Epilog
Dari dalam sebuah bar, tampak pemuda dengan pakaian lusuh sedang mabuk oleh beberapa gelas minuman. Walau telah hilang akal akibat kebanyakan alkohol, ia tak membuang kesempatan bersenang-senang dengan beberapa wanita di sebelahnya. Omongannya melantur, tetapi bukan itu yang menjadi masalah. Dari luar pun, pemuda itu terlihat penuh tekanan. Memang sudah biasa jika orang memilih mabuk untuk melupakan masalahnya. Namun, baginya itu bukan hanya sekadar mabuk. Kurang lebih sudah hampir dua tahun ia menjadi pelanggan setia bar itu setiap malam. Itu menandakan bahwa beban hidupnya sudah cukup berat.
Sejak dikeluarkan dari sekolah menengah atas, keluarganya tak pernah lagi peduli akan nasibnya. Ia dibiarkan saja. Pulang—pergi tanpa arah, sempat hilang seminggu pun tak ada yang mencari. Kecuali satu-satunya sepupu yang ia miliki. Dan benar saja, kali ini sepupunya datang lagi untuk mengajaknya pulang. Tepatnya, bukan ke rumahnya sendiri melainkan ke tempat tinggal yang sepupunya sewa untuk sementara waktu agar bisa ditinggali oleh pemuda itu.
"Kak, sampai kapan Kakak akan begini? Apa Kakak nggak capek?"
Pemuda yang dipanggil kakak cuma bisa balas tertawa. Matanya tak terbuka sepenuhnya. Tubuhnya oleng ke sana-sini membuat sang sepupu cukup kerepotan. Dengan sekali mengibaskan uang, para wanita yang tadi menghibur pemuda itu berhasil diusir. Bagi seorang Jeon Jungkook, uang bukanlah apa-apa. Kariernya sebagai penyanyi terkenal mampu mengantarnya mengejar kesuksesan. Uang datang dari acara manggung di berbagai kota, bahkan rencananya ia akan mengadakan konser tour dunia.
Jika Jungkook seterkenal itu, mengapa ia tidak mempedulikan image-nya dan malah menyusul sepupu pembuat onarnya di bar yang mungkin berisikan beberapa penggemarnya? Bagaimana jika identitasnya ketahuan? Tidak. Tentu saja Jungkook tidak seceroboh itu. Ia menyuruh salah seorang bodyguard untuk menjemput sepupunya di dalam, sementara ia sendiri menunggu di dalam mobil serba hitam.
"Aku akan mengantar Kakak pulang. Tolong setelah ini jangan berbuat ulah atau merepotkan pelayan," ucapnya dingin dan lelah.
Keduanya pun tiba di satu unit apartemen. Tidak begitu besar, namun fasilitasnya terjamin lengkap. Beberapa perabotan di dalamnya juga mewah. Sebelum mendapatkan apartemen itu, Jungkook mengajak kakak sepupunya tinggal bersamanya. Setelah sadar bahwa posisinya di dunia entertainment bisa terancam kapan saja akibat si kakak sepupu yang terlalu sembrono, ia pun memutuskan untuk mencari tempat tinggal baru untuk dihuni kakaknya sendiri.
Mungkin kalian penasaran, mengapa Jungkook sangat peduli pada sepupunya. Dulu, pemuda bernama Jinyoung itu sangat baik. Cukup baik sehingga dijadikan teladan olehnya. Jinyoung selalu membantu dan melindungi Jungkook yang lemah semasa sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Jungkook kagum akan sifat mengayomi dari Jinyoung sehingga ia telah menganggap Jinyoung sebagai kakak kandung sendiri.
Semuanya berubah sejak satu-satunya orang yang dicintai Jinyoung meninggal. Mamanya itu sakit-sakitan. Dirawat di rumah sakit sudah hampir setahun namun tak kunjung mendapat kesembuhan. Satu-satunya permintaan beliau sebelum mengembuskan napas terakhir adalah agar suaminya mau datang menjenguk. Tetapi, setiap kali Jinyoung meminta papanya datang ke rumah sakit, alasannya pasti beliau tidak bisa karena terlalu sibuk bekerja. Jinyoung awalnya memaklumi sebab ia pikir uang bisa menyelesaikan segalanya, termasuk bisa menyembuhkan penyakit ibunya. Sayangnya terlambat. Berbekal rasa percaya diri yang besar akan kekayaan keluarganya, kini Jinyoung merasa telah dikhianati oleh keadaan. Setelah itu, hubungannya dengan sang ayah mulai memburuk. Jinyoung sering membangkang perintah ayahnya dan itu membuatnya kabur berkali-kali dari rumah. Melampiaskan diri dengan berkencan dengan banyak perempuan hingga akhirnya sering minum-minum karena mulai kecanduan.
Setiap kali Jinyoung berbuat salah, Jungkook selalu menutupinya. Semua itu ia lakukan karena ia tahu, bukan Jinyoung yang menginginkan dirinya sendiri untuk terpuruk seperti ini. Jinyoung hanya butuh kesempatan kedua untuk menjalani hidupnya dengan bebas dan benar, pikir Jungkook saat itu. Setelah tiga tahun berlalu, justru segalanya semakin parah. Tali ayah dan anak itu telah putus. Jinyoung benar-benar dicampakkan oleh keluarganya karena dianggap tidak berguna. Ayahnya justru menikah lagi dan memiliki anak tiri yang bisa ia banggakan dan kelak mewarisi hartanya.
Jinyoung bukan hanya dibuang, tapi ia sudah menjadi sampah yang tidak bisa didaur ulang. Sungguh tidak ada harapan. Jungkook menghela napas setelah berhasil mengantarkan Jinyoung berbaring di kasurnya. Ia pun merasa sangat lelah, tetapi ia harus segera kembali ke apartemennya. Lagi pula, ia tidak berniat untuk menginap dulu di sana. Lokasi manggungnya sangat jauh dari wilayah apartemen Jinyoung dan jauh lebih dekat jika ditempuh dari apartemennya sendiri. Ia pun memutuskan pulang.
Di perjalanan sepanjang koridor, tidak sengaja ia berpapasan dengan perempuan. Pukul menunjukkan 23.00 malam. Terlalu larut, namun masih menjadi hal yang wajar jika itu di Seoul. Rata-rata orang lembur dan pulang kerja di tengah malam. Tetapi, perempuan ini tampaknya bukan pekerja kantoran melainkan seorang mahasiswa. Seumuran dengannya.
"Maaf," ucap Jungkook sambil merapatkan masker hitam dan bucket hat di kepalanya. Tak lupa ia membantu perempuan itu memunguti buku-bukunya yang jatuh berserakan.
"Terima kasih," balas perempuan dengan penampilan sederhana namun elegan itu.
Hanya dengan mengenakan dress selutut berwarna soft, bahkan bisa dikatakan cukup polos karena tak banyak embel-embel hiasan di permukaan dress- nya. Perempuan itu begitu anggun dan menawan. Rambutnya lurus terurai, kulit seputih susu, dan bibir yang merah muda dengan sentuhan lipgloss hampir membuat Jungkook salah fokus.
"Maaf, aku tadi tidak sengaja."
Jungkook kembali angkat bicara. Isi kepalanya yang begitu penasaran akan sosok perempuan itu membuatnya memberanikan diri untuk menatap langsung kedua mata yang ada di hadapannya. Begitu pengelihatan mereka terkunci satu sama lain, jantung Jungkook berdegup kencang. Mulutnya seolah tidak bisa berucap. Kesadarannya nyaris menghilang saat kilasan-kilasan ingatan masa lalu berputar hebat di otaknya.
Ya, pada akhirnya—setelah tidak mempunyai cukup nyali untuk menemui gadis itu dulu—kini mereka dipertemukan kembali. Jungkook sangat terkejut ketika memperhatikan sosok itu. Dibandingkan tiga tahun lalu, sorot matanya kini lebih tegas dan berani. Ia tidak menunduk malu-malu seperti seharusnya yang ia lakukan dulu. Kim Sohyun telah berubah.
"Permisi? Apa ada yang ingin Anda sampaikan lagi?"
Lamunan Jungkook buyar ketika Sohyun melayangkan pertanyaan. Apakah gadis itu tidak mengenalinya?
Ah, benar. Untuk apa Sohyun mengingat-ingat lelaki yang dulu pernah menyakitinya? Tentu saja Jungkook sudah tidak penting lagi. Sohyun juga pasti sangat membencinya kan?
Karena Jungkook tidak menjawab apapun, Sohyun yang merasa aneh segera pergi meninggalkan tempat. Namun di saat yang sama, timbul gejolak penyesalan diri yang membeludak dalam hati Jungkook. Setidaknya, ia harus mengucapkan kata maaf meskipun sudah sangat terlambat. Lagi pula, sejak hari itu, Jungkook selalu terbayang-bayang oleh rasa bersalahnya pada Sohyun. Selama setahun penuh ketika di sekolah menengah atas, ia menghindar dengan baik. Membiarkan Sohyun sendiri dan mencari kebahagiaannya sendiri.
Tapi, apakah langkahnya sudah tepat untuk menemui Sohyun sekarang?
"Tunggu." Jungkook pun mencekal pergelangan tangan Sohyun. Sohyun buru-buru menampiknya karena merasa Jungkook berbuat tidak sopan.
"Maaf, aku tidak bermaksud.... Begini, apa boleh aku meminta waktumu sebentar?"
Sohyun mengernyitkan dahinya. Batinnya berkata agar ia mewaspadai laki-laki aneh yang ada di depannya ini. Terlebih, ia berani menyentuh Sohyun saat pertemuan pertama mereka.
"Apa Anda mengenal saya? Saya rasa Anda sangat tidak sopan pada orang yang baru Anda temui hari ini."
"Ini aku, sudah lama tidak bertemu ya?"
Jungkook pun nekat melepas masker dan bucket hat-nya di hadapan Sohyun. Tanpa peduli jika bisa saja ada CCTV yang menyala di sekitar mereka. Tentu hal itu akan menimbulkan berita besar di media Korea apabila seorang artis naik daun ditemukan sedang bersama seorang wanita hanya berduaan di lorong apartemen.
***
"Selamat atas kesuksesanmu. Aku tidak percaya, artis besar sepertimu yang memiliki banyak penggemar dan disebut-sebut sebagai idola, ternyata orang yang tidak punya rasa tanggung jawab sama sekali. Aku penasaran bagaimana reaksi mereka kalau mereka tahu sifatmu dulu."
Jungkook hanya pasrah menerima omelan Sohyun. Mungkin itu adalah rangkuman makian yang harus ia terima setelah tiga tahun lamanya Sohyun memendam dendam.
Mereka berdua akhirnya bertemu di keesokan harinya, sebelum Jungkook berangkat ke lokasi manggung. Mereka sedang berbicara di dalam mobil van milik Jungkook dengan manajernya yang sudah diminta untuk menunggu di luar.
"Aku salah. Karena itu, aku mau minta maaf padamu. Aku menyesal telah menyakitimu, kau pantas membenciku."
"Tidak. Siapa bilang aku membencimu? Aku hanya kecewa saja. Ah tidak, tidak hanya tetapi sangat-sangat kecewa. Kau tidak tahu bagaimana aku dulu sangat percaya dan bergantung padamu? Kenapa kau tega membohongiku dan mempermainkan perasaanku?"
Sekali lagi, dalam hati, Jungkook mengagumi sikap Sohyun yang menjadi lebih berani menyuarakan diri. Ia bilang tidak suka dengan sangat terbuka. Meskipun begitu, Jungkook lega mendengarnya.
"Iya, aku salah. Aku pengecut. Bahkan setelah tahu kesalahanku, aku tidak berniat mencarimu untuk meminta maaf dan memberi penjelasan. Aku mohon, maafkan aku."
Sejujurnya, Sohyun sudah merasa baik-baik saja sekarang ini. Mungkin perilaku Jungkook dulu menyisakan kekecewaan yang teramat dalam padanya. Namun tidak lagi. Sohyun sebenarnya sudah memaafkan Jungkook karena mungkin laki-laki itu punya rasa ketakutannya sendiri. Sohyun akan mencoba memahami dari sudut padang Jungkook.
"Tapi aku tidak bohong, jika aku dulu memang tertarik dan menyukaimu. Aku berani sumpah untuk itu."
"Iya, terus? Apa gunanya kau katakan itu sekarang? Sudahlah. Itu sudah jadi masa lalu, aku juga tidak ingin mengingatnya lagi."
"Apa segitu kecewanya kau padaku sampai-sampai tidak mau mengingatku?"
Sohyun terdiam. Matanya masih menatap lurus ke depan. Ia menghirup napas dalam kemudian menoleh ke arah Jungkook yang ada di sebelah kirinya.
"Bukan karena aku merasa kecewa atau sakit hati jadi aku ingin melupakan siapa orang yang telah menyakitiku. Aku hanya ingin menghapus perasaan nanar itu dari dalam pikiranku sebab aku percaya, orang akan berubah seiring waktu. Tidak ada alasan aku membencimu, aku hanya tidak menyukai sisa-sisa ingatan perasaanku waktu itu. Jangan khawatir."
Bibir Sohyun mengulas senyum. Sesaat kemudian, ia melirik jam tangannya. Ia menepuk jidatnya pelan karena sudah hampir terlambat masuk ke kelas hari itu. Ia pun segera berpamitan pada Jungkook.
"Tunggu, Sohyun," cegah Jungkook. Kali ini tanpa mencekal pergelangan tangan gadis itu.
Sohyun berbalik dan menunggu kalimat Jungkook selanjutnya.
"Selamat ya," ujarnya pelan.
"Untuk?"
"Cincin itu," tunjuk Jungkook pada sebuah cincin yang melingkar indah di jari manis Sohyun.
Sohyun balas senyum dan mengucapkan terima kasih.
"Apakah dia orang yang sama seperti tiga tahun lalu?"
Jungkook sengaja tidak menyebut nama Jaehyun karena entah mengapa ia merasa agak iri pada laki-laki itu. Jaehyun memang jauh lebih layak untuk bersanding dengan Sohyun. Jungkook tidak meragukannya.
Sohyun menjeda senyuman yang tak berhenti berkembang di pipinya, lalu berkata.
"Iya, masih dia. Dan selamanya akan tetap dia. Aku pergi dulu, semoga kau menemukan kebahagiaanmu yang baru."
Sohyun melambaikan tangannya dan segera menghilang dari balik kerumunan. Lagi-lagi rasa menyesal datang menghampirinya. Seandainya dulu ia sadar lebih awal jika ia menyukai Sohyun, mungkin saja hubungan mereka bisa berkembang dengan baik sampai saat ini. Dan mungkin saja bukan Jaehyun, melainkan dirinyalah yang menyematkan cincin itu di jari manis Sohyun.
Semua yang tertinggal hanyalah penyesalan. Jungkook tidak bisa menampik, ia hanya bisa berharap yang terbaik untuk ke depannya. Termasuk, untuk mengharap kebahagiaan Sohyun bersama Jaehyun di masa depan.
***
Sementara itu, di sisi lain belahan bumi utara, seorang wanita dengan luka memar di sudut bibirnya tak berhenti mengeluarkan makian. Pertama, ia dikejar-kejar renternir akibat uang yang ia pinjam sebanyak hampir 7.000 dolar amerika itu tak segera ia kembalikan. Kedua, suaminya menceraikannya dua hari lalu. Kini ia terusir dari rumah tanpa mendapatkan kompensasi uang sedikit pun. Padahal, selama ini ia berjuang mati-matian menghidupi diri di Seattle. Namun tetap saja, wajahnya tak menjadi jaminan.
Sekarang ia sangat depresi. Belum lagi, orang-orang dari Korea itu terus mencari dan mengawasi keberadaannya. Hidupnya tidak tenang. Sempat ia tertangkap, namun ia berhasil melarikan diri setelah meninggalkan uang dengan jumlah yang cukup besar. Uang yang dulu ia rampok diam-diam dari pria yang telah menjadikannya simpanan.
Benar, dia Kim Yeri. Wanita malang yang kehilangan masa depannya seketika setelah angkat kaki dari Korea. Menggoda dan menikahi milyarder kaya dari Negeri Paman Sam rupanya tak bisa membuat keamanan dan kenyamanannya tercukupi. Justru sekarang, ia diceraikan karena terbukti berbuat selingkuh. Ia diusir tanpa sepeser pun uang. Sekarang ia bingung mau ke mana lagi. Ia bahkan tak sempat menabung karena hidupnya selama ini terlalu berfoya-foya.
Anehnya, walaupun sebenarnya banyak mendapat masalah dan karma dari perbuatannya, Yeri sama sekali tidak tersadar dan berniat memperbaiki diri. Wanita itu semakin menjadi-jadi dengan nekat bergabung dalam sindikat peredaran narkoba sebab dirasa uang hasil pekerjaan haram itu akan mampu melunasi hutang-hutangnya.
Tetapi ia salah. Lagi-lagi ia salah langkah. Akibat dari tindakan gegabah dan nekatnya itu, Kim Yeri bersama anak buah yang lain tertangkap polisi dan kini dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Keadaannya semakin mengenaskan sejak saat itu. Kesehatan mentalnya bahkan berangsur menurun. Setiap hari ia hanya akan melamun di dalam sel. Kantung matanya menebal dan menghitam. Tubuhnya kurus kering seperti tidak pernah diberi makan.
Gadis itu kini hanya tinggal menunggu ajalnya saja agar terbebas dari siksaan dunia ini.
Sungguh tak terselamatkan.
***
The End
Nah, jadi kemarin aku belum nyinggung keberadaan Jungkook dan nasib dari Yeri kan?
Jadi aku masukkan di epilog. Semoga sudah terjawab ya....
Pesan apa yang kalian dapet dari kisah Jungkook dan Yeri? Ketik di kolom komentar dan sampai jumpa~~
Adios😚
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top