05


"Lu nangis lagi di sekolah?" tanya Bara sambil duduk meminum kopinya yang masih mengepul.

"Ng...nggak." Wisnu menjawab dengan takut.

"Boong lu!"

"Nggak Wisnu nggak nangis. " Wisnu sedikit mengeraskan suaranya.

"Emang kalo buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Ibunya tukang bohong anaknya juga. "

"Wisnu nggak bohong. "

"Sekali lagi lu bilang nggak bohong gue hajar lu! Ngaku!" Bara berdiri .

"Wisnu nggak nangis. "

Plak!

Wisnu memegang pipinya yang terasa panas. Tamparan dari telapak tangan Bara yang besar memerahkan pipinya.

"Gak usah bohong temen lu yang bilang! Lu nangis kan?"

"I...iya."

"Sekali lagi lu nangis di sekolah, gue kurung lu di rumah! Cengeng!" Bara menyiramkan sisa kopinya ke kepala Wisnu lalu pergi.

Wisnu mengusap kepalanya sambil menangis. Kulit kepalanya terasa sakit namun hatinya lebih sakit.

Wisnu memantapkan hatinya, ia tidak ingin lagi menunggu sang ibu kembali. Ia memutuskan untuk keluar dari rumah itu, membebaskan dirinya dari siksaan Bara dan mencari ibunya.

Malam harinya Wisnu memasukkan beberapa potong pakaian ke dalam tasnya. Bara telah pergi seperti kebiasaannya di malam minggu , pergi bersenang-senang lalu  pulang dini hari dalam keadaan mabuk.

Wisnu memanfaatkan ketiadaan Bara di rumah. Ia masuk ke dalam kamar Bara yang tidak dikunci. Dibukanya lemari, Wisnu mencari sebuah kotak milik ibunya.

Wisnu membuka kotak itu, di dalamnya berisi surat-surat dan sebuah foto. Foto yang sering dipandangi ibunya. Foto sang mami berangkulan bersama seorang pria. Mereka masih mahasiswa terlihat dari jas almamater asal kampus mereka yang berwarna kuning.

Elia ♥ Tama

Tertulis di belakang foto itu.

"Tama? Apakah dia ayah kandungku? " Wisnu bertanya sendiri.

Wisnu melihat sebuah nama universitas terkenal di Bandung yang menjadi background foto sang mami. Bandung menjadi kota yang ditujunya.

Wisnu membawa foto itu ke kamarnya lalu memasukkannya ke dalam tas.

"Bandung, aku akan ke Bandung mencari mami. " ucap Wisnu pada dirinya sendiri.

Dilihatnya meja belajar. Sebuah celengan berbentuk ayam jago terbuat dari tanah liat berdiri kokoh di mejanya. Dua tahun lalu Bara membelikannya celengan itu untuk mengajarinya menabung.

Brak!
Wisnu sengaja menjatuhkan celengannya. Celengan itu jatuh berkeping-keping. Sejumlah koin dan uang lembaran berhamburan.

Wisnu mengumpulkan uang receh itu lalu menghitungnya. Ia tidak tahu apakah jumlahnya cukup untuk menyusul ibunya atau tidak.

Semua sudah siap di dalam tas, baju, air minum, uang dan selembar foto. Wisnu merebahkan dirinya di atas kasur tidak mungkin ia berangkat tengah malam karena angkot yang akan membawanya ke stasiun mulai beroperasi saat subuh.

Sebelum adzan subuh berkumandang Wisnu sudah siap. Dilihatnya kamar orang tuanya, Bara tertidur lelap dengkurannya keras terdengar.

Wisnu membuka pintu perlahan khawatir suara derit pintu bisa membangunkan Bara.

Ceklek....Kreet!
Pintu terbuka lalu Wisnu berjalan sambil mengendap untuk meredam suara langkah kakinya. Begitu sampai di luar pagar Wisnu berjalan secepatnya menuju halte tempat orang-orang menunggu angkot.

Pagi itu stasiun masih sepi, mungkin karena hari minggu di hari biasa stasiun selalu ramai sejak subuh. Wisnu mengeluarkan foto ibunya. "Mami, Wisnu mau cari Mami." gumam Wisnu lalu memasukkan foto itu ke kantung celananya.

Wisnu melangkahkan kakinya menuju loket, ia berniat membeli tiket menuju bandung.

Bruk!
Seorang remaja bertubuh bongsor berlari menabrak Wisnu. Dengan gerakan yang sangat cepat tas ransel yang dipakai Wisnu di salah satu bahunya berpindah tangan.

"Hei tas aku!" Teriak Wisnu pada remaja yang berlari cepat setelah menabraknya.

"Maling! Maling!" Wisnu berteriak sambil mengejarnya.

Lari si penjambret begitu cepat menyusuri rel kereta, Wisnu berlari secepat yang ia bisa.

Dug! Bruk!
Kaki Wisnu tersandung batu dan tubuhnya jatuh tersungkur. Telapak tangannya mengeluarkan darah karena terluka saat menahan beban tubuhnya.

Wisnu melihat kedua telapak tangannya lalu terduduk di pinggir rel. Ia menangis.

"Mami....hiks...hiks..."

Pupus sudah harapan Wisnu mencari ibunya.

•°•★•°•

Ponsel Wisnu berdering, sudah 7 kali ponselnya berdering. Wisnu hanya melihat nama penelponnya lalu menaruh ponselnya kembali.

Cecil calling....

Di deringan ke-8 ia terpaksa menjawab.

"Halo, " ucap Wisnu datar.

"Hai Wisnu, kok baru diangkat? Sibuk ya?"

"Udah tahu sibuk masih telpon"

"Judes banget si, ntar ketampanannya berkurang loh"

"Gak peduli" Wisnu kembali menatap layar laptopnya.

"Tapi untuk yang satu ini kamu pasti peduli"

"Apa?" Tanya Wisnu dengan nada menghentak.

"Galak ih, tapi aku suka" Cecil memanjakan suaranya.

"Cepat katakan! Jangan buang waktu"

"Duh nggak sabar ya babang tamvan kita yang satu ini"

"Cecil!" Bentak Wisnu

"Iya kak Wisnu sayang"

"Bilang sayang sekali lagi gue tutup ni telpon"

"Ok, ok sorry. Gue lagi di mall sama si kembar"

"Wira sama Yudha?"

"Iya lah si kembar yang mana lagi"

"Sama Hana?"

"No, Hana lagi senam hamil"

"Mana si kembar?"

"Lagi asyik main di wahana permainan"

"O"

"Kok cuma o doang? Nggak ngajak lunch? Laper nih"

"Lunch aja sendiri"

"Si kembar kayaknya udah mulai laper tapi dompetku ketinggalan. Hm... gimana ya?"

"Di mall mana? Gue ke sana sekarang"

"Yess!"

Setelah mendapat informasi dari Cecil, Wisnu segera merapikan mejanya lalu menyambar kunci mobil. Berjalan tergesa menuju parkiran. Wisnu khawatir si kembar kelaparan karena waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang.

Cecil tersenyum sambil menggoyang-goyangkan dompetnya. Sebentar lagi lelaki yang dipujanya datang. Segera ia masukkan dompet itu ke dalam tas.

.•.•.♥.•.•.

Cerita ini sudah ada e-booknya ya di google Play Store.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top