04
Wisnu masuk ke dalam sebuah kamar. Kamar bernuansa anak-anak yang dihuni oleh si kembar. Wira dan Yudha masih bergelung di atas kasur mereka.
"Rise and shine boys!" Seru Wisnu saat masuk ke dalam kamar si kembar.
Mendengar suara Wisnu si kembar hanya menggeliat lalu kembali lelap. Wisnu mendekati Wira dan duduk di tepi tanjang Wira.
"Hei jagoan, bangun yuk! Uncle bawa hadiah" Wisnu memperlihatkan mainan robot transformer yang dibawanya.
"Uncle ... ngantuk"
"Ayo bangun katanya mau ngajarin uncle bikin ikan"
"Mm.."
"Yudha...." Wisnu beralih ke ranjang Yudha lalu menepuk pipi Yudha
"Mm..."
"Uncle bawa hadiah loh"
"Hadiah?! Mau!" Seketika itu juga Yudha duduk dan mengambil mainan yang disodorkan Wisnu.
"Wila, aku dapet hadiah dong dali uncle Wisnu"
"Aku mau uncle... mau hadiah"
"Tadi katanya ngantuk"
"Ndak ngantuk lagi"
"Cuci muka terus kita ke bawah, sarapan dulu baru main"
"Iya uncle"
Wira dan Yudha kompak menuju kamar mandi yang ada di kamar mereka. Selesai cuci muka keduanya turun sambil membawa mainan hadiah dari Wisnu, dan Wisnu mengiringi langkah mereka dari belakang.
"Bunda! Bunda ndak boleh nyuapin ayah!" Yudha berlari sambil teriak saat kakinya baru saja turun dari tangga.
Revan dan Hana menoleh. Kegiatan menyiapkan sarapan di pagi hari itu mereka selingi dengan saling menyuapi buah sambil menunggu Wisnu dan si kembar turun.
"Yaudah kalo gitu biar ayah yang nyuapin bunda" kata Revan sambil menyuapi istrinya dengan potongan buah yang ada di mangkuk.
"Ndak boleh!" Teriak Wira
"Loh kok nggak boleh?" Tanya Hana.
"Biar Wila aja yang suapin bunda"
"Yudha aja"
"Wila!"
"Yudha!"
"Wila kan kakaknya Yudha jadi Yudha halus ngalah"
"Wila yang halus ngalah!" Protes Yudha
"Bunda sayang sama kalian berdua. Sama sayangnya, jadi kalian bisa gantian nyuapin bunda" kata Hana menengahi.
"Kalo sama ayah sayang nggak bun?" Tanya Revan sambil menaikkan alisnya.
"Sayang lah pake banget"
"Kalo sama uncle?" Tanya Wira.
Pertanyaan Wira membuat orang dewasa yang ada di ruangan itu terdiam.
"Mm.... sayang juga" jawab Hana
Jawaban Hana menghasilkan reaksi berbeda-beda. Si kembar terlihat senang, wajah Revan menjadi datar dan Wisnu tersenyum.
Thanks Hana....aku juga sayang kamu. Hati Wisnu bicara.
Melihat wajah suaminya, Hana menggenggam tangan Revan seraya berbisik. "Sayangku bisa untuk siapa aja tapi cintaku cuma untuk kamu suamiku" lalu Hana mengecup pipi suaminya. Wajah Revan berubah kembali ceria, ditatapnya sang istri lalu dikecupnya kening Hana.
Wisnu menyaksikan semua adegan itu. Dari gerak bibir Hana ia tahu apa yang diucapkan Hana pada Revan adiknya. Rasa cemburu terbit di hatinya. Diambilnya nafas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Ia tidak boleh egois, tidak boleh. Hana bahagia bersama Revan dan anak-anak mereka maka ia akan ikut bahagia saat Hana bahagia. Merebut Hana untuk kebahagiannya sendiri sama saja menghancurkan kebahagiaan Hana.
" Sarapannya udah siap kan? Uncle udah laper nih" ucap Wsnu sambil mendamaikan hatinya.
"Ayo duduk uncle, Wila juga lapel" ajak Wira.
"Yudha juga"
Masing masing memposisikan diri di kursi. Mainan milik Wira dan Yudha ditaruh di lemari. 6 kursi makan hampir semua terisi hanya 1 yang kosong sementara Hana menyediakan 6 piring makan di meja.
"Gue belum telat kan?" Cecil tiba-tiba datang sambil menaruh sebuah plastik kresek di meja makan.
"Nggak lo nggak telat kok, baru aja kita mau mulai makan" kata Hana
"Thanks God, nyari pesenan lo tuh susah banget tau nggak. Gue muter-muter di pasar tradisional. Kalo lo nggak lagi hamil, ogah banget gue nyari" Cecil merapikan poninya.
"Emang apa pesenan Hana?" Tanya Wisnu
"Eh ada Wisnu... Hana pesen buah srikaya" Cecil tersenyum ke arah Wisnu.
"Kamu ngidam srikaya Han?" Tanya Wisnu lembut.
"Iya"
"Aku bisa cariin kalau kamu bilang"
"Ehem!" Revan berdehem
"Aku mau Cecil yang beliin"
"Ayo kita sarapan, tadi bilang udah laper!" Ajak Revan ketus.
Mereka semua sarapan di meja makan. Selesai sarapan Wira dan Yudha mengajak Wisnu bermain playdough sesuai janji mereka dan Cecil memperhatikan interaksi antara Wisnu dan si kembar.
"Family man, ayahable banget" gumam Cecil.
Sementara itu Hana dan Revan duduk berdampingan di sofa menikmati buah srikaya. Revan mengupas dan menyuapi Hana.
"Gue iri sama mereka" kata Cecil sambik duduk di samping Wisnu.
"Hm" Wisnu tidak terlalu mempedulikan ucapan Cecil. Tangannya menggiling playdough.
"Gue pengen kayak Hana, bahagia sama pasangan, punya anak-anak yang lucu."
"Hm"
"Jawabannya kok hm terus si, emangnya lo nggak mau kayak mereka?"
"Si kembar udah bikin gue bahagia"
"Emang nggak mau punya anak sendiri?"
"Mau"
"Terus"
"Terus apa?"
"Ck... ah. Supaya punya anak kan harus ada pasangannya, ada cewek yang deket sama lo nggak?"
"Ada"
"Pacar?"
"Bukan"
"Gebetan?"
"Bukan"
"Berarti lo masih free... masih ada kesempatan"
"Kesempatan?"
"Kesempatan gue buat deket sama lo" ucap Cecil blak-blakan.
"Sorry tapi gue nggak minat deket sama lo atau cewek manapun"
"Terus siapa cewek yang tadi lo bilang deket sama lo?"
"Bukan urusan lo!" Wisnu berkata dingin lalu meninggalkan Cecil.
°•°•°•°•°•°•°•°•°
Wisnu kecil berdiri di depan jendela. Jendela yang ada di ruang tamu di samping pintu. Sesekali dibukanya gorden kemudian ditutup kembali. Di luar suasana sangat sepi dan gelap. Hanya di tengah malam Wisnu berani melakukan hal ini saat Bara terlelap. Wisnu menunggu ibunya pulang.
Lelah di depan jendela Wisnu memutuskan kembali ke kamarnya sebelum Bara memergokinya. Kalau Bara tahu yang dilakukannya pasti ia akan mendapat siksaan seperti 3 malam sebelumnya.
Hampir setahun ibunya pergi tanpa pesan. Sebelumnya Ia selalu percaya ibunya akan kembali namun kini sepertinya ia harus mengubur kepercayaan itu dalam-dalam. Wisnu merasa lelah menunggu. Lelah tersiksa.
"Bu guru... Wisnu nangis lagi"
Teriak salah satu teman Wisnu di sekolah. Mereka melihat Wisnu yang sejak masuk ke kelas duduk menelungkupkan kepalanya di atas meja seraya terisak. Bukan sekali Wisnu menangis di sekolah, teman-temannya sering menyaksikan Wisnu yang menangis di mejanya atau di pojok ruangan kelas.
"Wisnu, kamu kenapa nangis?"
"Nggak pa..pa bu"
"Cerita sama ibu kenapa kamu nangis?"
Wisnu menggelengkan kepalanya. Seberkas ingatan Wisnu menghampiri, terakhir ia menangis Bara dipanggil ke sekolah dan yang terjadi berikutnya adalah Bara memukulinya di rumah.
"Ja...jangan kasi tau papi bu guru"
"Kenapa?"
"Nan...ti papi marah"
"Ibu janji nggak kasi tau papi kamu kalau kamu menangis tapi kamu harus cerita kenapa kamu sering nangis di sekolah"
Mengalirlah cerita Wisnu, ia menceritakan kisahnya pada sang guru namun ada hal yang tidak diceritakannya yaitu bagaimana Bara sering menyiksanya. Ia tidak mungkin menceritakan perihal penyiksaan itu karena takut akan ancaman Bara kalau ia berani bercerita pada orang lain.
°•°•°•°•°•
Novel ini kan sudah ada ebooknya di google Play Store, kalau dicetak kalian minat beli gak?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top