[8]
Aku mencetak semua foto random hasil jepretan Wendy. Yang bagus hingga yang hanya berupa gambar tidak jelas, semuanya.
Kukayuh sepeda pagi itu, dengan tas di punggung yang hampir setengahnya terisi oleh foto-foto, tidak mengira akan sebanyak ini.
Aku turut mampir ke toko bunga. Menambah bawaan agar terlihat benar-benar seperti orang ziarah. Meski harus dipusingkan memilih bunga mana yang bagus, sebab aku tidak tahu mana yang kira-kira disukai Wendy.
Akhirnya krisan kuning menjejali tasku. Kupikir tidak cocok untuk ziarah karena warnanya yang terang. Namun menurutku itu yang paling mengingatkan akan sosok Wendy yang ceria dan penuh energi. Toh, aku tidak pernah menganggapnya mati. Dia dan seluruh kenangannya hidup bersamaku.
Tidak ada satupun kendaraan sewaktu aku memarkirkan sepeda. Hari ini cerah, cocok untuk waktu berziarah. Untuk pertama kalinya aku berkunjung kemari. Aku tidak datang ketika pemakaman Wendy, tidak siap.
Sekarang di keadaan yang sudah lebih baik, aku memberanikan diri. Tidak ingin menangis walau Wendy tentu tak akan melihatnya.
Makamnya benar-benar bersih, nisannya mengkilap dan memantulkan cahaya matahari. Sudah ada bunga lain di sana, mungkin dari keluarganya. Aku meletakkan krisan kuning di atas tumpukan bunga lain, tampak paling mencolok.
Rasanya aneh duduk bersila di samping makam seorang diri. Dengan tumpukan foto yang kemudian kukeluarkan. Melihatnya satu persatu dan mengomentari dengan tawa canda seolah Wendy ikut melihatnya.
Aku akan memajang beberapanya di kamar. Sisanya akan kumasukkan album yang sepertinya butuh lebih dari satu. Mungkin lagi sebagiannya akan kuhias di buku.
Kehampaan kembali menyerang sewaktu kusadari hanya ada nisan bertuliskan nama Wendy yang menemani. Tak kudengar tawanya yang tadi terngiang-ngiang di kepalaku.
"Foto-foto ini hanya semakin membuat sesak," gumamku seraya mengembuskan napas panjang. Tidak menemukan hal lain yang bisa menyenangkanku sebentar saja.
Kali ini aku berhasil membendung tangis. Berbicara dengan nisan ternyata tidak buruk, aku terus mengoceh sendirian mengusir sedih. Dulu aku terlalu malu untuk melakukan ini di depan Wendy, sekarang datang waktu yang tepat meski pendengarnya tidak ada.
Hari semakin panas, mendesakku untuk segera menyudahi acara mengoceh sendiri. Aku beranjak membawa tumpukan foto-foto itu kembali. Sengaja tidak kutinggalkan satupun, tidak akan kubiarkan foto ini rusak meski dapat mencetaknya ratusan kali. Potret-potret Wendy harus terabadikan di lembaran album tanpa kurang satupun.
Hanya benda ini yang tetap membuat Wendy hidup selamanya.
•••
End.
Terima kasih sudah membaca sampai di sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top