Bagian 2: Awal Mula
Jatuh cinta itu sederhana. Sesederhana aku ketika nggak sengaja tabrakan sama Jungkook di depan gedung perpustakaan. Waktu itu kondisinya sedang hujan rintik-rintik. Aku buru-buru ke perpustakaan buat ngembaliin buku yang aku pinjam, berhubung sebentar lagi pukul 03.00 sore dan perpus akan segera tutup.
Dengan setengah berlari, aku nggak sadar kalau Jungkook lagi berjalan dari arah belokan, arah yang berlawanan. Alhasil, kami bertubrukan. Bukuku jatuh, dan lantai yang licin membuatku secara tidak sengaja malah terpeleset. Malu sekaligus sakit datang dalam waktu bersamaan. Jungkook yang panik langsung menanyakan kondisiku saat itu. Lututku lebam karena posisiku jatuh ke depan.
"Kamu nggak papa? Mau ke UKS? Aku anter yuk?"
"Nggak, kok. Nggak usah, Aku baik-baik aja. Ya, ya udah, a-aku permisi dulu."
Aku mencari cara agar terbebas darinya. Jujur saja, ini pertama kalinya aku bicara dengan cowok semenjak menjadi siswa baru di SMA beberapa minggu yang lalu. Sejak saat itu pula, aku jadi sering memperhatikannya. Penasaran, apakah Jungkook yang baru kuketahui namanya dari Arin itu memang terbiasa bersikap lembut pada orang lain, terutama anak perempuan? Apakah boleh memberikan perhatian seperti itu pada setiap cewek yang dia temui bahkan untuk ukuran cewek asing yang baru dilihatnya sepertiku?
Jantungku langsung berdebar ketika Jungkook menawarkan untuk mengantarku pergi ke UKS saat itu. Rasanya seperti berbunga-bunga, orang bilang seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam perutku. Geli-geli gimana gitu. Yah, tapi untuk bisa dekat dengannya hanyalah sebatas mimpi belaka. Aku lebih banyak memperhatikan Jungkook secara gerilya. Sembunyi-sembunyi, supaya nggak ketahuan anak-anak lain. Mungkin mereka bakal meledekku kalau tahu anak cupu sepertiku menyukai cowok popular seperti Jungkook. Bagai langit dan bumi.
Hingga Jungkook bergabung dalam band Orion di semester 2, intensitas kami berpapasan jadi menurun. Jungkook terlihat sibuk bolak-balik masuk ke ruang musik untuk latihan. Dia seorang vokalis, dan jujur, suaranya memang selembut itu saat menyanyi. Telingaku berasa seperti diberkati oleh Tuhan. Pantas saja ia punya banyak fans. Tak hanya dari teman satu angkatan, bahkan kakak kelas pun banyak yang jatuh hati pada pesona Jungkook. Membuatku semakin minder saja.
Ngomong-ngomong, setelah semalam Kak Jisoo memergoki buku diary-ku dan tahu kalau aku naksir pada cowok bernama Jungkook, kelakuannya semakin menjadi. Sisi lain kakakku yang aku tidak suka selain ia yang berisik, juga ia termasuk centil. Centil dalam artian nggak tahu malu. Dalam hal apapun, salah satunya menunjukkan rasa sukanya pada Kak Jinyoung-cowok kelas tiga, anak teater juga, yang kini menjadi pacarnya.
Ide gila yang terlintas di kepala kakakku adalah, "Sohyun, ayo!! Dekati dia, kalau perlu kirim surat cinta kek, apa kek, kasih cokelat kek, supaya dia notice kamu. Kamu tuh harus lebih agresif!"
Oke, aku masih bisa tahan untuk ide yang satu itu. Hingga kemudian, muncul ide lain, "Atau perlu kakak kasih tahu Jinyoung, minta bantuan dia buat bisa nyomblangin kamu sama Jungkook?"
Nggak! Itu sih maunya Kak Jisoo aja biar ada kesempatan terus deket-deket sama Kak Jinyoung dengan berdalih untuk membantuku bisa jadian sama Jungkook. Lagian juga, pacaran masih menjadi hal yang tabu di telingaku. Aku tahu, di umurku yang remaja ini, harusnya aku menikmati banyak momen baru, salah satunya pacaran. Tapi boro-boro pacaran, dideketin cowok aja aku udah kabur duluan. Gimana gitu rasanya. Takut iya, malu iya, padahal pingin tahu juga rasa di PDKT-in itu seperti apa. Cupu banget, kan?
"Woi, Sohyun! Lagi ngelamunin apa sih, dari tadi aku panggilin kok nggak jawab!"
Arin dengan teriakannya berhasil membuatku terkejut. Hari ini dan tiga hari ke depan adalah hari di mana sekolah kami mengadakan acara dies natalis. Banyak sekali kegiatan yang diadakan. Sekadar seru-seruan, seperti perlombaan antar kelas, pentas seni, olah raga dan lain-lain. Otomatis kegiatan pembelajaran diberhentikan untuk sementara dan itu adalah surga bagi kita semua, siswa-siswi Nanyang High School.
"Bosen banget deh! Nggak ada pelajaran matematika yang aku suka. Nggak ada soal, nggak ada kuis, hahhh boseeenn!"
Mendengar curahan hati Arin itu seketika aku bergidik ngeri. Gila ya, orang pada seneng-seneng, dia-nya malah suka bertaruh hidup dan mati di dalam kelas dengan guru killer itu. Aku heran, heran banget sama cara berpikirnya. Untung dia sahabat aku, jadi masih bisa aku toleransi. Coba aja kalau anak lain denger, pasti dia ditoyor satu kelas. Aku sih cuma bisa berdiri sambil geleng-geleng kepala.
"Eh, Hyun, sadar nggak sih, itu anak yang duduk di bangku paling belakang, sering banget ngelihatin kamu," ujar Arin mengalihkan pembicaraan dan mencari topik baru agar kami-yang masih di kelas ini-tidak merasa bosan.
"Hah, siapa?" Refleks aku menoleh ke belakang karena posisi dudukku yang selalu berada di tengah, di barisan paling kiri dekat dengan jendela.
Seorang cowok asing-entah siapa namanya aku sama sekali tidak tahu-sedang duduk dari bangku pojok paling belakang dari barisan kanan dan terang-terangan menatapku. Membuatku gelagapan dan memalingkan wajah dengan kilat.
"Rin, kok aku jadi nggak tenang, ya? Kita pergi ke lapangan aja nyusul anak-anak gimana? Ngapain gitu, pokoknya jangan di kelas deh."
"Iya, aku setuju. Ya udah, yuk."
Kami pun memutuskan untuk pergi ke lapangan, dimana acara perlombaan antar kelas cabang olahraga digelar. Kebetulan, Jungkook ikut lomba lari maraton mewakili kelasnya. Aku ingin sekali melihat dan menyemangatinya, secara batin.
***
Priit!! Suara peluit berkumandang. Seisi lapangan besorak riuh menyambut sang pemenang lomba. Jungkook berdiri di tengah-tengah lapangan bersama timnya. Ya, kelas mereka—kelas 2-2—berada di posisi pertama. Disusul kelasku—kelas 2-3—di posisi kedua dan kelas 2-1, di posisi ketiga.
Aku ikut gembira melihat Jungkook tertawa sambil mengangkat tinggi pialanya, meskipun tidak se-ekspresif yang lain. Keringat tampak membasahi kaos Jungkook yang berwarna putih transparan. Kulit tubuhnya tercetak jelas berwarna sedikit kecokelatan. Mungkin karena belakangan ini matahari bersinar cukup terik sehingga menambah kadar melatonin dari kulitnya yang terbiasa terpapar UV ketika sedang manggung di luar ruangan. Sayang sekali, namun itu tak mengurangi ketampanan seorang Jeon Jungkook.
Aku tak bisa melihatnya lebih dekat. Kerumunan massa yang mayoritas merupakan kaum hawa tampak melingkari Jungkook di sana. Seakan-akan mereka adalah pagar pelindung, atau dinding pelindung yang menghalangiku masuk ke dalamnya.
"Wah, gila! Para betina itu memang nggak bisa ya lihat yang hot-hot sedikit aja. Sabar, ya, Hyun," ucap Arin seolah menyemangatiku. Tentu saja, menyaksikan pemandangan ini sukses membuatku lemas seketika.
Kenapa sih, semua orang yang ada di sekitarku standarnya terlalu tinggi untuk kuraih? Sebentar, kayaknya memang ada yang nggak beres denganku. Takdir yang malang, aku harus terlibat dengan orang-orang hits dan popular. Entah itu kakakku, entah itu Jungkook. Atau memang sekolah ini yang terlalu prestise? Sampai-sampai sebagian besar muridnya juga dari golongan berkelas? Hah, aku ingin mengasingkan diri saja.
"Dih, itu anak lagi. Dia lagi, dia lagi. Nggak risih apa Jungkook dibuntutin terus sama tuh cewek tengil? Kalau aku sih, udah aku basmi pakai pestisida tiap kali dia mendekat. Biar tau rasa!"
Aku hanya bisa terkekeh melihat kekesalan Arin begitu mengetahui kemunculan Sejeong dan teman-temannya. Tentu saja untuk memberi ucapan selamat pada Jungkook.
"Ya udah sih, Romeo dan Juliet kan memang tidak terpisahkan. Kita bisa apa?"
"Kok kamu gitu sih, itu cowok kamu loh! Kamu rela?"
"Hei, sejak kapan dia jadi cowok aku!! Jangan ngomong sembarangan deh, ntar ada yang denger gimana?? Aku pasti dibilang halu!" sahutku sambil membekap mulut Arin. Duh, ini anak satu bikin malu aja.
Setelah itu, Arin cuma bisa cengar-cengir doang. Aku yang terlanjur kesal lebih memilih untuk melarikan diri. Menyendiri. Ya, itu lebih nyaman untuk sekarang. Arin sih tidak ada niatan untuk mengejar atau mengikutiku. Dia tahu, di mana saat aku membutuhkannya, dan di mana saat aku hanya ingin sendiri.
Tenanglah, Sohyun. Kamu bukan gadis melow. Masa karena melihat Sejeong dan Jungkook dekat kamu udah galau? Cemburu? Lagi pula, apa hak kamu? Kamu cuma cewek yang mampir doang di kehidupan Jungkook.
Aku mengambil duduk di kursi panjang yang ada di bawah pohon. Tepatnya, aku mengasingkan diri di taman depan perpustakaan. Suasana di lapangan sangat ramai. Seperti yang kubilang, aku tidak suka keramaian. Dan ya, aku selalu mengantongi headset-ku kemana-mana. Sejak kenal Jungkook, entah bagaimana aku jadi suka mendengarkan musik. Mungkin ini sihir dari suara merdunya yang membuatku penasaran dengan lagu-lagu apa yang sering dibawakannya saat manggung. Kalau ingat aku yang dulu sangat payah dalam hal musik-dimana aku terlalu jadul, tidak update lagu-lagu zaman sekarang bahkan tidak tahu siapa saja penyanyinya-aku jadi ingin tertawa. Benar, Jungkook hampir mengubah sebagian dari kebiasaanku. Ternyata, sekuat itu ya jatuh cinta?
Sedang merasa damai sambil memejamkan mata, tiba-tiba saja ada yang mencabut sebelah headset-ku, kemudian ada yang berkata, "Jadi udah menyerah nih, acara mengejar cintanya?"
***
To be continued
Aku up dua kali, itung-itung ngikutin puasa ke berapa, wkwk. Harusnya sih udh aku publish dua hari yang lalu :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top