Bagian 16: Kebenaran

Aroma musk tercium kuat dari sweater biru berbahan katun yang kini aku pegang. Sweater pemberian Kak Jin atas perayaannya setelah mendapat gaji tambahan hasil pemotretan bulan lalu.

Meskipun asing—karena wewangian buah yang biasa aku gunakan kini berganti musk—aku masih saja tak berhenti menghirupinya. Ya, cowok itu mengembalikan sweater-ku dalam keadaan bersih dan wangi. Wangi Jung Jaehyun.

Ah, kenapa perutku rasanya tergelitik?

"Hei! Senyam-senyum sendiri, lagi mikirin apa sih?" Aku sampai lupa bahwa Arin berjalan sejajar denganku. Kami baru saja keluar dari toko buku yang letaknya agak jauh dari sekolah dan saat ini tengaj berada di dalam bus untuk perjalanan pulang ke rumah.

"Hyun, kau beneran naksir Jaehyun?" Ketika lagi-lagi aku melamun, pertanyaan Arin justru membuatku ingin melompat bebas saja dari bus. Anak itu ... pertanyaannya tidak pernah basa-basi. Dia mendapatkan poinnya!

"Kenapa kau pikir begitu? Kau kan tahu aku sukanya sama Jungkook!" jawabku gelagapan. Hah, ada-ada saja! Aku suka dengannya?

"Kalau gitu, berarti Jaehyun yang suka sama kamu. Kelihatan banget loh."

Masa sih? Aku masih sulit percaya kalau cowok itu suka padaku. Dari sudut mananya?

Bus melaju dengan kecepatan sedang. Beberapa kali, bus kami berhenti di halte untuk mengangkut penumpang baru. Ketika itu pula, Arin disibukkan oleh ponselnya sendiri dan aku terlarut dalam pikiranku. Kebimbanganku akan Jung Jaehyun. Juga akan ucapan Kak Jisoo malam itu.

Ternyata, jatuh cinta itu rumit juga. Memang paling aman adalah menyimpan perasaan untuk diri sendiri meskipun tanpa mendapat balasan. Aku terlanjur nyaman dengan kehidupan yang seperti itu. Jadi, rasanya sangat berbeda ketika ada orang lain yang mengatakan bahwa dia menyukaiku.

Tepat di lampu merah, fokusku yang tadi menatap kosong ke luar jendela kini beralih pada penampakan sesosok lelaki yang familiar. Kali ini, ia bersama wanita yang berbeda. Hatiku berdebar kacau tak karuan. Perasaan tidak enak muncul, diiringi kegelisahan atas pikiran bagaimana jika Kak Jisoo mengetahui ini?

Aku meminta Arin untuk pulang duluan dengan alasan aku masih ada keperluan. Aku turun di pemberhentian selanjutnya. Awalnya, Arin mencurigaiku. Tetapi, aku berhasil meyakinkannya dengan menggunakan nama Kak Jisoo.

"Aku baru saja mendapat pesan. Katanya, Kak Jisoo ada di kafe yang letaknya tidak jauh dari sini. Dia memintaku datang. Kau tidak apa kan pulang duluan?"

"Oh, gitu. Ya udah, deh. Apa boleh buat. Hati-hati, ya."

Aku pun turun dan mempercepat langkahku. Kalau tidak salah, aku melihat Kak Jinyoung dengan seorang gadis sedang duduk saling berhadapan di sebuah kafe yang tadi kulewati. Kak Jinyoung masih menggunakan seragam sekolahnya, sementara gadis di hadapannya tampil dengan pakaian santai namun tetap terkesan anggun.

"Astaga, itu memang Kak Jinyoung. Aku harus cari tahu, siapa gadis itu!"

Aku baru akan melangkah melewati pintu kaca yang terpajang tulisan "open", tapi tiba-tiba tanganku dicekal dari belakang.

"Jangan gegabah." Jungkook telah berdiri di belakangku lengkap dengan seragam sekolahnya. Hanya saja, ia melepas jas yang biasanya kami pakai, menyisakan kemeja putih dengan dua kancing atas yang tidak dikaitkan.

"Jung–Jungkook? Kau di sini? Apa yang kau lakukan?"

"Persis seperti apa yang kau lakukan."

Aku mengerjapkan mataku linglung. Beberapa kalimat Jungkook terkadang tidak bisa aku tangkap dengan baik. Sesekali ia mudah dimengerti, sesekali juga tidak. Dan saat ini, aku mempertanyakan maksud dari ucapannya barusan.

"Aku mengikuti Kak Jinyoung karena belakangan aku melihat keanehan sikapnya."

"Keanehan?"

"Jangan bicara di sini. Kita bicarakan di tempat lain."

Jungkook menggandeng tanganku. Membawaku ke taman yang tak jauh dari kafe itu. Kami duduk berdampingan di sebuah kursi panjang yang lokasinya teduh karena dipayungi oleh pohon yang cukup besar.

"Mm, tanganmu ...," gumamku karena tersadar bahwa sejak tadi Jungkook masih menggenggam tanganku. Aku malu.

Aku membersihkan tenggorokanku, berdeham, dan mulai menyimak ceritanya.

"Belakangan ini, Kak Jinyoung aneh. Dia mungkin masih sering mengantarkan atau menjemput Kak Jisoo ke sekolah. Dating setiap pulang sekolah, atau terlihat berduaan di sekolah. Tapi ... ketika sedang tidak bersama Kak Jisoo, aku selalu melihatnya terburu-buru pergi dan ... ketika aku ikuti, ia menemui gadis lain. Gadis yang berbeda-beda setiap kali pertemuan itu ada."

Jantungku nyaris berhenti berdetak. Seorang Kak Jinyoung yang aku kenal ramah dan sangat mencintai Kak Jisoo, mungkinkah ia melakukan hal seperti yang aku pikirkan? Mungkinkah Kak Jinyoung mengkhianati kakakku di belakangnya? Ah, kepalaku jadi sakit. Jangan sampai itu benar karena aku tidak akan tega jika Kak Jisoo dibuat patah hati.

"Apa iya, Kak Jinyoung selingkuh?"

Jungkook mengedikkan bahunya. Aku jadi semakin menduga-duga, penasaran akan kebenaran yang terjadi. Apa sebaiknya kutanyakan saja bagaimana hubungan Kak Jisoo dan Kak Jinyoung berjalan akhir-akhir ini?

Tidak. Aku tidak boleh bertindak serabutan. Kalau ternyata anggapanku aku yang salah, justru itu akan merusak hubungan mereka. Dan aku tidak akan membiarkannya terjadi. Aku harus bijak menangani dan menyelidiki masalah ini.

"Jungkook, sudah berapa kali kau mendapati Kak Jinyoung dengan gadis lain? Dan kalau boleh tahu, apa yang mereka biasanya lakukan?"

Aku teringat kalimat Jaehyun. Kalimat yang ia ungkapkan di laboratorium biologi. Karena yang biasa dilakukan pasangan adalah berciuman.

"Aku tidak yakin. Sejauh ini, yang aku tahu mereka hanya pergi ke kafe bersama, atau ke mall, berbelanja dan mengobrol. Tidak lebih. Kira-kira, aku pergoki mereka sudah tiga kali."

Masih cukup buram. Aku perlu banyak bukti dan kesaksian. Jika benar Kak Jinyoung bermain api, maka aku tidak akan biarkan dia bersenang-senang lebih lama. Akan kubuat ia menyesali perbuatannya.

***

"Sohyun, mau ke mana?"

Keesokannya, ketika kelas mulai sepi dan hanya menyisakan aku dan Jaehyun di dalam kelas. Awan kelabu menyapa dari luar jendela kaca yang transparan. Bel pulang berdering sejak sepuluh menit yang lalu dan sekarang aku memantapkan diri untuk melakukan investigasi.

"Aku? Aku ada urusan penting."

Tentu saja tanpa melibatkan siapapun, kecuali Jeon Jungkook. Hanya dia yang bisa aku percayai untuk melakukan misi ala detektif ini. Selain karena ia sepupu dari Kak Jinyoung, ia juga sepertinya peduli pada perasaan kakakku. Tak kuasa jika gadis sebaik dia harus jadi korban patah hati Kak Jinyoung.

"Ayo, aku ikut!" Jaehyun beranjak dari bangkunya dan hendak meraih lenganku.

Aku memundurkan diri, menolak. Aku tidak mau ia ikut. Tidak tahu kenapa, mungkin ... karena aku ingin berdua saja dengan Jungkook?

Tidak juga. Akan repot jika melakukan penguntitan rahasia dengan banyak orang. Dua saja cukup.

"Tidak perlu. Kak Jin menjemputku sebentar lagi, aku akan pergi dengannya. Kau pulang saja duluan."

"Yang benar?"

Aku memanggut mantap. Akhirnya, Jaehyun tidak ada pilihan lain selain menghargai keputusanku. Laki-laki itu pun memutuskan untuk segera pulang.

Belakangan, Jaehyun juga sedikit berubah. Ia mengirimiku pesan, tapi tidak sesering dulu. Ia masih berbicara padaku, tapi tidak sebanyak dulu. Ia yang selalu menggodaku, tapi akhir-akhir ini ia banyak melamun dan menyendiri. Kantung mata hitam juga tampak di wajahnya. Ia yang selalu ceria tiba-tiba menjadi suram. Apakah Jaehyun sedang ada masalah?

Aku merasa belum sedekat itu sampai harus penasaran apa saja yang telah terjadi padanya. Aku menemukan batasanku. Aku mengingatkan diriku, mana zona yang bisa aku masuki dan mana yang sebaiknya aku hindari. Bukan bermaksud tidak memedulikan Jaehyun, hanya saja, aku merasa tidak memiliki hak untuk itu sekarang.

"Ya sudah, aku pulang duluan. Kau hati-hati di jalan."

***

Kami berdua sampai di sebuah toko aksesoris. Kak Jinyoung turun dari mobilnya bersama seorang gadis. Lagi-lagi berbeda. Tapi, ia mengenakan seragam sekolah juga. Sepertinya bukan siswi dari Nanyang High School.

"Lihat, berbeda kan? Apa kubilang. Kak Jinyoung mencurigakan."

"Masih belum tentu dugaan kita benar. Ayo, ikuti saja mereka secara diam-diam."

Aku yakin, Kak Jinyoung sudah mengantarkan Kak Jisoo pulang. Karena, beberapa saat lalu Kak Jisoo mengatakan ada temannya yang bertamu di rumah dan jika sempat, aku dimintanya untuk membelikan camilan di minimarket terdekat.

Kami pun masuk ke dalam toko itu. Penuh persiapan, sebelum melakukan aksi, aku dan Jungkook sudah mengganti seragam kami dengan pakaian biasa yang kami bawa dari rumah. Tak lupa kami juga menyematkan topi untuk menutupi wajah.

"Kau ingat rencana kita kan?" Jungkook berbisik dengan suaranya yang lirih dan lembut. Hatiku seketika bergemuruh.

Rencananya ya? Maksudnya, kami harus berpura-pura jadi pasangan.

Berpasangan dengan Jungkook adalah impianku sejak lama. Walaupun ini hanya pura-pura, rasanya malah seperti nyata. Aku masih tidak percaya. Kami yang dulu tidak pernah saling menyapa dan berkomunikasi, mendadak jadi sedekat ini sampai-sampai melakukan investigasi bersama.

"Hm, iya." Jungkook lalu meraih pundakku. Mengikis jarak di antara kami. Sisi tubuh bagian kiriku kini menempel padanya. Aku merasa panas–dingin.

"Bagaimana? Apa aku terlihat cocok dengan bandana ini?"

"Apapun yang kamu pakai, itu tidak akan mempengaruhi kecantikanmu. Tenang saja, pilih manapun yang kamu suka."

Aku mendengar percakapan target samar-samar. Oho, bukankah itu kalimat pujian? Lebih tepatnya, rayuan.

"Oppa, pakaikan ini untukku dong."

Kak Jinyoung tersenyum. Dipakaikannya bandana berwarna peach itu ke kepala si gadis. Tak lama setelah itu, ia mengusap rambut gadis itu pelan. Penuh kasih sayang. Aku bisa lihat dari betapa halus sikapnya terhadap si gadis.

"Oppa ... cium," pinta gadis itu manja. Aku yang menguping pembicaraan mereka, langsung naik pitam. Nyaris tidak percaya pada apa yang barusan gadis itu ucap.

"Kau manja sekali ya? Tapi aku suka." Dan tak perlu perpikir panjang, Kak Jinyoung melayangkan sebuah ciuman di kening gadis itu.

"Nggak mau di dahi, tapi di sini. Di bibir." Lagi, gadis itu meminta manja.

Bulu kudukku berdiri. Apa yang pasangan biasa lakukan? Ya, berciuman. Sialnya, mereka berdua benar-benar melakukan itu. Artinya, mereka bukan sekadar teman, saudara, atau kenalan saja. Tapi mereka punya hubungan dekat seperti ... pacaran!

Kak Jinyoung mulai mendekatkan wajahnya pada gadis itu. Ah, aku tahu apa yang akan terjadi. Sesaat kemudian, pandanganku terhalang. Jungkook menghadangkan telapak tangannya di hadapan mukaku. Menutupi keleluasaanku untuk menyaksikan seberapa bajingan cowok yang disukai kakakku itu.

"Sudah cukup, Sohyun. Kita tidak perlu menyaksikan mereka lebih lama. Semua sudah terbukti. Sekarang, apa yang akan kita lakukan?"

Tanpa sadar, jarak wajah Jungkook dengan wajahku begitu dekat. Aku dapat merasakan embusan napasnya yang hangat menerpa hidungku. Jungkook yang lebih tinggi tentu saja merendahkan kepalanya. Dan parahnya, posisi ini justru membuatku kepikiran yang tidak-tidak.

Aku mendorong sedikit dadanya ke belakang. Berusaha bersikap senetral mungkin.

"Tidak tahu. Aku bingung harus apa. Aku baru menemui permasalahan seperti ini secara langsung dan menyaksikannya dengan kedua mataku."

Jungkook menghela napas. "Baiklah, pikirkan baik-baik solusinya. Aku berharap kau melakukan yang terbaik untuk kakakmu. Maaf, aku tidak banyak membantu."

"Tidak, tidak. Aku sudah cukup membantuku. Aku sangat berterima kasih karena kau mau berterus-terang padaku soal Kak Jinyoung."

"Mungkin sebaiknya kita pulang. Mau aku antar?"

"Tidak usah. Aku ingin sendiri."

Jungkook tampak hendak menolak keinginanku. Namun, ia tahu. Setelah menemukan fakta yang mengejutkan ini, aku butuh waktu untuk sendiri. Untuk berkutat dengan pikiranku, memikirkan yang terbaik untuk kakakku.

Kak Jisoo, apakah laki-laki yang seberengsek itu pantas untuk Kakak sukai?

Kakak terlalu baik buatnya. Aku akan memberinya pelajaran!

***

Tbc

S

omething wrong with Jaehyun...
Dan apa yang akan Sohyun lakukan??

Next>>>>

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top