Bagian 14: Cemburu
Hari ini, aku dan Kak Jin memiliki jadwal untuk berbelanja bulanan. Karena kami hidup bertiga, beberapa kegiatan sengaja kami buat terjadwal. Misalnya, siapa yang akan membersihkan rumah, siapa yang akan mengurus tanaman, siapa yang akan membantu Kak Jin memasak, dan siapa yang akan berbelanja bulanan. Dan saat ini, seharusnya bukan aku yang menemani Kak Jin ke supermarket melainkan Kak Jisoo. Sebab Kak Jisoo sibuk untuk persiapan festivalnya, akhirnya aku yang menggantikan posisinya saat ini.
Hari belum terlalu malam. Matahari beberapa menit yang lalu tenggelam. Berkas cahaya kemerahannya bahkan masih tampak di langit. Supermarket terlihat ramai pengunjung. Beberapa rak berisikan makanan berjajar di kanan-kiriku. Sementara Kak Jin membeli daging dan sayur-mayur yang dibutuhkan untuk disimpan di kulkas, aku menuju rak yang menyediakan berbagai macam ramen dan sereal. Di tanganku sudah ada keranjang belanja berwarna merah, tidak terlalu besar supaya barang yang kami beli ditakar secukupnya. Jika tidak, mungkin aku bisa khilaf membeli banyak makanan yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan. Meskipun tiap akhir bulan supermarket langganan kami memberikan banyak diskon, Kak Jin selalu mengajarkanku agar sebaiknya membeli barang-barang yang sangat dibutuhkan saja. Konservatif memang, padahal negara tempatnya tumbuh dan berkembang ini termasuk ke dalam penganut kapitalisme.
Sedang sibuk mencomot beberapa bungkus ramen, mataku tak sengaja menangkap keberadaan seseorang yang kukenal. Jung Jaehyun. Cowok itu tampil dengan gaya chill, mengenakan atasan lengan panjang warna abu-abu dan celana pendek-hitam selutut. Ia mendorong sebuah troli yang isinya hampir penuh. Aku baru akan menyapanya, tetapi setelah kulihat ada seorang gadis yang bersamanya, aku mengurungkan niatku.
Gadis? Apa itu ... pacarnya? Tapi, kalau Jaehyun punya pacar, kenapa dia mendekatiku?
Seorang gadis berambut rose gold dan diombre bagian bawahnya dengan warna biru keunguan. Panjangnya sepunggung dan dibuat bergelombang. Kulitnya seputih susu dan kedua matanya jernih, sejernih lautan. Tubuhnya semampai, sepertinya lebih tinggi dariku. Siapa gadis cantik itu?
Kenapa tiba-tiba aku menjadi sangat minder? Tidak mungkin juga Jaehyun menyukaiku kalau di sampingnya ada perempuan secantik dia. Jangan-jangan, benar lagi. Kalau Jaehyun cuma main-main denganku.
Karena keingintahuanku yang besar, aku terus mengikuti mereka secara diam-diam. Aku menyaksikan setiap detik kemesraan mereka. Mulai dari tertawa bersama, bergandengan tangan, saling menyuapi ice cream hingga Jaehyun yang dengan santai menarik hidung gadis itu membuatku marah. Bisa-bisanya dia seperti itu pada gadis lain, padahal dia bilang suka padaku! Apa ini bisa dibenarkan? Apa tingkahnya bisa dimaafkan?
Aku tidak tahu lagi! Rasanya, ingin sekali kupukul wajahnya itu. Kalau saja aku tidak ke supermarket hari ini, aku tidak akan tahu sifat aslinya seperti apa. Jung Jaehyun, akhirnya kau mengungkap identitas dirimu. Lihat saja besok!
***
"Sohyun~"
Aku mengabaikan panggilan cowok itu. Tetap bersabar, meskipun sepanjang pelajaran berlangsung tangannya tidak berhenti untuk menyentuh pundakku dengan pen miliknya. Bahkan, Arin pun sampai memintaku untuk menanggapi cowok itu. Bagus, ya. Sekarang, Arin pun jadi lembek terhadapnya. Apa ini yang dinamakan Jaehyun's effect? Dia tampan, ramah, mudah bergaul dengan siapa saja. Arin yang image-nya judes pun sampai berhasil dibuat luluh.
Hingga jam istirahat tiba. Aku merapikan mejaku dan buru-buru keluar kelas. Menghindarinya. Tetapi, ia tahu. Ada sesuatu yang membuatku terganggu. Ia mengejarku sampai ke luar kelas. Dan di sinilah kami, di lorong yang letaknya tak jauh dari laboratorium biologi.
Jaehyun menahan lenganku dan menarikku untuk diajak berbicara.
"Kau ini kenapa? Dari tadi aku panggil, tapi tidak merespons?"
"Kenapa kau memanggilku?" jawabku ketus.
"Ini, kau mengembalikan susu dariku. Ambil lagi," kata Jaehyun sambil menyerahkan botol susu berwarna merah muda itu.
Oh iya, memberikan strawberry milk kini menjadi kebiasaannya setiap pagi.
"Ck, kenapa tidak diberikan ke cewek lain saja?"
"Hah, apa maksdumu?"
"Jung Jaehyun, kau pikir aku tidak tahu? Kau punya seorang gadis di luar sana. Berani-beraninya kau menduakan dia, dan jelas saja, aku tidak mau menjadi perusak hubungan orang. Mulai sekarang, jangan dekati aku."
Setelah mengatakan itu, aku melanjutkan langkahku. Okay, ini sudah cukup baik. Aku tidak bisa terjerat bersama cowok itu. Aku harus segera menghentikan kedekatan kami sebelum terlambat, sebelum muncul perasaan yang selama ini aku hindari. Lagian, tidak baik berdekatan dengan laki-laki yang sudah punya pacar. Hanya akan membawa bencana bagiku. Aku belajar itu dari pengalaman salah seorang temanku ketika di sekolah menengah pertama.
"Kim Sohyun!" Jaehyun mendahului langkahku, menarik pergelangan tanganku dan dibawanya aku masuk ke ruang lab. Jaehyun menutup pintunya dan di sini hanya ada kami berdua.
"Apa yang kau bicarakan tadi? Aku punya gadis katamu?"
"Jangan bohong. Aku lihat sendiri, kok. Kau mesra-mesraan sama cewek di supermarket kemarin. Itu pasti pacarmu, kan? Atau gebetanmu?"
Jaehyun memutar tubuhnya, aku mendengar suaranya yang mendesahkan napas kasar, lalu ia berbalik dan tersenyum. Sambil berkacak pinggang, ia berkata, "Katakan padaku, apakah gadis itu terlihat seperti pasanganku?"
"Tentu saja. Kenapa tidak? Kau tampan, kau tinggi, kau punya segalanya di wajahmu. Pasti banyak gadis yang tertarik padamu. Aku saja ragu, kalau kau suka padaku. Kau bisa saja punya seseorang di luar sana dan sengaja mencariku untuk mendapat kesenangan. Iya, kan?"
"Kim Sohyun, kau salah paham."
Aku menggeleng. "Tidak. Aku yakin sekali melihat kalian ketawa bareng, bergandengan tangan, saling menyuapi dan lain-lain. Bukankah sudah jelas kalau itu yang dilakukan orang pacaran?"
Jaehyun terkekeh. Sebelah tangannya masih berkacak pinggang, sedangkan tangannya yang lain menyibak anak rambutku yang terurai ke belakang telinga. Setelah itu, ia tumpukan tangannya itu di sebelah kepalaku, tepat pada pintu.
"Kau yakin, itu yang dilakukan pasangan?" Sekarang, Jaehyun meletakkan tangan yang satunya lagi. Sejajar dengan posisi tangannya yang lain sehingga ia mengunci tubuhku.
Mengelak dari tatapannya yang menenggelamkan, aku melihat ke arah lain. Sementara bibirku dan logikaku bersusah payah untuk menjawab pertanyaannya.
"Walaupun aku tidak tahu soal pacaran, yang aku tahu, apa yang kalian lakukan itu sudah cukup mengindikasikan kalau kalian punya hubungan dekat."
"Kau benar," bisik Jaehyun. "Tapi, kau juga salah. Karena, yang biasa dilakukan pasangan adalah ini-"
Jaehyun melipat jemari tangan kanannya sehingga menyisakan ibu jari, telunjuk, dan jari tengahnya. Ia lalu menyentuhkan ujung jari telunjuk dan jari tengahnya ke bibirku. Pelan, menekannya sedikit. Lalu, ia membawa kedua jari itu menyentuh ke bibirnya secara bergantian. Aku mencerna apa yang sedang ia lakukan. Hingga kemudian, aku sadar. Pipiku memanas seketika, apa yang dia maksudkan adalah ... berciuman?
"Sohyun, jangan menilai bagaimana orang berpacaran kalau kau sendiri belum mengalaminya. Kalau kau ingin tahu apa saja kegiatan yang biasa pasangan lakukan, maka ... pacaranlah denganku. Aku menunggu jawabanmu."
Ahh! Kenapa malah arahnya ke sana?
"Kenapa diam saja? Tadi kau banyak bicara loh," ejek Jaehyun.
Benar. Terkadang, aku bisa banyak bicara dalam suatu kondisi tertentu. Dan banyak diam jika aku menginginkannya. Tidak tahu mengapa, aku hanya banyak berceloteh, menunjukkan emosi, dan bercanda hanya dengan orang-orang terdekatku seperti Arin. Lalu, apakah kemudian aku sudah menganggap Jaehyun salah satunya?
Ya Tuhan, bagaimana cara aku memastikan perasaanku sendiri?
***
Salah satu cara untuk mengetahui bagaimana perasaanku terhadap Jaehyun dan arti cinta yang sesungguhnya adalah dengan cara menanyakan itu pada seseorang yang telah berpengalaman. Ya, selain Kak Jisoo, siapa lagi yang bisa aku tanyai?
Kak Jin terlalu fokus mengurus kami dan kuliahnya sehingga tidak menyempatkan diri untuk mengejar cinta. Sebenarnya, tidak masalah bagiku jika ingin berkonsultasi dengan Kak Jin. Hanya saja ... alih-alih mendapat solusi, Kak Jin pasti akan mencercaku dengan berbagai macam pertanyaan. Apalagi, ia sangat tidak suka jika ada laki-laki yang mendekatiku.
Aku menghela napas. Membulatkan tekadku untuk memberanikan diri pergi ke kamar Kak Jisoo. Aku tahu, ini nyaris tengah malam. Kak Jisoo juga pasti sangat lelah setelah seharian penuh berlatih teater. Namun, yang aku tahu-sama halnya dengan Kak Jin-Kak Jisoo selalu menyempatkan waktu jika itu adiknya yang meminta. Dan yang perlu kalian tahu, Kak Jisoo sangat tertarik dengan kehidupan sosialku. Sepertinya, alasan yang kedua adalah yang paling mendominasi mengapa Kak Jisoo mau sedikit-lebih mengobrol denganku malam ini.
"Jadi, siapa yang membuatmu kepikiran?"
Aku memainkan jari-jariku. Menautkannya, lalu melepaskannya, sementara pandanganku gelisah menelusuri seisi kamar Kak Jisoo. Ah, ya. Kamar Kak Jisoo terlihat lebih rapi dibandingkan kamarku. Ukuran ruangan kami sama. Tetapi, barang-barang Kak Jisoo yang begitu banyak seolah membuat kamar ini terlihat lebih sempit. Beberapa produk perawatan kulit terpampang nyata di sebuah rak terbuka. Sedangkan, meja riasnya penuh dengan produk kosmetik yang biasa dibelikan Kak Jin.
Saat ini, Kak Jisoo mengenakan serum mask di wajahnya-rutinitasnya di malam hari-selagi mendengarkanku berbicara.
"Jadi ... begini, Kak. Kak Jisoo kan sudah pernah dan sekarang sedang berpacaran. Aku ingin tahu, apa alasan Kak Jisoo menerima Kak Jinyoung. Apakah itu karena Kak Jisoo cinta sama Kak Jinyoung?"
"Pertanyaan yang ... cukup sulit juga. Sohyun, perlu kau tahu, cinta dan ketertarikan itu dua hal yang berbeda. Dalam kasus Kakak, Kakak nggak yakin kalau Kakak cinta sama Jinyoung. Tapi jelas, Kakak suka dan tertarik sama dia. Dia tampan, baik, perhatian. Dan yang paling istimewa sampai membuat Kakak luluh olehnya adalah perjuangannya untuk dapetin Kakak."
"Perjuangan?"
"Iya. Seperti, sering mengirim pesan untuk menanyakan apa sudah makan, apa bisa tidur dengan nyenyak, bahkan untuk merespons segala keluh-kesah Kakak. Tidak hanya itu, Jinyoung juga sering membelikan Kakak makanan ketika ia tahu Kakak tak sempat makan saat sedang sibuk. Dia sangat perhatian. Meskipun terkadang ia sangat menyebalkan, sering menggoda Kakak, tapi Kakak tahu, itu salah satu caranya menghibur dan membuat Kakak tidak merasa bosan."
Jaehyun sering mengirimiku pesan meskipun aku sering juga mengabaikannya. Ia membelikanku strawberry milk setiap pagi, secara rutin saat di sekolah. Ia menggodaku setiap saat ....
"Kalau perasaan Kakak itu dikatakan suka, lalu ... apa itu definisi cinta yang sebenarnya?"
Kak Jisoo melepas maskernya. Kedua tangannya menggenggam tanganku. Oh, rasanya aku sudah membawa malam kami ke dalam percakapan yang sangat serius.
"Cinta ... yang Kakak tahu, cinta itu lebih dari sekadar suka. Suka bisa terjadi kapan saja, tetapi cinta tumbuh seiring berjalannya waktu. Ketika kita mencintai seseorang, kita bisa melakukan apa pun sehingga membuat orang itu bahagia. Cinta juga berarti kita menerima segala kekurangan dari pasangan kita, menemani mereka setiap saat, entah dalam keadaan susah maupun senang."
"Kak, berarti ... pacaran itu hanya membuang-buang waktu, dong?"
"Hm, tidak juga. Ketertarikan adalah langkah menuju cinta. Anggap saja, pacaran membantu kita dalam memfilter, mana orang yang benar-benar layak untuk jadi pasangan seumur hidup kita. Mungkin saat ini Kakak belum cinta sama Jinyoung, tapi nanti ... siapa tahu, cinta akan tumbuh dengan sendirinya. Jika kita menghindari cowok yang mendekati kita, bagaimana kita bisa mendapatkan cinta?"
Benar juga. Kalau aku terus menghindari cowok yang katanya suka padaku, bagaimana aku bisa menemukan pasanganku kelak?
"Tapi, Kak. Kita nggak bisa kan seenaknya menerima seseorang? Maksudku, kalau niat mereka cuma buat main-main aja, gimana?"
"Orang yang cuma main-main, bisa dilihat, dia akan cepat bosan sama kita. Beri waktu tiga bulan. Jika setelah tiga bulan ia menyerah dan dengan cepat mendapatkan orang lain, berarti dia cuma main-main saja." Kak Jisoo menegaskan.
Jadi, aku perlu menguji Jaehyun selama tiga bulan itu?
"Dan cowok yang cuma mampir buat main doang, nggak pantas untuk dicintai," bisik Kak Jisoo. "Katakan, siapa orangnya? Apa Jungkook menembakmu?"
"Hah?! Ah, itu ... enggak! Bukan, haha. Bukan Jungkook! Maksudku ... tidak ada yang menembakku, Kak. Aku bertanya karena penasaran saja."
Jungkook? Sepertinya, aku dan Jungkook sebatas cinta bertepuk sebelah tangan saja. Daripada Jungkook, aku lebih pusing menghadapi Jaehyun akhir-akhir ini. Hah ....
***
Tbc
Long time no see :")
Btw, aku lagi menikmati momen pulkam. Maaf baru lanjut up lagi ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top