Bagian 8: Cafe

Akhir pekan tiba. Kalau biasanya aku menghabiskan waktu seharian di dalam kamar untuk membaca komik sambil mendengarkan musik, kali ini Kak Jisoo mengajakku keluar. Kebetulan, kondisi kakiku sudah membaik. Aku lebih mudah untuk berjalan.

Sebelum pergi, kami meminta izin ke Kak Jin. Kak Jin tampak sedang mengerjakan sesuatu dengan notebook-nya, mungkin tugas kuliah. Awalnya, Kak Jin ragu membiarkan kami berdua pergi. Namun, dengan menggunakan namaku, Kak Jisoo sukses membujuk Kak Jin yang strict itu.

"Baiklah, kalau memang Sohyun ingin cari udara segar. Daripada seharian terus di dalam kamar. Tapi, Kakak tidak bisa mengantar kalian. Kakak beri uang untuk naik taksi saja, ya."

Setelah menerima beberapa lembar uang, Kak Jisoo menarikku ke luar rumah. Kami berjalan agak jauh, namun ternyata, di depan sana sudah ada mobil hitam yang menunggu kami.

"Kak Jinyoung?" tanyaku pada Kak Jisoo. Sementara yang ditanya cuma tersenyum penuh rahasia.

Dan benar saja, di dalam mobil itu ada Kak Jinyoung. Tunggu, bukankah umur Kak Jinyoung masih belum cukup dewasa untuk menyetir?

Ini jelas melanggar aturan!

"Kakak yakin? Kak Jinyoung kan belum punya surat izin mengemudi. Lagi pula, Kak Jin sudah memberikan kita uang untuk ongkos naik taksi, kan?"

"Sohyun, tahu nggak. Tujuan dibuatnya peraturan itu ya ... untuk dilanggar." Kak Jisoo memaparkan teorinya. "Karena itu, cepatlah masuk sebelum ketahuan."

Kak Jisoo membukakan pintu di kursi penumpang lalu menuntunku masuk ke sana.

Kak Jin, maaf. Hari ini aku membohongimu.

Suara mesin pun mulai terdengar. Yang aku tahu, Kak Jinyoung anak orang kaya. Mungkin karena itu ia sangat dimanja bahkan diperbolehkan menyetir di usianya yang masih di bawah umur. Aku tidak kenal dekat dengan pacar kakakku ini, tetapi aku yakin, keputusan Kak Jisoo untuk memacari Kak Jinyoung tidak sembarangan. Pasti sudah dipertimbangkan sungguh-sungguh.

Tujuan kami adalah pergi ke salah satu cafe yang katanya ramai pengunjung. Selain karena makanan dan minumannya yang lezat, cafe itu memiliki interior yang unik dan hiburan yang menarik. Meskipun baru dibuka sekitar dua bulan yang lalu, nama cafe ini sudah terkenal di mana-mana.

"Kita sampai!" Kak Jisoo memekik gembira sambil membuka pintu mobil di sebelahnya.

Begitu turun dari kendaraan roda empat ini, angin sepoi-sepoi berembus lembut menerbangkan anak rambutku yang tidak ikut terkuncir. Sebuah bangunan bernuansa hangat dan natural tampak estetik dengan dominasi material yang berbahan kayu.

Ketika masuk, dinding-dinding bagian dalamnya dikreasikan menjadi bentuk taman vertikal dengan aneka tanaman dekoratif, seperti daun monstera, anthurium atau pakis asparagus. Bagian langit-langitnya tidak terlalu tinggi. Lampu-lampu bohlam berwarna kuning keemasan menggantung di bawahnya.

Cafe ini lumayan luas. Di bagian agak dalam lagi terdapat podium mini dengan beberapa perangkat untuk pertunjukan live music, seperti sepasang speaker, stand-mic, dan juga gitar akustik. Kak Jisoo membawaku ke meja yang paling dekat dengan podium.

"Nah, duduklah. Kamu mau pesan apa?" tanya Kak Jisoo padaku.

Oh, sofanya benar-benar empuk.

"Aku mau egg drop dan banana smoothie saja," jawabku setelah melihat daftar menu.

Kak Jisoo dan pacarnya pun mulai berdiskusi untuk memesan menu dengan embel-embel 'couple'.

Ayolah, padahal kita sekarang triple. Aku jadi kesal sendiri. Kalau kencan, kenapa harus ngajak-ngajak aku? Kayaknya Kak Jisoo sengaja deh, biar dia ada alasan buat lolos dari pengawasan Kak Jin.

"Sohyun, sini." Kak Jisoo memutar wajahku menghadap ke arahnya. Samar-samar kulihat ia mengeluarkan sesuatu dari dalam pouch berwarna cream miliknya. Sesuatu yang sepanjang jari kelingking dengan warna soft pink. Kalau tidak salah itu ... lipstik! Benda haram yang harus aku jauhi!

"Eh, eh! Kak Jisoo mau apa?" tanyaku sambil menjauhkan kepalaku.

"Dikit aja, Sohyun ... ayolah! Ini bukan di sekolah! Kau tidak perlu takut pakai lipstik. Cuma sedikit, kok." Kak Jisoo menodongkan 'benda keramat' miliknya dan mengarahkannya ke bibirku.

Tahu kalau sifatku gampang segan dan tidak bisa menolak, akhirnya benda lembab dan padat itu berhasil terpoles di kedua labiumku. Alhasil, auraku jadi terlihat lebih hidup. Tidak pucat seperti biasanya.

"Pretty!" puji Kak Jisoo yang juga ditanggapi senyuman dan acungan jempol oleh Kak Jinyoung.

Masih cemberut, aku menunjukkan rasa keterusikkanku ketika melihat Kak Jisoo mengeluarkan sisir dan mulai merapikan poniku. Apalagi ini?

"Perfect!" ocehnya. "Sekarang ke bagian terpenting dari acara makan siang kali ini!"

Untuk kalimatnya yang barusan, aku sungguh tidak mengerti. Apa maksudnya? Bagian terpenting apa?

Sibuk menerka isi kepala Kak Jisoo, tiba-tiba kedua telingaku disambut suara merdu yang diiringi oleh petikan gitar akustik dari arah podium.

"Can I call you baby? Can you be my friend? Can you be my lover up until the very end ...."

Lagu kesukaanku. Lagu yang kuperdengarkan akhir-akhir ini. Seorang laki-laki tampak memainkan string gitar yang berwarna cokelat itu sambil menyuarakan bakatnya. Sebuah hoodie berwarna hijau army melekat di tubuhnya. Wajahnya tak terlihat karena tudung yang ia sematkan. Tetapi jelas, sebuah kacamata bertengger di hidungnya yang mancung.

"I need somebody who can love me at my worst. No, I'm not perfect, but I hope you see my worth. 'Cause it's only you, nobody new, I put you first. And for you, girl, I swear I'll do the worst."

Suaranya sangat manis dan lembut. Jika diibaratkan seperti lelehan cokelat dan madu. Aku bahkan terbengong untuk sesaat, mengagumi bentuk keindahan yang mungkin akan langka aku temui di dunia nyata selain dari layar ponsel atau televisi.

Lirik pun mendadak terhenti. Laki-laki itu mengangkat wajahnya. Sebuah tahi lalat terlihat ada di bawah bibirnya. Mata rusanya yang besar dan menawan dapat kuterawang dari kacamata transparan yang ia kenakan. Tunggu dulu! Bukankah itu Jeon Jungkook?

Aku sadar dari keterkejutanku ketika mendengar tepuk tangan para pengunjung. Dan saat itu pula, aku menyaksikan Jungkook meletakkan gitarnya kemudian berjalan menuju ke mejaku. Pandanganku tidak dapat beralih darinya. Ia sungguh sangat sempurna. Laki-laki paling ideal yang berhasil mencuri hatiku. Jeon Jungkook, cinta dalam diamku. Apakah aku bermimpi hari ini bisa menemuinya sedekat ini?

"Hai, Kak Jisoo, Kak Jinyoung." Jungkook menyapa pasangan kekasih itu, lalu mengambil duduk tepat di sebelahku! Ingat itu, di sebelahku! Sungguh jarak yang sangat dekat.

"Jadi ... ini adik Kakak?" Jungkook melontarkan pertanyaan itu sedangkan matanya menatapku. Aku tersipu.

Salah tingkah, aku pun tak sengaja menyenggol gelas berisi banana smoothie yang tadi aku pesan.

"Ah, ma–maaf!!" Aku buru-buru mengucapkan itu sambil mengatupkan kedua tanganku dan menunduk malu.

Parah. Apa ini kesan pertama yang kau berikan pada Jungkook setelah hari bersejarah satu tahun yang lalu? Kim Sohyun, kau ceroboh! Jangan sampai Jungkook illfeel terhadapmu.

"Tidak apa-apa, tidak perlu minta maaf," katanya. "Oh, iya. Selamat ulang tahun."

Ulang tahun? Aku? Astaga! Benar, ini hari kelahiranku. Bagaimana aku bisa lupa? Dan ... Jungkook adalah orang pertama yang mengucapiku?

Tolong cubit pipiku! Agar aku percaya bahwa ini nyata!

Aku melirik ke arah Kak Jisoo. Kakak keduaku itu mengerlingkan matanya, menggodaku. Ah, ini pasti ulahnya. Ia sengaja mempertemukan Jungkook denganku karena Kak Jisoo tahu aku menyukai laki-laki itu. Tepat sekali, karena hari ini adalah hari istimewaku.

Baiklah, aku tidak akan marah meskipun rencana Kak Jisoo ini di luar persetujuanku. Tapi, di sisi lain aku juga merasa senang dan puas. Seolah, sebagian beban hidupku ada yang terangkat. Beban yang mengindikasikan bahwa aku sungguh menunggu momen dimana Jungkook berbicara padaku. Dan itu terjadi detik ini juga.

"Maaf? Kau bilang apa?" tanyaku memastikan. Telingaku tidak bermasalah kan?

"Selamat ulang tahun, aku dengar dari kakakmu kalau hari ini kau ulang tahun. Jadi, aku menyanyikan lagu kesukaanmu di atas panggung."

Bahkan, lagu itu dipersembahkan untukku. Ini romantis sekali, huhu.

"Te–terima kasih," gumamku.

Ia sepertinya tidak begitu mendengar suaraku. Tapi, melalui gerak bibirku ia dapat mengetahui maksudku.

"Sama-sama," jawabnya. Dan hari ini pun, kami berempat makan siang bersama.

Beberapa jam terlewati. Tiba saatnya bagi Kak Jisoo dan Kak Jinyoung melanjutkan kencannya. Sialnya, Kak Jisoo malah menyerahkanku pada Jungkook. Ia meminta laki-laki itu untuk mengantarku pulang sampai ke rumah.

Bisa-bisanya Kak Jisoo menenggelamkan diriku ke dalam air?

Aku yakin akan sulit bernapas jika berada di sekitar Jungkook. Dan sekarang, kami harus jalan bersama. Bayangkan, seperti apa kondisi jantungku saat ini. Rasanya seperti ia akan meledak karena memompa darahku terlalu cepat.

Jungkook bilang, ia terbiasa ke mana-mana menggunakan bus. Akhirnya, kami menuju ke halte terdekat dan menunggu bus di sana. Tak banyak hal yang kami bicarakan selama perjalanan. Hanya saja ... mendadak Jungkook mengatakan hal ini, "Sepertinya aku pernah melihatmu di sekolah."

Pisau tak kasatmata seakan menghujam tepat di hatiku. Aku selama setahun lebih ini tidak bisa berhenti untuk tidak memikirkannya. Bahkan, momen pertemuan pertama kami masih sangat rapat tersimpan dalam memori otakku. Namun ternyata, pada faktanya, bagi Jungkook aku hanyalah orang asing. Benar-benar orang asing yang tak ia kenali. Padahal, akan lebih baik jika ia berkata, bukankah kamu siswi dari Nanyang High School? Kita pernah bertemu. Tapi sepertiya, itu hanya akan menjadi khayalanku belaka.

"Oh, iya. Aku ingat, kau yang digendong oleh seorang cowok waktu itu. Kau murid Nanyang High School, sama sepertiku."

Baguslah dia tahu. Sayangnya, dari sekian banyak peristiwa yang aku alami, kenapa harus yang itu, yang ia ingat? Kenapa tidak pertemuan pertama kami saja?

"I–iya, itu aku."

"Ngomong-ngomong, siapa namamu? Aku lupa menanyakannya, maaf," katanya selagi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Dia tidak tahu namaku? Padahal, tadi mengucapiku 'selamat ulang tahun'. Miris sekali. Paling tidak, jika Kak Jisoo ingin mengenalkanku dengan cowok ini, harusnya dia kasih tahu namaku, dong!

"Oh, a–aku, Kim Sohyun," lirihku.

"Maaf, siapa? Bisa kau bicara lebih keras?"

"Kim Sohyun," ucapku sedikit menaikkan volume. Kejadian ini sudah biasa, suaraku memang sangat kecil. Orang-orang selalu memintaku untuk mengulang apa yang aku katakan karena mereka gagal menangkapnya dengan baik.

"Oh, hai, Sohyun. Namaku–"

"Jeon Jungkook. Aku tahu. Aku tahu kau."

"Hah? Kau kenal denganku? Bagaimana bisa?"

Apa sekarang dia bercanda? Apa dia tidak sadar kalau dia anak popular di sekolah?

"Kau anak Band Orion, bagaimana aku tidak kenal? Semua murid Nanyang pasti mengenalimu," jawabku menahan kesal.

"Ah, begitu, ya, haha," responsnya dengan tawa canggung.

***

"Rumahku dekat dari sini, kau bisa langsung pulang." Aku dan Jungkook berhenti di gang masuk menuju perumahanku, lokasi kontrakanku berada. Aku sengaja memintanya untuk pulang karena aku takut, jika sampai rumah, Kak Jin akan mengusirnya dengan tidak terhormat nanti.

"Kau yakin?"

"Iya, pulanglah. Terima kasih sudah mengantarku hari ini."

Jungkook masih memindai wajahku. Tidak tahu, apa yang ia pikirkan. Aku tidak bisa menebaknya.

"Oh, hai! Akhirnya ketemu juga!" Sebuah suara lantang muncul dari balik tubuhku. Mendengarnya saja aku sudah merinding. Suara yang belakangan sering menghantui otakku. Suara si gila, Jung Jaehyun!

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Harusnya aku yang tanya itu, bukan kau! Apa yang kau lakukan di sini, Jaehyun?!

Aku meliriknya sinis. Namun, sesaat kemudian, terdengar suara Jungkook yang menginterupsi.

"Ekhem, kalian lanjutkan saja pembicaraan kalian. Aku pulang duluan, ya," pamitnya.

Tak bisa berkata-kata, aku hanya mengangguk dan sekali lagi mengucapkan terima kasih padanya karena telah mengantarku pulang. Sekarang, fokusku teralih pada cowok menyebalkan ini.

"Aku mengirimkanmu pesan, tapi sepertinya tidak kau baca."

"Mau apa?" tanyaku langsung ke intinya. Ogah berbasa-basi.

"Kim Sohyun, selamat ulang tahun. Ini untukmu."

Jaehyun memberikanku sebuah benda persegi yang terbungkus oleh kertas kado bermotif bebek. Lucu sekali. Eh, tapi apa isinya?

Aku sangat penasaran, namun aku berusaha sebaik mungkin untuk menyembunyikan ketertarikanku terhadap kado pemberiannya.

Oh astaga! Aku baru sadar, kok dia tahu aku sedang berulang tahun? Pakai diberi kado segala.

"Kau bisa membukanya di kamar nanti. Semoga kau suka," katanya. Aku bisa melihat ketulusan dari kedua binar mata Jaehyun. Namun entah mengapa, usahanya yang mendekatiku secara tiba-tiba tidak dapat kusambut dengan terbuka. Aku masih merasa aneh olehnya.

"Terima kasih," ucapku. Tak tega menolak pemberiannya, akhirnya kubawa pulang saja kado itu. Jaehyun tidak mencegahku. Cowok itu justru mengantarku sampai depan rumah, tentunya dengan penuh waspada. Takut kalau-kalau Kak Jin memergoki kami.

"Aku pulang, jangan lupa dibuka. Kalau sudah dibuka, kabari aku lewat chat. Kalau perlu kirim fotomu sekalian, agar bisa aku simpan!" kata Jaehyun setengah berteriak. Aku pun mempercepat langkahku.

Hah, dia benar-benar gila! Aku tidak mau mendengar kelanjutan dari kalimatnya!

"By the way, kau cocok dengan warna bibir itu!" lanjutnya.

Bodoh, aku tidak dengar!

Aku setengah berlari sambil menutup kedua telingaku. Dia jadi cowok sama sekali tidak ada harga dirinya, ya? Dasar.

Sesampainya di depan rumah, segera kumasukkan hadiah dari Jaehyun ke dalam tas. Tepat saat akan membuka pintu, Kak Jin muncul duluan dan ....

"Happy Birthday! Nation's little sister!! Adik kesayangan Kakak!"

Kak Jin merentangkan kedua tangannya. Di belakangnya sudah ada Kak Jisoo yang memegang kue, yang di atasnya sudah diberi lilin yang menyala. Aku terkejut dan menutup mulutku yang terbuka. Sejak kapan Kak Jisoo sudah ada di rumah?

Jadi, membawaku pergi ke cafe adalah skenario agar mereka berdua bisa mempersiapkan pesta kejutan ini?

Ya ampun, kenapa aku tidak bisa memprediksi hal ini?

Kak Jin berjalan ke arahku lalu memelukku erat. Kak Jisoo juga mendekat dan memintaku untuk meniup lilinnya.

"Jangan lupa, make a wish dulu," pesan Kak Jisoo.

Satu hal yang masih membuatku penasaran. Apa Kak Jin juga tahu kalau tadi kami pergi bersama Kak Jinyoung dan aku dititipkan kepada seorang cowok yang tak lain adalah Jungkook? Sebenarnya, setinggi apa sih IQ-nya Kak Jisoo sampai-sampai bisa menyembunyikan semuanya dengan rapi dan tanpa celah?

Melupakan keingintahuanku, aku dan kedua kakakku pun masuk ke rumah. Kami menikmati quality time bersama-sama. Hingga tiba saatnya nanti, aku membuka kado dari Jung Jaehyun. Apa ya isinya?

***

Tbc

Apa hayo? Ada yg bisa nebak isi kado dari Jaehoney?

Btw, makasih buat kalian yang vote dan komen cerita aku. Makasihhh banyakkk, secara nggak langsung kalian udah nyemangatin aku buat lanjut nulis cerita ini. Tahu nggak sih, ide-ide jadi terus bermunculan karena komen dari kalian. Maaf kalau ada yg belum sempet aku balesin komennya, banyak banget soalnya. Bingung mau gimana wkwk yang jelas aku notice kalian semua kok🙆

Thanks a lot ya, gais!! Keep your health❤️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top