[6]

Aku tidak melihat Wendy berdiri di depan gerbang lagi setiap pulang sekolah. Hanya bayang-bayangnya yang diciptakan kepalaku sendiri yang enggan melupakannya barang sedetikpun.

Aku tidak menyangka bahwa kehilangan teman akan semenyakitkan ini. Tidak ada yang memberitahu bahwa aku akan terus berada dalam dekapan kenangan-kenangan setelah seseorang terdekatmu pergi.

Pulang sekolahku tak lagi menyenangkan. Biasanya ada Wendy yang menemani berjalan sampai ke halte bus. Berbagi earphone untuk mendengarkan lagu favoritnya yang diputar berulang-ulang. Sekarang lagu itu diputar untuk diriku sendiri, sebelah earphone-ku kehilangan pemiliknya.

"Hai."

Ketika aku mengangkat kepala, Hyunjin sudah ada di halte bus. Adik perempuan Wendy yang biasanya hanya diam dan pelit senyum itu kali ini menyapaku. Setahuku dia bersekolah di sekolah lain, apa yang dilakukannya di sini?

Aku membalas sapaan dengan kaku. Duduk di sebelahnya menunggu bus datang. Kami tidak terlalu dekat, atau malah sama sekali tidak? Hanya sebatas tahu bahwa aku teman Wendy.

"Ah, lagu jelek itu. Kau masih mendengarkannya, haha."

Hyunjin berkomentar ketika aku menghidupkan layar ponsel untuk menekan repeat pada lagu yang sedang kudengarkan. Lagu favorit Wendy.

Aku menatapnya seraya mengernyitkan dahi, mengapa Hyunjin menyebutnya lagu jelek?

"Kakak senang mendengarnya berulang-ulang. Aku sampai bosan, tapi sekarang aku justru berharap bisa mendengarnya setiap malam dari kamarnya."

Raut wajah Hyunjin mulai mendung. Kulirik jemarinya dikaitkan gelisah. Cerita pedih apa lagi yang hendak ia kisahkan?

"Terakhir kali aku mendengar lagu itu dari kamarnya...bukan sesuatu yang baik." Ia mendesah lelah. Ada berbagai bayangan dalam kepalaku mengenai kemungkinan tentang apa yang akan Hyunjin ceritakan.

"Pagi-pagi sekali aku terbangun karena mendengar lagu itu diputar berulang kali dari kamar Kakak. Biasanya dia anak yang tertib waktu tidurnya, aku tidak mengerti apakah dia berusaha memancing kemarahan Papa dan Mama dengan memutar musik sepagi itu."

Hyunjin berhenti. Mulutnya masih terbuka, tapi suaranya seperti tersendat di tengah tenggorokan. Jemarinya kini mengepal. Pikiranku semakin membayangkan adegan-adegan buruk.

"Kakak memang tidur...nyenyak sekali sampai-sampai enggan terbangun lagi. Kakinya berayun di udara seolah ikut menandakan kebebasannya."

Aku tidak bisa mendengar apa-apa lagi setelahnya. Bahkan lagu yang sedang kuputar ikut lenyap digantikan dengingan panjang dan bayangan Wendy. Seketika aku merasa seperti ditarik ke alam yang berbeda. Badanku mulai bergetar, sama sekali tidak bisa kukendalikan.

Sampai tepukan pelan Hyunjin dan datangnya bus kembali menghadapkanku pada realita. Aku seperti orang linglung yang tidak bisa memahami apa yang dikatakan Hyunjin sebelum dia menaiki bus dan meninggalkanku sendirian.

Seluruh tubuhku seperti diserap habis tenaganya. Aku terus menerus bergetar layaknya orang sakit dan menghabiskan malam dengan menangis. Untuk kesekian kalinya tidak bisa menerima takdir bahwa Wendy sudah menyerah dengan hidupnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top