begitu saja dan sekarang ini? Ouh, sepertinya kau harus menunggu hujan agak reda dulu dan---"

"Kau tidak perlu menunggu hujan reda. Aku akan mengantarmu pulang. Katakan saja di mana rumahmu."

Dengan kilat, Jihyo mendelik tidak percaya. Suara itu, mengayun ditelinganya dan ia merasa sedang bermimpi. Untuk memastikan, ia sontak menoleh ke samping dan mendapati presensi Jungkook dengan setelan jasnya---memegang kunci mobil dan payung.

"M--aster?"

Jungkook langsung menoleh dengan wajah datar. "Ada apa? Kau mau menunggu di sini hingga hujan reda? Bagaimana jika hujannya berhenti besok?" timpalnya.

Jihyo merasa tergagap. "Ah, itu--itu---"

Namun sepertinya, Jihyo lupa jika Jungkook adalah pria yang keras kepala---sama seperti dirinya tetapi ia masih bisa meleleh seperti mentega hanya dengan perlakuan seperti ini. Bahkan, saat Jungkook membuka payung untuk menghalangi air hujan mengenai mereka seraya menggenggam jemarinya ke sebuah mobil yang terparkir tidak jauh dari area perusahaan.

Jihyo serasa melayang dan semakin meleleh karena itu. Bahkan, hingga ia berada di dalam mobil dan mencoba menampar pipinya sendiri untuk memastikan.

"Aw! Ini sakit! Berarti aku tidak sedang berhalusinasi!" ucapnya lagi. Alhasil, kedua pipi Jihyo langsung saja merona. Sisi lain dari Jihyo yang manis---berbanding terbalik jika bersama dengan adiknya pun langsung keluar. Gadis itu tersenyum sendiri dan saat melihat Jungkook yang sudah berada di dalam mobil, Jihyo mencoba mengendalikan dirinya.

"Di mana rumahmu?"

Jihyo yang mendengarnya, perlahan menghembuskan napas lalu menunjuk jalanan aspal. "Terus saja dari arah utara, selebihnya aku akan memberikan arahan."

Mendengar hal itu, Jungkook mengangguk. Tanpa bersuara, langsung menancap pedal gas dan meninggalkan area perusahaan.

***

Perjalanan hingga ke rumah Jihyo tidaklah membutuhkan banyak waktu. Buktinya, mereka kini berada di sebuah rumah minimalis. Hanya saja, hujan masih betah membasahi bumi dan belum berniat untuk berhenti.

Jihyo yang sejak tadi menahan rasa gugupnya, kini menghela napas perlahan lalu mengamati Jungkook yang menatap ke depan. "Ma-master, terima kasih. Seandainya Master tidak mengantarku pulang, aku sepertinya akan terus menunggu di depan perusahaan," ucap Jihyo yang tentu saja sangat gugup.

Jungkook langsung mengalihkan tatapannya untuk menatap Jihyo kemudian ia mengangguk santai. "Sama-sama, dan sebelumnya, aku ingin meminta maaf jika Cao Myung menyulitkanmu. Pria itu, belum terbiasa dengan kehadiranmu dan dia akan pasti bisa menerimanya."

Jihyo mengangguk, bersiap untuk keluar dari mobil. "Itu tidak masalah, Master. Aku bisa memahaminya dan Master bisa mampir terlebih dahulu di rumahku. Mungkin Master membutuhkan teh hangat atau---"

"Terima kasih, tetapi saya memiliki pekerjaan penting. Saya tidak berniat menolak ajakanmu, tetapi dilain kesempatan, saya pasti akan mampir dan ambil ini," balas Jungkook dengan wajah datar khasnya sembari menyedorkan payung itu.

Jihyo terdiam. Jantungnya sungguh kini berdetak tidak karuan. Ia ingin menolak, tetapi atasannya itu tentu akan memaksa sehingga ia mengambil sembari mengangguk. "Terima kasih, Master!" Lantas, tanpa membuang banyak waktu, Jihyo memutuskan langsung keluar. Jantungnya bisa bermasalah sangat fatal jika berlama-lama di dalam mobil. Mengingat, Jungkook memiliki aura yang sangat berbeda.

Jihyo kini berdiri di depan rumahnya seraya memegangi payung, membiarkan mobil Jungkook melaju meninggalkannya. Walaupun hari ini sangat melelahkan, setidaknya penutupnya begitu manis dan mengesankan.

Tbc.

Cie ... hahaha.

Hai, aku back setelah sekian lamanya bertapa dan benar-benar nggak nulis di wattpad😅sebelumnya, aku minta maaf.

Aku bakalan lanjut lagi cerita ini sekaligus up cerita JUNGHYO baru dalam waktu dekat ini. Tunggu yaps❤

Bye-bye💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top