Bagian 5: Nomor Misterius
Badanku terasa segar dan wangi setelah berendam diri di dalam bath up yang penuh dengan busa. Mandi setelah seharian beraktivitas itu menjadi sebuah keharusan. Aku paling tidak suka jika tidur dalam kondisi tubuh yang masih lengket dan bau keringat. Rambutku yang basah segera kukeringkan dengan dryer yang kupinjam dari kamar Kak Jisoo.
Hari menjelang malam. Terdengar suara pergerakan Kak Jin yang sedang memasak dari arah dapur. Selesai mengeringkan rambut, aku pun bergegas untuk membantunya. Paling tidak, aku bisa diandalkan dalam hal memotong sayuran dan menyajikan makanan di atas piring. Tenang saja, untuk saat ini aku belum pandai memasak. Tapi nanti ... jika motivasiku sudah tiba, pasti akan kukalahkan kemampuan Kak Jin.
Aku memutar mataku malas. Kenapa, ya, cowok paling suka memamerkan bentuk tubuhnya? Apa gunanya? Untuk memikat wanita?
Aku berdecak sebal menyaksikan Kak Jin yang tak mengenakan atasan apa pun. Otot lengannya terlihat. Bahunya yang lebar terlihat. Dan meskipun Kak Jin menggunakan apron, dadanya yang bidang serta abs-nya dapat kuraba secara kasatmata.
Pemandangan yang biasa.
"Kak, pakai baju, kek! Kebiasaan banget!" keluhku. Namun, protesku hanya ditanggapinya dengan mengendikkan kedua bahu. Baiklah, terserah.
Pemandangan seperti ini sudah kusaksikan sejak Kak Jin rutin berolahraga demi memperindah bentuk tubuhnya. Kira-kira dua tahun yang lalu. Aku agak kesal sih, sebab setelah memiliki tubuh yang berisi, Kak Jin jadi suka mengekspos dan memamerkannya. Tidak hanya padaku, tetapi ke Kak Jisoo juga. Aku masih sangat ingat bagaimana kurus keringnya Kak Jin sebelum ia rutin melakukan gym. Tiap kali mendapat otot baru, ia pasti bersorak ke arah kami—aku dan Kak Jisoo—lalu membuka pakaiannya dan berbangga diri.
Lihat, aku punya otot lengan!
Lihat, aku punya abs!
Lihat, Kakakmu keren kan!
Aku yang paling tahan jika Kak Jin sudah bersikap seperti itu. Namun, tidak dengan Kak Jisoo. Kak Jisoo tak bisa untuk tidak mengumpat atau menyerang Kak Jin jika dirinya mulai bertingkah. Lucunya, Kak Jisoo membalas Kak Jin dengan juga memamerkan diri ketika ia mencoba lipstik barunya—mengerucutkan bibirnya seperti hendak mencium dengan warna baru yang ia dapatkan—atau ketika Kak Jisoo mendapatkan baju baru dari brand yang memintanya untuk melakukan endorse di instagram, maupun ketika Kak Jisoo mengganti gaya rambutnya mengikuti sang idola. Kak Jisoo paling ahli jika disuruh mempraktikkan pose centil. Dan tentu saja, itu adalah siksaan paling menyakitkan bagi mata dan telinga Kak Jin.
Lihat, bibirku seksi kan? Muach.
Lihat, pakaian ini terlihat cantik di tubuh rampingku!
Oh, bukankah gaya rambutku sudah menyaingi Ariana Grande?
Membayangkan saat-saat seperti itu, tanpa sadar aku jadi tertawa.
"Kenapa ketawa? Ada yang lucu?" tanya Kak Jin sambil memasukkan daging ke dalam teflon lalu menumisnya bersama bumbu-bumbu yang lain.
"Nggak, cuma teringat sesuatu aja. Kalo Kak Jisoo liat penampilan Kakak sekarang, takutnya Kak Jin nggak akan selamat sampai besok pagi," ujarku.
Mengenai Kak Jisoo, hari ini ia pulang terlambat lagi. Bukan karena kencan, tapi sungguh karena harus menghadiri perkumpulan rutin dari klub teaternya. Jika diperkirakan, Kak Jisoo akan pulang sekitar satu setengah jam lagi.
"Yah, jika dia berani menendang abs-ku, tidak akan kuberi dia jatah bulanan untuk membeli kosmetik!" Kak Jin mulai mengomel seperti ibu-ibu.
Ya, memang benar. Tubuh Kak Jin adalah aset terbaik kami. Tanpa tubuh itu, Kak Jin tidak akan menghasilkan uang. Ia juga tidak akan menjadi model, yang berarti tidak akan ada pula pemasukan bagi kami. Meskipun mama sering mengirimkan uang, tetapi kami lebih sering menggunakan milik Kak Jin. Kalau uang dari orang tua sih, cukup untuk biaya pendidikan saja. Sisanya Kak Jin yang mengurus. Benar-benar kakak yang bertanggung jawab dan dewasa.
"Hei, Sohyun, lihat...." Kak Jin meletakkan spatulanya dan mulai menaikkan apron yang dipakainya. "Abs-ku jadi semakin sempurna." Setelah mengucapkan itu, ia berkedip sebelah mata, membuatku geli.
"Iya, iya, iya...." Aku menjawabnya dengan nada jenuh. Untungnya Kak Jin tidak memperhitungkan ekspresiku. Ia benar-benar hanya terkagum-kagum dengan tubuhnya sendiri.
Kak Jin orangnya humoris. Ada kalanya ia konyol seperti ini. Tetapi, di luar rumah sikapnya lebih ketus dan cuek. Hampir saja aku mengira Kak Jin punya dua kepribadian. Kalau kami bertemu di luar, seolah-olah yang kulihat adalah orang lain dan bukan Kak Jin seperti yang sekarang ini ada di depanku.
Ngomong-ngomong soal bentuk tubuh, apa Jaehyun juga seatletis Kak Jin, ya? Otot lengannya saja sekekar itu.
Aish!! Apa yang kupikirkan!
Buru-buru aku membangunkan diriku, membersihkan pikiranku dari hal-hal kotor. Fyuh ....
"Oh, iya, Kak. Aku mau tanya sesuatu," kataku menghentikan aktivitas Kak Jin yang meraba-raba perutnya itu. Ya ampun.
"Hm, apa?" Kak Jin menurunkan lagi apronnya dan kini melanjutkan memasak sambil menjawab pertanyaanku.
"Emangnya bagi cowok, punya tubuh yang bagus itu penting, ya?"
Kak Jin meletakkan jempol dan telunjuk kirinya—membentuk checklist— di bawah dagu. Sebelah tangannya yang lain memegang spatula dan terus mengaduk daging yang ada di atas teflon agar bumbunya merata. Kedua mata Kak Jin menatap langit-langit seolah berpikir.
"Sekarang Kakak balik pertanyaannya. Kalau menurut Sohyun bagaimana? Apa penampilan bagi cewek itu sangat penting?"
"Hmm ...." Aku bergumam dan sedikit menelengkan kepalaku.
"Mungkin," jawabku ragu.
"Kok mungkin, sih? Jawabannya adalah penting. Zaman sekarang, cewek lebih suka cowok yang memperhatikan bentuk tubuhnya. Kalau nggak mau merawat diri, ya jangan harap dapet jodoh."
Ini Kak Jin jawabnya serius nggak sih? Kok aku kesal ya cewek dipandang begitu sama cowok? Nggak semua cewek menomorsatukan penampilan, kok. Kalau orangnya baik, kenapa enggak?
"Selain itu, bukannya bermaksud apa, tapi kamu bisa lihat sendiri. Yang banyak dapet kerja itu yang cantik apa yang jelek? Yang tampan atau yang tampangnya pas-pasan?"
Tidak berniat menampik. Ada benarnya juga. Meskipun punya skill bagus, tapi kalau nggak cantik atau tampan, tidak akan menarik perhatian interviewer. Dunia tidak hanya semakin kapitalis, tetapi juga diskriminatif. Oh, aku lupa. Padahal, kejadian ini menimpaku di sekolah.
Diskriminatif, ya.
***
Usai makan malam, aku membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Beruntung tidak ada pekerjaan rumah dari sekolah. Aku bisa beristirahat lebih awal. Mataku sudah terasa lelah dan pikiranku yang sejak pagi sudah kacau, ingin segera aku istirahatkan.
Belum sampai memejamkan mata, tiba-tiba ponselku berdenting. Pertanda ada pesan masuk. Apa mungkin Arin?
Selain Arin, tidak ada anak sekolah yang menghubungiku, kecuali jika menyangkut tugas.
Ada nomor tak dikenal. Ia mengirimkan pesan yang tidak jelas.
Hai, save nomorku.
"Hah, siapa sih?"
Ini siapa? Arin? Nomormu baru lagi?
Ya. Arin lumayan sering berganti nomor telepon. Kurang lebih sudah ada tiga kali sejak pergantian nomornya dua bulan yang lalu.
Coba tebak. Kalau benar, aku akan mengabulkan satu permintaanmu.
"Dia pikir dirinya jin yang tinggal di lampu ajaib? Iseng nih orang!"
Kesal, kumatikan ponselku dan aku memilih untuk segera tidur saja. Tetapi rencanaku gagal. Berulang-ulang ponselku berdenting. Aku menggeram marah dan langsung menutup kepalaku dengan bantal.
Ting! Ting! Ting!
Bunyi itu terus berdatangan hingga mau tidak mau, aku mematikan jaringan Wi-Fi di ponselku agar aku tidak terlihat online dan notifikasi akan berhenti sepihak.
Belum juga jempolku menekan ikon Wi-Fi yang berwarna biru itu, sebuah telepon masuk. Awalnya aku ragu untuk mengangkatnya karena itu nomor asing yang sama, yang menerorku di aplikasi chat.
Tetapi aku penasaran. Akhirnya kuangkat saja supaya masalah bisa secepatnya kuselesaikan dan aku bisa tidur dengan nyaman.
"Halo? Ini siapa, ya? Tolong jangan main-main!" sergapku.
"Wah, tidak kusangka secepat ini kau mengangkatnya."
Suara ini....
"Yah, karena kau gagal menebak siapa aku. Maka, kau yang harus mengabulkan satu permintaanku."
Jung Jaehyun! Cowok shameless itu lagi?
"Tunggu, dari mana kau dapat nomor teleponku?!"
"Dari mana, ya? Kalau aku beri tahu jadi tidak seru. Oh, bahkan aku tahu di mana alamatmu. 146 Anam-ro, Anam-dong, Seongbuk-gu, Seoul, Kor–"
"Stop! Kau beneran penguntit, ya?! Kalau kau mau minta informasi tentang Kak Jisoo, maaf, aku tidak bisa memberikan. Kakakku itu juga sudah punya pacar. Berhenti menggangguku!"
Pertama kalinya aku berteriak pada orang yang tidak kukenal dekat. Rasanya lega sekali bisa mengutarakan kekesalanku.
"Hah? Apa kau bilang? Aku meminta informasi tentang kakakmu?"
"Jujur saja! Banyak cowok mendekatiku cuma karena mereka ingin tahu nomor telepon Kakak, apa makanan kesukaannya, kapan tanggal lahirnya dan sebagainya. Kau sama saja, kan? Aku tidak bisa kasih tau. Sebaiknya berhenti menerorku."
"Tunggu, sepertinya kau salah paham."
Suasana menjadi hening sejenak. Aku menunggu cowok itu berbicara. Apa maksudnya aku salah paham?
"Jadi selama ini kau kira aku mengincar kakakmu?"
"Memang iya, kan? Kau sama saja seperti cowok lain," tegasku.
"Memang siapa kakakmu? Aku tidak kenal."
Pertama kalinya ada cowok yang tidak mengenali kakakku. Apa dia serius? Meskipun aku tahu Jaehyun anak baru, tetapi sejauh aku mengenal lingkungan sekolahku, Kak Jisoo selalu dibicarakan di manapun. Di sudut sekolah terpencil sekali pun, seperti toilet dan gudang. Sepenjuru sekolah tahu siapa dia, cewek tercantik nomor satu di Nanyang High School. Terlebih lagi, aku yakin, anak-anak cowok di sekolah hebat dalam mempromosikan kecantikan kakakku. Apa iya Jaehyun tidak tahu sama sekali?
"Jangan bercanda, dia Kak Jisoo. Kim Jisoo, aku yakin kau pernah mendengar namanya di sekolah."
"Sungguh, aku baru tahu kau punya kakak. Wah, kakakmu pasti cantik sepertimu," ujarnya.
Ada apa ini? Random sekali. Sebentar, kalimatnya itu seharusnya begini, kamu pasti cantik seperti kakakmu. Kurasa dia salah.
"Sudahlah, apapun itu, sebaiknya berhenti menerorku. Aku akan matikan teleponnya."
"Tunggu dulu! Karena kau sudah salah paham, aku mau meluruskan semuanya. Jangan tutup teleponnya!"
Salah paham apa sih?
"Kim Sohyun, bukan aku berniat ingin mengetahui semua tentang kakakmu. Tapi ... kamu cukup menarik perhatianku. Boleh aku mengenalmu lebih banyak?"
***
To be continued
Yaaayyy, jawab "Iya" ya, Hyun. Please...
Bang Jeff kayaknya udah kepincut ^^
Notif wattpad sekarang agak gimana ... gitu ya? Soalnya tiap aku up, pasti nggak muncul-muncul. Munculnya jadi lama banget :(
Ini aku nulis gini doang dosa nggak sih? Wkwkwk. Nggak papa kali, ya. Lagian kan nggak yang vulgar gitu :p aman deh. Aman kan??😌😌😌
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top